Jumat, 13 Juli 2018

Empat

Edit Posted by with No comments


Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am home again
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am whole again
~Love Song, Adele~
   Rumah sakit sangat sibuk di malam hari ini.Terdapat begitu banyak korban kecelakaan di ruang UGD yang membuat semua dokter jaga sibuk termasuk juga dengan para perawatnya.Para residen pun ikut andil dalam membantu para korban tersebut pasalnya tidak cukup dokter yang mampu menangani semua itu mengingat jam sudah menunjukkan tengah malam.Raka sibuk memeriksa para pasien itu dan memerintahkan beberapa residen dan suster untuk menyiapkan ruang operasi karena operasi darurat harus dilaksanakan untuk salah seorang korban yang menderita cukup parah. Beberapa jam kemudian keadaan ruang UGD sudah kembali stabil sementara Raka masih bergelut di ruang operasi untuk menyelamatkan salah seorang korban yang terluka cukup parah itu.
   Operasi berjalan lancar dan dia memerintahkan suster dan residen yang ikut dalam operasi tersebut untuk memindahkan pasien ke ruang ICU.Sementara yang lainnya sibuk memindahkan pasien Raka membersihkan lengannya dari lumuran darah dan bergegas berganti pakaian. Di ambilnya ponsel dalam sakunya dan dilakukannya panggilan pada seseorang di seberang sana.
“Hallo..,” ucapnya.
“Ya, ada apa? Loe tau ini jam berapa?”
“Sorry, gue ganggu loe. Loe sedang tidur?”
“Ya, iyalah. Ini sudah lewat tengah malam,”
“Ya, sudah kalau gitu. Tidur lagi gih, gue cumin mau ngasih tau loe kalau gue gak pulang malamini,”
“Kenapa?Ada masalah?”
“Ya, banyak korban kecelakaan yang di rawat di ruang UGD. Jadi gue harus menginap di sini untuk memantau keadaan mereka jika tiba-tiba terjadi masalah,”
“Ya, baiklah kalau begitu.Loe dokter yang hebat, ngapain loe malah milih bantu-bantu di ruang UGD. Pekerjaan disana pasti tak akanada habisnya,”
“Tapi, gue suka. Gue suka kalau gue sibuk..,”
“Gue tau alasan loe buat nyibukin diri.Sudahlah gue ngantuk nieh. Besok gue ada kuliah pagi,”
“Ya, baiklah.Tidur lagi deh. Sorry udah gangguin loe,”
*****
   Usai mengganti pakaiannya, Raka memantau keadaan ruang UGD.Dan semua sudah dapat di atasi hingga sudah kembali pada keadaan stabil.Tapi, tiba-tiba seorang wanita datang dengan menggandeng seorang wanita lainnya di sampingnya. Wanita itu mengenakan kaus longgar dan jins dengan rambut yang acak-acakan. Wajahnya tampak ketakutan dan khawatir.Dengan tergesa-gesa dia membopong wanita lainnya yang mengenakan piyama biru muda.Wanita yang dibopong itu terlihat sangat pucat pasi.Keringat dingin membasahi tak hanya keningnya tapi juga seluruh wajahnya. Meskipun tak dapat terlihat dengan jelas karena wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang terurai, tapi dapat di tebak bahwa sang wanita yang inilah yang membutuhkan pertolongan.
   Wanita berkaus longgar itu meninggalkan wanita itu di tempat duduk sementara dia mengurus administrasi.Tapi, sang wanita berpiyama itu bahkan tak mampu untuk menopang tubuhnya sendiri hingga dia terjatuh pingsan.
“Astaga, dia pingsan..,” seru seorang perawat.Wanita yang tengah sibuk mengurus administrasi itu pun kalang kabut tak karuan saking terkejutnya.
Sementara itu, Raka yang tengah berada di tempat perawat untuk memeriksa catatan beberapa pasien itu berlari untuk menolong gadis yang pingsan tak jauh beberapa langkah darinya itu.Di gendongnya gadis itu menuju salah satu ranjang di ruang UGD. Semua ranjang di ruang itu sudah penuh dan tak ada pilihan lain selain membawa gadis itu ke salah satu ruang inap pasien. Wanita berkaus longgar itupun hanya mengikuti kemana temannya itu dibawa dengan di ikuti pula oleh beberapa residen dan suster.Raka masuk ke ruang 205 dan membaringkan gadis itu di ranjang pasien.Di singkirkannya rambut gadis itu yang menutupi wajahnya.Dan ketika dia melihat wajah gadis itu, dahinya berkerut dan nafasnya tercekat.
