Cinta
itu tak masuk akal…
Semakin kau mencintai seseorang semakin pikiranmu menjadi tak
rasional.
Cinta
itu memberi orang kekuatan untuk menghancurkanmu
~New Moon, Stephanie Meyer~
Waktu
berlalu begitu cepat seolah tlah meninggalkan semua kenangan masa lalu dengan
rentetan peristiwa yang baru.Semua hal berubah sejalan dengan bergantinya waktu
tapi hanya satu hal yang tidak. Perasaan! Biarpun waktu berjalan cepat dan
merubah semuanya tapi waktu tak pernah dapat merubah perasaan manusia. Rasa
sakit itu masih menganga dalam hati dan tak tersembuhkan tak peduli berapa lama
waktu melaju.Naura melamun di perpustakaan dengan setumpuk buku
disana.Pikirannya tak pernah berhenti untuk memikirkan laki-laki itu. Betapa
senangnya dia bisa melihat kembali lelaki yang pernah dicintainya dan akan
selalu dicintainya itu. Tapi disisi lain, dia sadar lelaki itu kini bukan
miliknya lagi. Sejak memutuskan untuk melepaskan lelaki itu beberapa tahun yang
lalu dia tahu tak pantas lagi bagi dirinya untuk memikirkan lelaki itu terlebih
untuk berpikir tuk dapat bersama dengannya kembali.
Naura sadar,
ada luka yang tak kan tersembuhkan bahkan oleh waktu. Dan itu adalah luka yang
dibuatnya untuk lelaki itu.Setetes air mata tiba-tiba membasahi pipinya yang
putih mungil itu. Entah anginkah yang menjatuhkannya?Ataukah kesedihan yang
teramat dalam yang membuat cairan bening itu menggenang di pelupuk matanya dan
kini jatuh membasahi pipinya.
“Loe disini?”Suara seseorang membuyarkan
lamunannya.Naura menoleh mencari datangnya suara itu.Dia pun tersenyum simpul
ketika mendapati David kini menuju ke meja dimana dia menghabiskan beberapa
waktu luangnya di meja perpustakaan.
“Iya…,” ucapnya.
“Gue cari loe di kantor asisten tapi loe nggak ada. Ya
udah gue langsung kesini deh..,”
“Oh..kenapa loe
nggak telpon gue aja..,”
“Nggak ah, ntar habis pulsa gue..,” ucap David sambil
terkekeh.
“Sejak kapan loe
sayang ama pulsa loe..,”
“Ya..sejak loe jadi seperti ini. Suka diem sendiri,
suka gak angkat telpon dan kadang suka ngehindar dari gue..,”
“Uppss..sorry.
Sebenarnya gue..gue… gak bermaksud untuk…,”
“Loe lagi ada masalah?”
Mata Naura terbelalak melihat David yang kini
menatapnya.Pikirnya bertanya-tanya taukah lelaki yang kini berada di hadapannya
itu bahwa beberapa saat lalu matanya meneteskan air mata. Taukah lelaki itu
bahwa pikirnya selalu memikirkan hal lain bahkan saat mereka sedang bersama.
Naura tahu cepat atau lambat David akan curiga dengan perubahan sikapnya. Tapi,
untuk menceritakan segalanya pada lelaki itu dia tak sanggup. Dia tak sanggup jika
harus kembali melukai orang lain. David terlalu baik untuknya dan Naura tahu
betul bahwa lelaki itu tetap mencintai dirinya meskipun tak pernah terbalaskan.
Lantas apa yang harus dilakukannya terhadap lelaki bermata teduh itu?
Diambilnya nafas dalam-dalam dan dikumpulkannya keberaniannya.Dia sudah
memutuskan, walaupun dia harus melukai lelaki itu, walaupun dia harus
kehilangan lelaki itu pada nantinya.Tapi, harus diceritakannya kebenaran
itu.Kebenaran perasaannya sendiri dan alasan kenapa bahkan sampai sekarang dia
tak bisa menerima perasaan David.
“Dav, gue… Ada
yang pengen gue ceritakan sama loe…,”
“Tentang apa?Apa loe masih merasa sakit setelah
operasi beberapa minggu lalu?”
“Bukan, bukan
itu….,”
“Ini..ini tentang gue. Tepatnya tentang gue dan Raka.
Ada hal yang mesti loe tahu tentang gue dan dia karna gue gak ingin nyembunyiin
apapun dari loe..,”
“Naura, gue tahu gak ada yang terjadi antara loe dan
dia waktu itu. Dan gue percaya sama loe..,”
“Bukan, ini bukan karena saat itu.Bukan karna Raka memeluk
gue di rumah sakit. Tapi, ini tentang masa lalu kami,”
“Maksud loe..?”
