Tiada yang lebih indah…
Tiada yang lebih rindu…
Selain hatiku…
Andai engkau tahu..
~Rectoverso, Dee Lestari~
Beberapa minggu ini, kegiatan para dosen
fakultas ekonomi sudah sangat sibuk. Beberapa dosen ditunjuk untuk membantu
memanajemeni rumah sakit universitas. Maklum rumah sakit tersebut sudah tidak
mendapat perhatian lebih karena banyak masalah yang ditimbulkannya. Tak hanya
tentang kesalahan pengobatan, para pegawai yang kurang ahli atau cekatan serta
beberapa oknum-oknum yang mencoba untuk mengambil keuntungan dari rumah sakit
tersebut. Manajemen rumah sakit yang amburadul itu hampir saja membuat rumah
sakit itu terpaksa di hentikan untuk beroperasi, hal ini juga di dorong oleh
sedikitnya para peminat yang mau mengambil jurusan kedokteran di rumah sakit
itu. Pasalnya, akreditasi fakultas kedokteran di universitas itu masih terlalu
rendah di bandingkan dengan universitas-universitas lainnya. Karena itulah,
fakultas ekonomi yang merupakan kebanggaan di universitas tersebut dimintai
kerjasamanya untuk memanajemeni rumah sakit itu sehingga dapat beroperasi
dengan baik.
Proyek tersebut sudah berjalan lebih
dari beberapa bulan. Tak hanya meminta beberapa dosen fakultas ekonomi untuk
membantu, bahkan universitas juga merekrut beberapa dokter-dokter ahli,
perawat, dan para staf di bidang kesehatan lainnya. Dengan bantuan dari
beberapa dosen ekonomi yang memberikan konsultasi tentang manajemen rumah
sakit, akhirnya rumah sakit itu dapat beroperasi sedikit lebih baik dari
sebelumnya. Proyek tersebut tak hanya menyibukkan beberapa dosen ekonomi yang
terlibat, tapi mereka juga membuat para asisten dosen juga kewalahan karena
selain turut membantu para atasan mereka, para asisten dosen juga di beri
tanggungjawab untuk menggantikan tugas dosen mengajar di kelas jika mereka
sedang terdapat keperluan yang mendesak.
Salah satu asisten dosen yang juga ikut
sibuk dengan adanya proyek itu adalah Naura dan kelima rekannya. Naura dan
kelima rekannya sibuk lontang-lantung antara rumah sakit dan fakultas ekonomi jika
sedang dimintai pertolongan oleh dosen-dosen mereka. Meskipun tak sesering
mereka menghabiskan waktu di fakultas untuk mengajar di kelas atau mengawasi
mahasiswa dan mahasiswi yang praktikum, tapi setidaknya seminggu dua kali
mereka juga bisa menghabiskan waktu di rumah sakit. Bagi Naura, pekerjaan
utamanya adalah menjadi asisten dosen, dan membantu beberapa staf rumah sakit
yang banyak masih awam tentang manajemen adalah pekerjaan sampingannya.
Sebuah
mobil silver terpakir di parkiran rumah sakit. Daniel keluar dari mobil
itudengan membawa serta beberapa file documen di tangannya. Hari ini adalah
hari dimana dia harus mengumumkan bagaimana hasil kinerja rumah sakit selama
tiga bulan ini. Selain itu, dia yang ditugasi pihak universitas untuk melakukan
seleksi pemilihan direktur rumah sakit yang baru setelah direktur rumah sakit
yang lama masuk penjara karena tindak korupsi yang dilakukannya. Selama tiga
bulan ini, jabatan direktur sementara memang dipegang oleh dirinya sendiri atas
kuasa dari pimpinan universitas. Namun, karena dia juga merupakan pihak yang
sangat berpengaruh bagi keberlangsungan keberadaan fakultas ekonomi di
universitas itu, karenanya dia harus segera menyelesaikan proyek yang itu dan
menyerahkan jabatan yang dikuasakan kepadanya itu.
Beberapa dosen yang turut membantu dalam
proyek itu pun sudah turut berdiri menyambut kedatangannya. Meskipun beberapa
dosen yang lain berusia lebih tua dari Daniel tapi mereka juga menghormati
Daniel seperti yang lainnya. Daniel pun juga menghormat seperti biasanya
meskipun jabatannya lebih tinggi dari dosen-dosen itu, tapi dia masih
menghormati mereka bagaimana mungkin tidak, karena mereka juga merupakan dosen
yang mengajar Daniel dan berpengaruh dalam menjadikan Daniel sebagai sarjana
dan sukses seperti sekarang. Naura dan keempat rekannya pun menunduk menghormat
ketika Daniel datang dan hendak memasuki ruang rapat.
Beberapa dokter-dokter yang baru
direkrut dan dokter-dokter tetap di rumah sakit itu sudah memenuhi ruang rapat.