“Naura…,” desahnya.Setelah itu, dia pun mulai memeriksa gadis itu. Beberapa residen di suruhnya untuk memasang infuse pada sang gadis sementara Raka berbicara dengan teman Naura.
“Bagaimana keadaan teman saya dok?” Tanya sang gadis berkaus longgar.
“Sudah tidak apa-apa, sebentar lagi dia akan sadar.Dia menderita usus buntu, dan harus segera di operasi karna takutnya seperti saat ini, dia tidak akan sanggup untuk menahan rasa sakitnya,” jelas Raka.
“Ah, usus buntu. Tapi, bagaimana ya, orang tuanya sedang berada di luar kota. Bukankah harus mendapat persetujuan walinya untuk melakukan operasi?”
“Iya anda benar,”
“Saya, tidak cukup berani untuk bertindak sebagai walinya. Saya takut…,”
“Ini hanya operasi ringan saja. Kau tak perlu khawatir..,”
“Masalahnya saya tidak ada biaya untuk…,”
Raka mengerti tentang apa yang hendak dikatakan gadis itu dan diapun dapat menebaknya. “Baiklah kalau begitu, saya saja yang akan menjadi walinya dan membayar dulu semua biaya operasinya,” ucap Raka kemudian.
Sang gadis tercenggang tak percaya.Berulang kali dia mengucap terima kasih pada Raka serta meminta ma’af karena telah merepotkan Raka.Maklumlah, sebagai mahasiswi dia tak punya cukup uang untuk membayar biaya operasi Naura, begitu pula dengan Naura sendiri.Menghubungi orang tua Naura disaat seperti ini juga bukanlah ide yang bagus. Pasalnya ibu Naura menderita penyakit jantung, jika saja dia mendengar putrinya akan segera di operasi meskipun itu operasi ringan, ibunya pasti akan benar-benar shock dan kaget, pasalnya Naura adalah putri semata wayangnya yang sangat dicintainya. Beberapa menit kemudian Naura pun sadar.
“Kau sudah sadar?” Tanya sang gadis berkaos longgar itu.
“Hmm,,” jawab Naura dengan lemas.
“Kau sakit usus buntu, dan besok harus segera di operasi,”                          
“Apa? Tapi kau..,”
“Tenang saja aku tak memberitahu ibumu jadi jangan khawatir,”
“Lalu biayanya…?”
“Kau tak perlu khawatir soal itu, hanya saja kau harus berjanji akan sembuh…,”
Naura mengangguk dengan lemah.“Ma’af, telah membuatmu cemas..,” ucap Naura dengan perasaan bersalah.
“Ya, tak apa.Harusnya kau tak sering makan pedas.Kau tahu betul bahwa perutmu tak bisa untuk itu.Awas aja kalau setelah ini kau melakukan hal itu lagi..,” ucap gadis itu dengan tersenyum kecil. Naura pun tersenyum di depan gadis itu. “Oh, astaga..!!!” pekik gadis itu.
“Ada apa?”Naura terkejut.
“Gue lupa mengunci rumah kontrakan.Waduh bagaimana ini? Tadi buru-buru sih, jadi lupa..,”
“Ya sudah kalau begitu, pulanglah..,”
“Tapi, loe sendiri disini?”
“Jangan khawatir ada banyak suster yang akan menjagaku disini. Lagipula bukankah loe ada penelitian besok pagi..,”
“Iya sih. Dan gue gak bisa nemenin loe sampai loe selesai operasi,”
“Tak apa,”
“Apa perlu gue nelpon David buat ngejagain loe malam ini?”
“Gak usah. Kasihan dia akhir-akhir ini gue selalu ngerepotin dia,”
“Ya, sudah kalau begitu. Besok pagi saja gue suruh dia ke rumah buat ambil pakaian loe dan nemenin loe operasi,”
“Hmm…,” ucap Naura dengan mengangguk kecil. “Clara..,”
“Ya..,”
“Thanks,”
“Loe bicara apa,” ucap gadis itu sembari tersenyum dan pergi meninggalkan Naura meski masih dalam perasaan cemas.
*****
   Raka tak bisa memejamkan matanya.Dia masih kepikiran Naura.Malam ini Naura pasti merasa sangat kesakitan.Dan dia tak bisa membayangkan seberapa menderitanya gadis itu sendirian.Dari meja kerjanya dia berjalan kembali ke ruang pasien nomor 205.Di bukanya kamar itu dan tak ditemukannya gadis yang tadi.Sementara itu, Naura terkejut bukan main melihat dokter muda yang datang itu.
