Jumat, 13 Juli 2018

Dua

Edit Posted by with No comments


Tiada yang lebih indah…
Tiada yang lebih rindu
Selain hatiku…
Andai engkau tahu..
~Rectoverso, Dee Lestari~
Beberapa minggu ini, kegiatan para dosen fakultas ekonomi sudah sangat sibuk. Beberapa dosen ditunjuk untuk membantu memanajemeni rumah sakit universitas. Maklum rumah sakit tersebut sudah tidak mendapat perhatian lebih karena banyak masalah yang ditimbulkannya. Tak hanya tentang kesalahan pengobatan, para pegawai yang kurang ahli atau cekatan serta beberapa oknum-oknum yang mencoba untuk mengambil keuntungan dari rumah sakit tersebut. Manajemen rumah sakit yang amburadul itu hampir saja membuat rumah sakit itu terpaksa di hentikan untuk beroperasi, hal ini juga di dorong oleh sedikitnya para peminat yang mau mengambil jurusan kedokteran di rumah sakit itu. Pasalnya, akreditasi fakultas kedokteran di universitas itu masih terlalu rendah di bandingkan dengan universitas-universitas lainnya. Karena itulah, fakultas ekonomi yang merupakan kebanggaan di universitas tersebut dimintai kerjasamanya untuk memanajemeni rumah sakit itu sehingga dapat beroperasi dengan baik.
Proyek tersebut sudah berjalan lebih dari beberapa bulan. Tak hanya meminta beberapa dosen fakultas ekonomi untuk membantu, bahkan universitas juga merekrut beberapa dokter-dokter ahli, perawat, dan para staf di bidang kesehatan lainnya. Dengan bantuan dari beberapa dosen ekonomi yang memberikan konsultasi tentang manajemen rumah sakit, akhirnya rumah sakit itu dapat beroperasi sedikit lebih baik dari sebelumnya. Proyek tersebut tak hanya menyibukkan beberapa dosen ekonomi yang terlibat, tapi mereka juga membuat para asisten dosen juga kewalahan karena selain turut membantu para atasan mereka, para asisten dosen juga di beri tanggungjawab untuk menggantikan tugas dosen mengajar di kelas jika mereka sedang terdapat keperluan yang mendesak.
Salah satu asisten dosen yang juga ikut sibuk dengan adanya proyek itu adalah Naura dan kelima rekannya. Naura dan kelima rekannya sibuk lontang-lantung antara rumah sakit dan fakultas ekonomi jika sedang dimintai pertolongan oleh dosen-dosen mereka. Meskipun tak sesering mereka menghabiskan waktu di fakultas untuk mengajar di kelas atau mengawasi mahasiswa dan mahasiswi yang praktikum, tapi setidaknya seminggu dua kali mereka juga bisa menghabiskan waktu di rumah sakit. Bagi Naura, pekerjaan utamanya adalah menjadi asisten dosen, dan membantu beberapa staf rumah sakit yang banyak masih awam tentang manajemen adalah pekerjaan sampingannya.
         Sebuah mobil silver terpakir di parkiran rumah sakit. Daniel keluar dari mobil itudengan membawa serta beberapa file documen di tangannya. Hari ini adalah hari dimana dia harus mengumumkan bagaimana hasil kinerja rumah sakit selama tiga bulan ini. Selain itu, dia yang ditugasi pihak universitas untuk melakukan seleksi pemilihan direktur rumah sakit yang baru setelah direktur rumah sakit yang lama masuk penjara karena tindak korupsi yang dilakukannya. Selama tiga bulan ini, jabatan direktur sementara memang dipegang oleh dirinya sendiri atas kuasa dari pimpinan universitas. Namun, karena dia juga merupakan pihak yang sangat berpengaruh bagi keberlangsungan keberadaan fakultas ekonomi di universitas itu, karenanya dia harus segera menyelesaikan proyek yang itu dan menyerahkan jabatan yang dikuasakan kepadanya itu.
Beberapa dosen yang turut membantu dalam proyek itu pun sudah turut berdiri menyambut kedatangannya. Meskipun beberapa dosen yang lain berusia lebih tua dari Daniel tapi mereka juga menghormati Daniel seperti yang lainnya. Daniel pun juga menghormat seperti biasanya meskipun jabatannya lebih tinggi dari dosen-dosen itu, tapi dia masih menghormati mereka bagaimana mungkin tidak, karena mereka juga merupakan dosen yang mengajar Daniel dan berpengaruh dalam menjadikan Daniel sebagai sarjana dan sukses seperti sekarang. Naura dan keempat rekannya pun menunduk menghormat ketika Daniel datang dan hendak memasuki ruang rapat.
