Jumat, 13 Juli 2018

Lima

Edit Posted by with No comments


Cinta itu tak masuk akal…
Semakin kau mencintai seseorang semakin pikiranmu menjadi tak rasional.
Cinta itu memberi orang kekuatan untuk menghancurkanmu
~New Moon, Stephanie Meyer~
   Waktu berlalu begitu cepat seolah tlah meninggalkan semua kenangan masa lalu dengan rentetan peristiwa yang baru.Semua hal berubah sejalan dengan bergantinya waktu tapi hanya satu hal yang tidak. Perasaan! Biarpun waktu berjalan cepat dan merubah semuanya tapi waktu tak pernah dapat merubah perasaan manusia. Rasa sakit itu masih menganga dalam hati dan tak tersembuhkan tak peduli berapa lama waktu melaju.Naura melamun di perpustakaan dengan setumpuk buku disana.Pikirannya tak pernah berhenti untuk memikirkan laki-laki itu. Betapa senangnya dia bisa melihat kembali lelaki yang pernah dicintainya dan akan selalu dicintainya itu. Tapi disisi lain, dia sadar lelaki itu kini bukan miliknya lagi. Sejak memutuskan untuk melepaskan lelaki itu beberapa tahun yang lalu dia tahu tak pantas lagi bagi dirinya untuk memikirkan lelaki itu terlebih untuk berpikir tuk dapat bersama dengannya kembali.
   Naura sadar, ada luka yang tak kan tersembuhkan bahkan oleh waktu. Dan itu adalah luka yang dibuatnya untuk lelaki itu.Setetes air mata tiba-tiba membasahi pipinya yang putih mungil itu. Entah anginkah yang menjatuhkannya?Ataukah kesedihan yang teramat dalam yang membuat cairan bening itu menggenang di pelupuk matanya dan kini jatuh membasahi pipinya.
“Loe disini?”Suara seseorang membuyarkan lamunannya.Naura menoleh mencari datangnya suara itu.Dia pun tersenyum simpul ketika mendapati David kini menuju ke meja dimana dia menghabiskan beberapa waktu luangnya di meja perpustakaan.
“Iya…,” ucapnya.
“Gue cari loe di kantor asisten tapi loe nggak ada. Ya udah gue langsung kesini deh..,”
“Oh..kenapa loe nggak telpon gue aja..,”
“Nggak ah, ntar habis pulsa gue..,” ucap David sambil terkekeh.
“Sejak kapan loe sayang ama pulsa loe..,”
“Ya..sejak loe jadi seperti ini. Suka diem sendiri, suka gak angkat telpon dan kadang suka ngehindar dari gue..,”
“Uppss..sorry. Sebenarnya gue..gue… gak bermaksud untuk…,”
“Loe lagi ada masalah?”
Mata Naura terbelalak melihat David yang kini menatapnya.Pikirnya bertanya-tanya taukah lelaki yang kini berada di hadapannya itu bahwa beberapa saat lalu matanya meneteskan air mata. Taukah lelaki itu bahwa pikirnya selalu memikirkan hal lain bahkan saat mereka sedang bersama. Naura tahu cepat atau lambat David akan curiga dengan perubahan sikapnya. Tapi, untuk menceritakan segalanya pada lelaki itu dia tak sanggup. Dia tak sanggup jika harus kembali melukai orang lain. David terlalu baik untuknya dan Naura tahu betul bahwa lelaki itu tetap mencintai dirinya meskipun tak pernah terbalaskan. Lantas apa yang harus dilakukannya terhadap lelaki bermata teduh itu? Diambilnya nafas dalam-dalam dan dikumpulkannya keberaniannya.Dia sudah memutuskan, walaupun dia harus melukai lelaki itu, walaupun dia harus kehilangan lelaki itu pada nantinya.Tapi, harus diceritakannya kebenaran itu.Kebenaran perasaannya sendiri dan alasan kenapa bahkan sampai sekarang dia tak bisa menerima perasaan David.
“Dav, gue… Ada yang pengen gue ceritakan sama loe…,”
“Tentang apa?Apa loe masih merasa sakit setelah operasi beberapa minggu lalu?”
“Bukan, bukan itu….,”
“Ini..ini tentang gue. Tepatnya tentang gue dan Raka. Ada hal yang mesti loe tahu tentang gue dan dia karna gue gak ingin nyembunyiin apapun dari loe..,”
“Naura, gue tahu gak ada yang terjadi antara loe dan dia waktu itu. Dan gue percaya sama loe..,”
“Bukan, ini bukan karena saat itu.Bukan karna Raka memeluk gue di rumah sakit. Tapi, ini tentang masa lalu kami,”
“Maksud loe..?”
“Gue dan Raka sebenarnya sudah saling kenal dari dulu..,”
“Maksudnya loe dan dia pernah pacaran…?”
“Dia bukan hanya pernah menjadi sekedar pacar bagi gue. Lebih dari itu, dia sudah seperti kakak gue, ayah gue dan pelindung gue saat gue jauh dari orang tua gue..,”
“Terus, jika hubungan kalian dulu sedekat itu, kenapa sekarang kalian bahkan seperti orang asing?”
“Karna..karna gue membuat kesalahan yang tak pernah bisa terma’afkan olehnya. Gue meninggalkannya…,”
   Naura menceritakan segalanya pada David. Dia tak peduli lagi sekalipun setelah semua itu David akan pergi meninggalkannya. Setidaknya dia telah menceritakan kebenaran pada lelaki yang selalu ada untuknya itu.