“Kakak..,” ucapnya.
Raka menolehkan pandangannya tepat ke arah Naura.“Mana temanmu?” tanyanya.
“Ah, aku menyuruhnya pulang,”
“Kenapa?”
“Dia itu ceroboh.Saking cemasnya saat membawaku ke rumah sakit tadi dia lupa menutup pintu rumah.Lagi pula besok dia ada observasi ke luar kota jadi aku menyuruhnya pulang,” jelas Naura dengan riang meskipun dia harus mencoba menahan rasa sakitnya.“Kau sedang berjaga malam ini?” Tanya Naura.
Raka hanya tak menanggapi senyuman ataupun pertanyaan Naura.Dia memalingkan pandangannya dari Naura yang terbaring lemas itu.Kemudian dia berucap kecil.“Apakah itu sakit..,” tanyanya.
Naura tak menjawab, dia tak mampu untuk melontarkan lagi seuntai katapun karena kesakitan tiba-tiba menderanya.Raka yang hendak berjalan pergi itu kini membalikkan punggungnya dan kembali memandang ke arah Naura.Naura memegangi perutnya yang melilit sakit.Keringat dingin kini kembali membasahi keningnya.Raka kini mendekat dan berada di samping ranjang Naura.“Apakah itu sakit..?” tanyanya lagi.
“Hmm…,” ucap Naura dengan anggukan.Mata Raka berkaca-kaca melihat gadis itu melilit kesakitan.Dilepaskannya jas dokter yang dikenakannya kemudian dia berbaring di samping gadis itu.
“Pasti sangat sakit,” desahnya.Di raihnya Naura dalam pelukannya dan disandarkannya kepala gadis itu pada dadanya yang bidang.Naura menerima pelukan itu dan melingkarkan tangannya ke punggung Raka yang kini berbaring tepat di hadapannya yang tidur menyamping.Dipereratnya lingkar tangannya itu dan berbisik kecil.“Ya, ini sakit.Tapi tak sesakit luka yang pernah ku buat untukmu,” ucap Naura. Raka dapat merasakan beberapa tetes air mata Naura kini menetes di dadanya. “Terima kasih, kak Raka,” ucap Naura sembari menenggelamkan kepalanya di dada Raka.Raka mempererat pelukannya pada gadis itu.Dagunya menyentuh lembut rambut Naura yang berurai.“Tidurlah, aku akan berada disampingmu malam ini..,” bisik Raka. Dan akhirnya keduanya pun memejamkan mata meskipun dalam perasaan yang masih tak karuan namun satu hal yang membuat Naura bahagia, karena di saat dia sakit ada Raka yang setidaknya dapat mengurangi rasa sakit yang dideritanya dan dia sangat bersyukur untuk itu.
*****
   Sebelum ke kantor, Daniel langsung bergegas pergi ke rumah sakit untuk melihat Naura setelah Randy memberitahunya bahwa Naura sedang di rawat di rumah sakit dan akan menjalani operasi pagi ini. Dengan menjinjing tas hitamnya Daniel bertanya pada resepsionist dimana pasien bernama Naura di rawat. Setelah mendapat jawaban dia langsung bergegas menuju kamar dengan nomor 205 itu.Di bukanya pintu ruang kamar itu dan bertapa terkejutnya ketika dia melihat pemandangan di depannya.
“Apa yang kalian lakukan?” pekiknya.
Raka dan Naura mendengar suara itu dan terbangun dari tidurnya.Di lepaskannya pelukannya pada Naura dan begitu pula sebaliknya dengan Naura.Raka melihat seseorang berdiri dengan wajah geram ke arahnya.Ia pun bangun dan terkejut sama terkejutnya dengan Naura yang juga melihat siapa gerangan yang membangunkan tidurnya.
“Professor..,” ucapnya.
Raka bangun dan turun dari ranjang sementara Naura tetap berada di ranjangnya dan kini terduduk diam melihat professornya marah.Berbagai caci dan maki di lontarkan oleh Daniel kepada Raka tanpa memandang Naura sedikitpun.
“Dokter Raka, apa yang anda lakukan? Apa ini yang dilakukan oleh seorang dokter? Apa anda memperlakukan semua pasien anda seperti itu? Apakah anda dokter yang amoral seperti ini?” ucapnya panjang lebar.Sementara Raka tak menanggapi sedikitpun pertanyaan ataupun bahkan hinaan dari professor Daniel. Di sisi lain Naura juga tak dapat member pembelaan pada lelaki yang di cintainya itu. Dia hanya meneteskan air mata yang tak kunjung berhenti.