Beberapa dokter-dokter yang baru direkrut dan dokter-dokter tetap di rumah sakit itu sudah memenuhi ruang rapat. Dan begitu Daniel masuk acara rapat pun segera dimulai. Namun, Daniel memperhatikan terdapat sebuah tempat duduk yang masih kosong dan belum terisi. Dan seolah tahu apa yang ada di pikiran Daniel, seorang dokter yang sudah senior dan berusia jauh lebih tua dari dokter-dokter yang lainnya itupun memberi jawaban atas rasa penasaran Daniel.
            “Oh, tempat itu adalah tempat dokter baru saya rekrut professor. Bukankah saya sudah memberitahu anda sebelumnya..,”
“Oh, ya.. saya belum pernah bertemu dengannya sebelumnya kecuali melihat wajahnya di foto profilnya,”
“Ah, ma’af kalau dia masih belum menemui professor. Padahal saya sudah meminta dia untuk menemui anda. Dia memang orangnya sedikit sudah di atur. Ma’afkan saya professor, dia datang sedikit terlambat mungkin karena sesuatu hal,” ucap dokter tua yang kerap di panggil dokter Farhan itu dengan raut muka bersalah.
“Ya, baiklah tak masalah. Sekarang kita mulai dulu saja rapatnya,”
Acara rapat pun dimulai dengan membahas hasil kinerja rumah sakit selama enam bulan beroperasi dengan para pegawai-pegawai barunya itu. Dan setelah usai dengan itu barulah membahas tentang pengalihan jabatan sebagai direktur dari Daniel ke dr. Handy. Selain itu juga hendak dilakukan restrukturisasi untuk mengganti ulang semua pimpinan yang kurang berkompenten agar rumah sakit bisa beroperasi dengan baik. Namun, tiba-tiba ditengah rapat terdengar ketukan di balik pintu. Dan beberapa detik kemudian ketukan itu berubah menjadi suara pintu yang terbuka secara perlahan.
         “Ma’af saya terlambat,” ucap seorang lelaki dengan membungkukkan badannya di hadapan semua orang yang tengah berada di ruang rapat.
Sontak semua orang pun beralih memperhatikan seseorang yang baru memasuki ruang rapat itu. Lelaki itu berjalan menuju tempat duduk yang tersisa untuknya. Dokter Farhan memperhatikan lelaki itu dan melontarkan pertanyaan kepadanya.
“Dari mana saja kau...?” geramnya.
“Ma’af Professor saya terlambat,” ucapnya pada dokter Farhan dengan seulas senyum di wajahnya. Tak hanya pada dokter Farhan, lelaki itu pun meminta ma’af kepada semua orang yang berada di ruang rapat.
“Kenapa kau terlambat sekali. Tak biasanya kau melakukan hal ini. Dan ada apa dengan pakaianmu?” dokter Farhan begitu terkejut melihat pakaian lelaki yang sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri itu.
“Apakah ini darah?” tanya dokter Melisa kepada lelaki yang sebaya dengannya itu.
“Ah, ini,” ucap lelaki itu dengan memegangi noda di bajunya. “Ya, ini darah. Ma’af saya belum sempat mengganti pakaian saya karena sudah terlalu terlambat bagi saya untuk menghadiri rapat ini,”ucap lelaki itu dan melepas jasnya yang penuh akan noda darah hingga terlihat hanya kemeja biru mudah yang juga terdapat beberapa bekas cipratan noda darah juga.
“Kenapa? Kenapa ada darah? Apa kau terluka? Kecelakaan?” tanya dokter Melisa yang sudah terlihat begitu akrab dengan lelaki itu.
“Ah, tidak, saya tidak apa-apa..,”
“Lain kali kamu yang serius. Ini pekerjaan dan bukan main-main. Kamu tahu berapa lama kami menunggumu?” ucap dokter Handy dengan tegas pada lelaki itu.
“Sudah, sudah kita bahas itu nanti. Sekarang perkenalkan dirimu pada professor Daniel, bukankah kau belum pernah menemuinya...,”usul dokter Farhan.
“Baik professor,”
Akhirnya lelaki itupun memperkenalkan dirinya kepada professor Daniel dan semua dosen fakultas ekonomi yang berada disana. Setelah mendengar satu kata nama yang terucap dari mulut lelaki itu, Naura yang sibuk dengan catatan di pangkuannya kini mengalihkan pandangannya pada sesosok lelaki yang dengan senyuman manis memperkenalkan diri di hadapan semua peserta rapat. Lelaki dengan tubuh jangkung, mata teduh dan hidung bak sirip hiu itu pun  menyadari bahwa kini seseorang tengah memandangnya. Tapi tak dihiraukannya orang itu dia mengakhiri perkenalannya dan segera kembali menduduki kursi di belakangya.