“Gue dan Raka
sebenarnya sudah saling kenal dari dulu..,”
“Maksudnya loe dan dia pernah pacaran…?”
“Dia bukan hanya pernah menjadi sekedar pacar bagi
gue. Lebih dari itu, dia sudah seperti kakak gue, ayah gue dan pelindung gue
saat gue jauh dari orang tua gue..,”
“Terus, jika hubungan kalian dulu sedekat itu, kenapa
sekarang kalian bahkan seperti orang asing?”
“Karna..karna gue membuat kesalahan yang tak pernah
bisa terma’afkan olehnya. Gue meninggalkannya…,”
Naura
menceritakan segalanya pada David. Dia tak peduli lagi sekalipun setelah semua
itu David akan pergi meninggalkannya. Setidaknya dia telah menceritakan
kebenaran pada lelaki yang selalu ada untuknya itu.
*****
Raka duduk di
sofa dengan sederet buku-buku dan leptop yang masih menyala. Dipelajarinya dan
diperhatikannya berkali-kali CT Scan pasien yang akan di operasinya esok hari.
Namun perhatiannya teralihkan ketika terdengan pintu terbuka dari luar. David
langsung masuk tanpa salam. Direbahkannya tubuhnya di sofa tepat di samping
Raka.
“Kenapa loe.Wajah loe pucet banget.Loe sakit?”
“Apa semua dokter begitu?”
“Maksud loe..?”
“Tiap kali loe liat orang dengan wajah pucat apa
selalu karna orang itu sakit?”
“Nggak juga sih itu cuman hipotesis gue aja.Emangnya
loe kenapa?”
“Gue sudah denger semuanya..,”
“Apa?”
“Tentang loe dan Naura..,”
“Oh..,”
“Hmm.. apa respon loe selalu begitu. Cuman kata
“oh”..?”
“Lantas gue harus bilang apa selain “oh”.. Apa loe mau
gue bilang “wow “ gitu?”
“Dasar loe tuh.Awalnya gue gak percaya semua cerita
loe. Tapi, ketika dia bercerita sama gue, gue tahu semua yang loe bilang bener.
Dia mengakui kalau semua itu karna kesalahannya,”
“Sudahlah gue gak mau bahas soal itu lagi. Semuanya
sudah berlalu dan gue gak mau memikirkan hal itu lagi,”
“Jangan mencoba membohongi gue dengan mengatakan hal
itu. Kalau loe memang sudah gak ingin mikirin dia lagi, apa alasan loe
menyetujui permintaan gue untuk kembali,”
“Itu…,”
“Loe tahu betul bahwa loe masih menyukainya kan?”
“Jangan berkata seolah loe tahu segalanya tentang gue.
Ini masalah gue dan hanya gue yang tahu soal itu..,”
“Jika memang loe tahu tentang hal itu, apa loe tahu
alasan kenapa dia melakukan hal itu?Apakah loe percaya saat dia mengatakan
bahwa dia tidak bisa mempercayaimu lagi dan lebih baik berpisah daripada
terluka.Gue yakin loe gak percaya hal itu. Kalian tumbuh bersama dan saling
mengetahui satu sama lain. Dan kalian berpisah hanya karna..,”
“Gue memang gak mempercayainya.Dia tahu kalau bukan
gue yang ngelakuin hal itu pada Raysa.Tapi, gue gak bisa menghentikannya.Gue
gak bisa menghentikan jika dia ingin ninggalin gue. Tidak, tidak,, gue bahkan
gak mau buat menghentikannya..,”
“Kenapa?”
“Gue menghargai keinginannya.Kami sudah tumbuh bersama
cukup lama dan mungkin ada kebosanan saat dia bersama gue. Jadi, gue
melepasnya..,”
“Loe biarkan dia pergi walaupun alasan dia
meninggalkan loe belum loe ketahui..,”
“Iya…,”
“Bulshitt… Loe hanya berpikir dari sisi loe saja. Loe
tidak pernah berpikir dari sisinya..,”
“Lantas gue harus bagaimana?Dia menyuruh gue menikahi
Raysa. Dan bahkan dia berlutut di hadapan gue….!!!”
“Raka…,”
“Loe gak pernah tau bagaimana gue harus menghadapi
semua itu. Wanita yang gue cintai menyuruh gue menikah dengan orang lain dan
mengakui perbuatan yang tidak pernah gue lakukan terlebih lagi dia berlutut di
hadapan gue. Jika loe jadi gue apa yang loe lakuin. Apa loe akan tetap biarkan
wanita yang membuat hidup loe serasa di neraka tetap berada di samping loe…?”