   Seseorang memasuki ruangan dan menatap geram semua orang yang berada di sana. Di jatuhkannya tas yang berisi beberapa pakaian di dalamnya. Melihat professor Daniel memaki-maki lelaki di samping Naura membuatnya kesal.
“Lalu bagaimana dengan anda?” ucapnya.
Professor Daniel berbalik mencari suara itu.Dan tepat di balik punggungnya berdiri David yang tengah menatapnya dengan geram.Tas biru yang semula berada di genggaman David kin berangsut turun ke lantai.
“Lalu bagaimana dengan anda?Apakah wajar seorang dosen mengunjungi mahasiswinya di rumah sakit pagi-pagi buta begini?” ucapnya.
Daniel terdiam, tak sepatah katapun dapat di ucapkannya dari mulutnya yang sejak tadi tak henti-hentinya melontarkan hinaan pada Raka.
“Operasinya dilaksanakan jam 08.00 nanti. Jadi, tak ada alasan bagi anda untuk disini pagi-pagi begini..,” ucap David.
   Professor Daniel yang tak mampu berkata-kata apa-apa pun akhirnya meninggalkan ruangan itu dengan perasaan tidak puas.Ditutupnya pintu kamar rawat Naura itu dengan keras.Dan beberapa detik kemudian tak terlihat lagi batang hidung professor Danie.
“Dav, gue…,” Naura mencoba menjelaskan tapi David tak menanggapinya.Sebalinya dia hanya menatap Raka yang masih berdiri di samping ranjang Naura.
“Sebaiknya anda pergi.Bukankah anda harus menyiapkan opersi?” ucap David pada Raka.
“Ya,” ucap Raka sembari melangkah menuju pintu.“Dokter Melisa yang akan melakukan operasinya..,” ucapnya yang kemudian menghilang di balik pintu.
   David duduk dengan lemas di samping ranjang Naura.Dia terdiam dan tak berkata apa-apa.Sementara Naura merasa sangat bersalah pada lelaki itu.Meskipun tidak ada hubungan yang special di antara mereka berdua Naura tahu betul bahwa David menyukainya dan dia telah melukai hati lelaki yang sudah sangat baik terhadapnya itu.
“Dav, ma’afin gue…,”
“Kenapa?Kenapa harus minta ma’af?”
“Karena…..,” ucap Naura yang terputus karena pertanyaan David yang dilontarkannya bersamaan dengan perkataan dirinya sendiri.
“Apa dia orangnya?” Tanya David.
“Mak…maksudmu…?”
“Apa karena laki-laki itu, kau tidak mau menerimaku.Atau bahkan menolak untuk menerima laki-laki lainnya?”
“Dav, itu….,”
“Sudahlah, beristirahatlah sebentar.Beberapa jam lagi kau harus bersiap untuk menjalani operasi,” ucap David yang kemudian meninggalkan ruangan setelah memasangkan selimut di tubuh Naura.
*****
   David mengambil ponsel yang berada di saku celananya. Dibukanya flip ponsel itu dan dicarinya nama yang tertera di kontaknya. Setelah ditemukannya dilakukannya panggilan pada tulisan Sohibku yang tertera di wallpaper ponsel itu.
“Loe dimana?”
“Perjalanan pulang,”
“Loe gak mau nemenin dia sampai operasinya selesai?”
“Nggak, bukankah sudah ada loe. Dia akan baik-baik saja meskipun tanpa gue,”
“Baiklah,” ucap David sembari hendak mengakhiri panggilan tapi seseorang di seberang sana membuatnya mengurungkan niatnya beberapa detik.
“Dav..,”
“Ada apa?”
“Sorry..,”
“Untuk apa?”
“Untuk yang tadi,”
“Seharusnya loe bisa lebih berhati-hati. Bukankah sudah pernah gue bilang bahwa saingan loe nggak hanya gue aja,”
“Ya, gue bener-bener minta ma’af. Dan..thanks, karna loe setidaknya gue tak mendengar penghinaan yang lebih menyakitkan dari yang tadi..,”
“Loe nggak harus ngucapin itu.Meskipun kita bersaing loe masih sohib gue. Dan gue nggak mau sohib gue di hina tanpa alasan yang jelas,”
*****



  





0 comments:

Posting Komentar