Dan begitu Daniel masuk acara rapat pun segera dimulai. Namun, Daniel
memperhatikan terdapat sebuah tempat duduk yang masih kosong dan belum terisi.
Dan seolah tahu apa yang ada di pikiran Daniel, seorang dokter yang sudah
senior dan berusia jauh lebih tua dari dokter-dokter yang lainnya itupun
memberi jawaban atas rasa penasaran Daniel.
“Oh,
tempat itu adalah tempat dokter baru saya rekrut professor. Bukankah saya sudah
memberitahu anda sebelumnya..,”
“Oh, ya.. saya belum pernah bertemu
dengannya sebelumnya kecuali melihat wajahnya di foto profilnya,”
“Ah, ma’af kalau dia masih belum menemui
professor. Padahal saya sudah meminta dia untuk menemui anda. Dia memang
orangnya sedikit sudah di atur. Ma’afkan saya professor, dia datang sedikit
terlambat mungkin karena sesuatu hal,” ucap dokter tua yang kerap di panggil
dokter Farhan itu dengan raut muka bersalah.
“Ya, baiklah tak
masalah. Sekarang kita mulai dulu saja rapatnya,”
Acara rapat pun dimulai dengan membahas
hasil kinerja rumah sakit selama enam bulan beroperasi dengan para
pegawai-pegawai barunya itu. Dan setelah usai dengan itu barulah membahas
tentang pengalihan jabatan sebagai direktur dari Daniel ke dr. Handy. Selain
itu juga hendak dilakukan restrukturisasi untuk mengganti ulang semua pimpinan
yang kurang berkompenten agar rumah sakit bisa beroperasi dengan baik. Namun,
tiba-tiba ditengah rapat terdengar ketukan di balik pintu. Dan beberapa detik
kemudian ketukan itu berubah menjadi suara pintu yang terbuka secara perlahan.
“Ma’af
saya terlambat,” ucap seorang lelaki dengan membungkukkan badannya di hadapan
semua orang yang tengah berada di ruang rapat.
Sontak semua orang pun beralih
memperhatikan seseorang yang baru memasuki ruang rapat itu. Lelaki itu berjalan
menuju tempat duduk yang tersisa untuknya. Dokter Farhan memperhatikan lelaki
itu dan melontarkan pertanyaan kepadanya.
“Dari mana saja kau...?” geramnya.
“Ma’af Professor saya terlambat,”
ucapnya pada dokter Farhan dengan seulas senyum di wajahnya. Tak hanya pada
dokter Farhan, lelaki itu pun meminta ma’af kepada semua orang yang berada di
ruang rapat.
“Kenapa kau terlambat sekali. Tak
biasanya kau melakukan hal ini. Dan ada apa dengan pakaianmu?” dokter Farhan
begitu terkejut melihat pakaian lelaki yang sudah dianggapnya seperti anaknya
sendiri itu.
“Apakah ini darah?” tanya dokter Melisa
kepada lelaki yang sebaya dengannya itu.
“Ah, ini,” ucap lelaki itu dengan
memegangi noda di bajunya. “Ya, ini darah. Ma’af saya belum sempat mengganti
pakaian saya karena sudah terlalu terlambat bagi saya untuk menghadiri rapat
ini,”ucap lelaki itu dan melepas jasnya yang penuh akan noda darah hingga
terlihat hanya kemeja biru mudah yang juga terdapat beberapa bekas cipratan
noda darah juga.
“Kenapa? Kenapa ada darah? Apa kau
terluka? Kecelakaan?” tanya dokter Melisa yang sudah terlihat begitu akrab
dengan lelaki itu.
“Ah, tidak, saya tidak
apa-apa..,”
“Lain kali kamu yang serius. Ini
pekerjaan dan bukan main-main. Kamu tahu berapa lama kami menunggumu?” ucap
dokter Handy dengan tegas pada lelaki itu.
“Sudah, sudah kita bahas itu nanti.
Sekarang perkenalkan dirimu pada professor Daniel, bukankah kau belum pernah
menemuinya...,”usul dokter Farhan.
“Baik professor,”
Akhirnya lelaki itupun memperkenalkan
dirinya kepada professor Daniel dan semua dosen fakultas ekonomi yang berada
disana. Setelah mendengar satu kata nama yang terucap dari mulut lelaki itu,
Naura yang sibuk dengan catatan di pangkuannya kini mengalihkan pandangannya
pada sesosok lelaki yang dengan senyuman manis memperkenalkan diri di hadapan
semua peserta rapat. Lelaki dengan tubuh jangkung, mata teduh dan hidung bak
sirip hiu itu pun menyadari bahwa kini
seseorang tengah memandangnya. Tapi tak dihiraukannya orang itu dia mengakhiri
perkenalannya dan segera kembali menduduki kursi di belakangya.
Professor Daniel melihat beberapa berkas
profil dari lelaki yang beberapa detik tadi telah memperkenalkan dirinya.