“Hanya ada cinta di dalam kebencian dan begitupun
sebaliknya.Loe membencinya karna loe masih menyukainya.Jadi, tidakkah lebih
dari loe ingin membecinya seumur hidup loe, bukankah lebih penting buat loe
untuk mengetahui alasan dia meninggalkan loe?Dan alasan perceraian loe dengan
Raysa, bukankah karna loe masih berharap agar bisa bersama dia kembali?”
“Dav..,”
“Gue tahu loe terluka karna Naura.Tapi, loe juga salah
karna tak pernah mau untuk mencari alasan wanita itu meninggalkan loe.Loe tak
mau mencarinya hanya karna loe gak mau terluka lebih dalam lagi.Apakah gue
salah?”
Raka hanya terdiam mendengar perkataan David.
“Loe memang sahabat gue. Dan gue juga tahu bahwa
wanita itu bersalah sama loe. Tapi, satu hal yang perlu loe tahu. Gue akan
selalu berada di sampingnya. Sorry, jika gue terlampau egois…,” ucap David
sembari meninggalkan sofa ruang tamu menuju ke kamar tidurnya.
*****
Raka termenung
masih di sofa ruang tamu.Dia tahu bahwa semua yang dikatakan David benar.Dia
tak pernah mencari tahu alasan kenapa Naura melakukan semua itu.Dia memang tak
ingin mencari tahu hal itu karna tak ingin terluka lebih dalam.Dia tahu
sepenuhnya perpisahan saat itu bukan hanya karna kesalahan Naura.Tapi, juga
karna kesalahannya sendiri yang membiarkan Naura pergi meninggalkannya tanpa
pernah ada usaha untuk mencari tahu alasan sebenarnya gadis itu
meninggalkannya.Memikirkan semua itu dia tahu tak mungkin baginya untuk
bertanya pada Naura.Hubungan mereka kini tak lebih hanya seperti orang asing.
Kini yang terlintas dalam pikirannya hanya satu nama. Di ambilnya ponselnya di
meja dan dilakukannya panggilan pada sebuah nama. Tertera nama Raysa di
wallpaper ponsel itu.
“Hallo…,”
“Raysa..,”
“Ya. Ada apa Ka? Tumben nelpon..,”
“Ada sesuatu hal yang pingin gue tanyain sama loe..,”
“Tentang apa?”
“Nanti gue kasih tau setelah kita ketemu. Loe lagi ada
waktu kan? Atau..,”
“Oh, ya aku lagi gak sibuk kok.Kebetulan Aurora juga
sedang di rumah neneknya jadi tak masalah.Dimana kita akan bertemu?”
“Di cafĂ© tempat biasa..,”
“Baiklah ntar gue kesana…,”
“Tut..tut..tut…
*****
Blue’s Cafe, di tempat
itulah Raka berjanjian untuk bertemu dengan Rasya. Dia datang lebih awal 10
menit dari pada Raka. Dia melambaikan tangannya kepada Rasya yang mengenakan
dress warna merah hati dengan rambut sebahunya yang dibiarkan terurai seperti
biasa.
“Hai,
Ka...,” Ucapnya sembari tersenyum dan melambaikan tangan pada Raka yang telah
duduk dan menyeruput coffelatte yang telah di pesannya.
“Oh,
Hai...,” Balas Raka. “Mau pesan apa?” tanyanya.
“Em...cappucinno
saja...,” ucap Rasya dan beberapa menit kemudian Raysa pun telah dapat
menikmati minumannya. “Ada perlu apa, loe ngajak gue ketemuan?”
“Ngomong-ngomong
loe gak ngajak Aurora?”
“Oh,
gue titipin sama neneknya. Trus loe mau ngomong apa ke gue, ada yang penting
kah?”
“Iya
ini sangat penting...,”
“Tentang
apa?”
“Tentang
alasan Naura ninggalin gue dulu....,”
Raysa
tersedak mendengar perkataan Raka. Dia terkejut setengah mati dibuatnya.
“It...itu
sudah lama berlalu, kenapa loe mengungkit lagi tentang masalah itu sekarang..?”
“Karena...karena
gue pingin tahu. Selama ini gue gak pernah nyari tahu alasan dia ninggalin gue.
Kalau bener itu karna dia sudah bosen sama gue, gak mungkin sampai sekarang dia
bahkan masih belum dapat membuka hatinya untuk orang lain. Raysa jawab gue
dengan jujur, apakah loe tahu alasan dia ninggalin gue..?”