Professor Daniel melihat beberapa berkas profil dari lelaki yang beberapa detik tadi telah memperkenalkan dirinya. Kemudian dia meninjau profil lelaki itu di hadapan semua peserta rapat.
“Oh, jadi anda yang bernama Raka Andana Putra. Jadi, saya harus memanggil anda...,”
“Raka, panggil saja Raka....,” ucap lelaki itu.
“Ah, baiklah. Berulang kali saya meninjau profil anda, saya masih tidak percaya jika anda masih begitu muda,” ucap Daniel. Raka hanya menanggapi pernyataan Daniel dengan senyuman. “Saya dengar anda seringkali membuat banyak masalah dengan dokter-dokter lainnya di tempat anda bekerja dulu,” ucapnya kemudian yang membuat semua orang tercenggang.
“Ah, ternyata anda sudah tahu hal itu...,”
“Ya, karena anda tidak mau menemui saya, karena itu saya mencari tahu sendiri tentang anda..,”
“Wah, ternyata keburukan tentang saya menyebar lebih luas dari yang saya tahu. Jika anda sudah tahu sejauh itu, lantas kenapa anda tidak menegur saya atau bahkan menolak untuk mempekerjakan saya sejak awal,”
“Karena rumah sakit ini butuh orang seperti anda. Karena itu kami mempekerjakan anda dan meninjau kinerja anda terlebih dahulu. Jika anda tidak mampu memenuhi kualifikasi yang kami harapkan, maka dengan berat hati kami harus melepas anda. Meskipun resume anda direkomendasikan sendiri oleh dokter Farhan,” ucap Daniel lugas.
Raka merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Daniel. Pasalnya Daniel secara gamlang menceritakan bahwa sebenarnya Raka di terima karena Daniel memandang dokter Farhan sebagai dokter senior di rumah sakit tersebut yang tidak perlu diragukan lagi keahliannya. Namun, dia bersikap wajar di hadapan semua seolah tak ada sedikitpun kekecewaan karena secara tidak langsung telah diremehkannya dirinya oleh Daniel di hadapan semua orang.
*****
Naura masih berdiri di luar ruang rapat ketika semua orang sudah pergi meninggalkan tempat itu. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi, dan dia ingin memastikan sekali lagi bahwa itu benar-benar seseorang yang dirindukannya. Randy yang melihat Naura masih mematung disana bertanya kepadanya.
“Sedang apa loe disini? Loe tidak kembali ke kampus?” tanyanya.
“Ya, sebentar lagi Kak Randy. Gue masih ada sedikit urusan disini,”
“Ah, baiklah kalau begitu. Gue balik dulu...,”
Semua dokter dan dosen pun sudah pergi meninggalkan ruang rapat. Beberapa orang diperhatikannya tapi seseorang yang dicarinya masih belum keluar dari tempat itu. Setelah ditutupnya pintu ruang rapat oleh seseorang untuk yang terakhir kalinya barulah Naura tahu bahwa orang itu adalah seseorang yang di tunggunya.
“Raka...,”
Raka berbalik melihat seseorang di balik punggungnya yang memanggil namanya. Dia tahu siapa seseorang yang memanggilnya itu.
“Raka... Kau benar Raka..? Raka Andana Putra?”
“Ya, benar..,” ucap Raka.
“Kau... masih mengingatku....?” tanya Naura dengan sedikit ragu.
“Ya, bagaimana mungkin aku melupakanmu,” ucap Raka. Naura hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Raka itu. “Seseorang yang telah menghancurkan hidupku. Bagaimana mungkin bisa kulupakan..,” ucap Raka dengan dinginnya.
Kata-kata yang di ucapkan Raka itu membuat Naura seakan dimasukkan ke dalam air es di Kutub Selatan. Seketika sekujur tubuhnya membeku. Dan mulutnya membisu hingga tak mampu berucap satu katahpun. Dari kejauhan seorang perawat meneriakkan nama Raka. Hingga tatapan dingin Raka terhadap Naura teralihkan untuk melihat seseorang yang meneriakkan namanya.
“Ada apa?”
“Pasien yang dokter bawa tadi tiba-tiba dalam kondisi kritis..,” jelas perawat itu.
Tanpa pikir panjang Raka meninggalkan Naura di depan ruang rapat untuk mengikuti suster itu. Naura hanya mematung melihat punggung Raka telah menjauh dari pandangannya. Terlihat jelas wajah sedih menghiasi wajah imutnya itu. Langsung dilangkahkannya kakinya menjauh pergi dari rumah sakit dan kembali ke kampusnya untuk bekerja dan mengikuti kuliah karena sedang ada mata kuliah S2 yang harus ditempuhnya hari ini.
*****




0 comments:

Posting Komentar