Kemudian dia meninjau profil lelaki itu di hadapan semua peserta rapat.
“Oh, jadi anda yang bernama Raka Andana
Putra. Jadi, saya harus memanggil anda...,”
“Raka, panggil saja Raka....,” ucap
lelaki itu.
“Ah, baiklah. Berulang kali saya
meninjau profil anda, saya masih tidak percaya jika anda masih begitu muda,”
ucap Daniel. Raka hanya menanggapi pernyataan Daniel dengan senyuman. “Saya
dengar anda seringkali membuat banyak masalah dengan dokter-dokter lainnya di
tempat anda bekerja dulu,” ucapnya kemudian yang membuat semua orang
tercenggang.
“Ah, ternyata anda
sudah tahu hal itu...,”
“Ya, karena anda tidak mau menemui saya,
karena itu saya mencari tahu sendiri tentang anda..,”
“Wah, ternyata keburukan tentang saya
menyebar lebih luas dari yang saya tahu. Jika anda sudah tahu sejauh itu,
lantas kenapa anda tidak menegur saya atau bahkan menolak untuk mempekerjakan
saya sejak awal,”
“Karena rumah sakit ini butuh orang
seperti anda. Karena itu kami mempekerjakan anda dan meninjau kinerja anda
terlebih dahulu. Jika anda tidak mampu memenuhi kualifikasi yang kami harapkan,
maka dengan berat hati kami harus melepas anda. Meskipun resume anda
direkomendasikan sendiri oleh dokter Farhan,” ucap Daniel lugas.
Raka merasa sedikit tersinggung dengan
perkataan Daniel. Pasalnya Daniel secara gamlang menceritakan bahwa sebenarnya
Raka di terima karena Daniel memandang dokter Farhan sebagai dokter senior di
rumah sakit tersebut yang tidak perlu diragukan lagi keahliannya. Namun, dia
bersikap wajar di hadapan semua seolah tak ada sedikitpun kekecewaan karena
secara tidak langsung telah diremehkannya dirinya oleh Daniel di hadapan semua
orang.
*****
Naura masih berdiri di luar ruang rapat
ketika semua orang sudah pergi meninggalkan tempat itu. Dia masih tidak percaya
dengan apa yang dilihatnya tadi, dan dia ingin memastikan sekali lagi bahwa itu
benar-benar seseorang yang dirindukannya. Randy yang melihat Naura masih
mematung disana bertanya kepadanya.
“Sedang apa loe disini? Loe tidak
kembali ke kampus?” tanyanya.
“Ya, sebentar lagi Kak
Randy. Gue masih ada sedikit urusan disini,”
“Ah, baiklah kalau begitu. Gue balik
dulu...,”
Semua dokter dan dosen pun sudah pergi
meninggalkan ruang rapat. Beberapa orang diperhatikannya tapi seseorang yang
dicarinya masih belum keluar dari tempat itu. Setelah ditutupnya pintu ruang
rapat oleh seseorang untuk yang terakhir kalinya barulah Naura tahu bahwa orang
itu adalah seseorang yang di tunggunya.
“Raka...,”
Raka berbalik melihat seseorang di balik
punggungnya yang memanggil namanya. Dia tahu siapa seseorang yang memanggilnya
itu.
“Raka... Kau benar Raka..? Raka Andana
Putra?”
“Ya, benar..,” ucap Raka.
“Kau... masih mengingatku....?” tanya
Naura dengan sedikit ragu.
“Ya, bagaimana mungkin aku melupakanmu,”
ucap Raka. Naura hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Raka itu. “Seseorang
yang telah menghancurkan hidupku. Bagaimana mungkin bisa kulupakan..,” ucap
Raka dengan dinginnya.
Kata-kata yang di ucapkan Raka itu
membuat Naura seakan dimasukkan ke dalam air es di Kutub Selatan. Seketika
sekujur tubuhnya membeku. Dan mulutnya membisu hingga tak mampu berucap satu
katahpun. Dari kejauhan seorang perawat meneriakkan nama Raka. Hingga tatapan
dingin Raka terhadap Naura teralihkan untuk melihat seseorang yang meneriakkan
namanya.
“Ada apa?”
“Pasien yang dokter bawa tadi tiba-tiba
dalam kondisi kritis..,” jelas perawat itu.
Tanpa pikir panjang Raka meninggalkan
Naura di depan ruang rapat untuk mengikuti suster itu. Naura hanya mematung
melihat punggung Raka telah menjauh dari pandangannya. Terlihat jelas wajah
sedih menghiasi wajah imutnya itu. Langsung dilangkahkannya kakinya menjauh
pergi dari rumah sakit dan kembali ke kampusnya untuk bekerja dan mengikuti
kuliah karena sedang ada mata kuliah S2 yang harus ditempuhnya hari ini.
*****
0 comments:
Posting Komentar