“Raka, gue.....gue.....,”
“Gue
tahu loe sahabatnya. Loe juga sahabat gue. Jadi loe pasti tahu alasan dia
ninggalin gue. Jadi gue mohon beritahu gue apa alasan dia ninggalin
gue...?”Ucap Raka dengan mata berkaca-kaca.
Hening
seketika.
“Ma’afin
gue...,”Ucap Raysa tiba-tiba dengan mata yang juga berkaca-kaca. Dengan air
mata yang tlah menetes menuruni pipinya.
“Kenapa? Kenapa loe minta
ma’af....,”
“Ma’afin
gue. Ini semua karna gue....,” Raysa kini tak mampu membendung air matanya yang
telah jatuh.
“Kenapa?
Kenapa karna loe. Apa yang sudah loe lakuin sampai dia mutusin untuk ninggalin
gue?”
“Gue....gue minta dia relain loe
buat gue...,”
“Apa??”
ucap Raka dengan kening berkerut karna keterkejutannya.
“Iya
Raka. Waktu tahu gue hamil dan pacar gue gak mau tanggung jawab gue gak ada
pilihan. Gue takut buat gugurin kandungan gue dan yang terlintas di otak gue
adalah loe Raka. Gue butuhin loe, buat ada disisi gue dan buat tanggung jawab
atas apa yang tidak loe lakuin. Tapi gue tahu loe gak bakalan mau nikahin gue
untuk memberi status bagi anak gue. Karna itu gue memohon pada Naura buat dia
relain loe untuk gue dan meminta loe buat nikahin gue. Gue percaya kalau Naura
yang meminta pasti loe mau,”
“Raysa
loe... Loe tahu kalau Naura gadis yang baik. Loe tahu kalau dia sangat
menyayangi loe sebagai sahabatnya dan bahkan dia sudah nganggep loe sebagai
saudaranya sendiri. Tapi loe...loe malah.... Loe manfaatin kebaikan dia...,”
ucap Raka kini dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya. Bibirnya bergetar tak mampu menahan kesedihan
yang tiba-tiba menyeruak.
Ini
kedua kalinya Raka menangis. Pertama saat Naura pergi meninggalkannya. Dan
kedua sekarang, karna dia tahu alasan sebenarnya kenapa gadis itu
meninggalkannya. Dia tahu betapa baiknya hati Naura, dan bahkan terlampau baik.
Dia tak segan untuk mengorbankan dirinya untuk orang lain dan dia sudah cukup
kenal dengan sifat dan kelakuan Naura yang seperti itu. Tapi, tak dapat
dipercaya bahwa dia bahkan meninggalkannya karna hal itu. Karna dia tak bisa membiarkan
sahabatnya menderita.
“Raka
ma’afin, gue. Gue yang ngerusak hubungan loe dengan Naura. Gue memang bukan
sahabat yang baik bagi loe berdua. Gue minta ma’af, gue ngerasa sangat
bersalah...,”
“Karena
itukah loe minta bercerai dari gue. Karna loe gak bisa hidup terus-menerus
dalam rasa bersalah...?”
“Iya.
Sebelumnya gue membutuhkan loe. Gue butuh loe untuk memberi status bagi anak
gue. Gue membutuhkan loe dan gue mulai mencintai loh. Tapi gue tahu, hati loe
gak mungkin untuk gue sampai kapanpun. Karna itu, karna itu gue lepas loe.
Supaya loe bisa bebas, dan kembali dengan Naura suatu saat nanti. Gue gak mau
sepanjang hidup loe, loe akan nyalahin Naura,”
“Terlambat
Raysa, loh sudah terlalu banyak memberi kesakitan pada gue dan Naura. Loe
menghancurkan mimpi-mimpi yang telah gue bangun dengan Naura. Loe....
Sudahlah...,”
“Raka,
loe sekarang sudah ketemu sama dia. Loe bisa balikan lagi sama dia...,”
“Tidak
semudah itu, semuanya tidak semudah yang kau katakan. Kami sudah lama terpisah
dan pasti akan sulit untuk kembali..,”
“Tapi bukankah loe dan Naura masih
sangat mencintai...,”
“Sekalipun
begitu, gue masih tidak bisa mengerti dengan Naura. Sebesar itukah rasa
sayangnya ke loe hingga mengorbankan
gue. Mengorbankan cintanya sendiri terhadap gue, gue tetap saja masih belom
bisa ma’afin Naura atas keputusannya itu,”
“Raka.......,”
“Sudahlah
gue pergi dulu...,” ucap Raka kemudian sembari meninggalkan Raysa yang masih
duduk di cafe tersebut.
*****
0 comments:
Posting Komentar