*****
   Raka duduk di sofa dengan sederet buku-buku dan leptop yang masih menyala. Dipelajarinya dan diperhatikannya berkali-kali CT Scan pasien yang akan di operasinya esok hari. Namun perhatiannya teralihkan ketika terdengan pintu terbuka dari luar. David langsung masuk tanpa salam. Direbahkannya tubuhnya di sofa tepat di samping Raka.
“Kenapa loe.Wajah loe pucet banget.Loe sakit?”
“Apa semua dokter begitu?”
“Maksud loe..?”
“Tiap kali loe liat orang dengan wajah pucat apa selalu karna orang itu sakit?”
“Nggak juga sih itu cuman hipotesis gue aja.Emangnya loe kenapa?”
“Gue sudah denger semuanya..,”
“Apa?”
“Tentang loe dan Naura..,”
“Oh..,”
“Hmm.. apa respon loe selalu begitu. Cuman kata “oh”..?”
“Lantas gue harus bilang apa selain “oh”.. Apa loe mau gue bilang “wow “ gitu?”
“Dasar loe tuh.Awalnya gue gak percaya semua cerita loe. Tapi, ketika dia bercerita sama gue, gue tahu semua yang loe bilang bener. Dia mengakui kalau semua itu karna kesalahannya,”
“Sudahlah gue gak mau bahas soal itu lagi. Semuanya sudah berlalu dan gue gak mau memikirkan hal itu lagi,”
“Jangan mencoba membohongi gue dengan mengatakan hal itu. Kalau loe memang sudah gak ingin mikirin dia lagi, apa alasan loe menyetujui permintaan gue untuk kembali,”
“Itu…,”
“Loe tahu betul bahwa loe masih menyukainya kan?”
“Jangan berkata seolah loe tahu segalanya tentang gue. Ini masalah gue dan hanya gue yang tahu soal itu..,”
“Jika memang loe tahu tentang hal itu, apa loe tahu alasan kenapa dia melakukan hal itu?Apakah loe percaya saat dia mengatakan bahwa dia tidak bisa mempercayaimu lagi dan lebih baik berpisah daripada terluka.Gue yakin loe gak percaya hal itu. Kalian tumbuh bersama dan saling mengetahui satu sama lain. Dan kalian berpisah hanya karna..,”
“Gue memang gak mempercayainya.Dia tahu kalau bukan gue yang ngelakuin hal itu pada Raysa.Tapi, gue gak bisa menghentikannya.Gue gak bisa menghentikan jika dia ingin ninggalin gue. Tidak, tidak,, gue bahkan gak mau buat menghentikannya..,”
“Kenapa?”
“Gue menghargai keinginannya.Kami sudah tumbuh bersama cukup lama dan mungkin ada kebosanan saat dia bersama gue. Jadi, gue melepasnya..,”
“Loe biarkan dia pergi walaupun alasan dia meninggalkan loe belum loe ketahui..,”
“Iya…,”
“Bulshitt… Loe hanya berpikir dari sisi loe saja. Loe tidak pernah berpikir dari sisinya..,”
“Lantas gue harus bagaimana?Dia menyuruh gue menikahi Raysa. Dan bahkan dia berlutut di hadapan gue….!!!”
“Raka…,”
“Loe gak pernah tau bagaimana gue harus menghadapi semua itu. Wanita yang gue cintai menyuruh gue menikah dengan orang lain dan mengakui perbuatan yang tidak pernah gue lakukan terlebih lagi dia berlutut di hadapan gue. Jika loe jadi gue apa yang loe lakuin. Apa loe akan tetap biarkan wanita yang membuat hidup loe serasa di neraka tetap berada di samping loe…?”
“Hanya ada cinta di dalam kebencian dan begitupun sebaliknya.Loe membencinya karna loe masih menyukainya.Jadi, tidakkah lebih dari loe ingin membecinya seumur hidup loe, bukankah lebih penting buat loe untuk mengetahui alasan dia meninggalkan loe?Dan alasan perceraian loe dengan Raysa, bukankah karna loe masih berharap agar bisa bersama dia kembali?”
“Dav..,”
“Gue tahu loe terluka karna Naura.Tapi, loe juga salah karna tak pernah mau untuk mencari alasan wanita itu meninggalkan loe.Loe tak mau mencarinya hanya karna loe gak mau terluka lebih dalam lagi.Apakah gue salah?”
Raka hanya terdiam mendengar perkataan David.
“Loe memang sahabat gue. Dan gue juga tahu bahwa wanita itu bersalah sama loe. Tapi, satu hal yang perlu loe tahu. Gue akan selalu berada di sampingnya. Sorry, jika gue terlampau egois…,” ucap David sembari meninggalkan sofa ruang tamu menuju ke kamar tidurnya.
*****
   Raka termenung masih di sofa ruang tamu.Dia tahu bahwa semua yang dikatakan David benar.Dia tak pernah mencari tahu alasan kenapa Naura melakukan semua itu.Dia memang tak ingin mencari tahu hal itu karna tak ingin terluka lebih dalam.Dia tahu sepenuhnya perpisahan saat itu bukan hanya karna kesalahan Naura.Tapi, juga karna kesalahannya sendiri yang membiarkan Naura pergi meninggalkannya tanpa pernah ada usaha untuk mencari tahu alasan sebenarnya gadis itu meninggalkannya.Memikirkan semua itu dia tahu tak mungkin baginya untuk bertanya pada Naura.Hubungan mereka kini tak lebih hanya seperti orang asing. Kini yang terlintas dalam pikirannya hanya satu nama. Di ambilnya ponselnya di meja dan dilakukannya panggilan pada sebuah nama. Tertera nama Raysa di wallpaper ponsel itu.
“Hallo…,”
“Raysa..,”
“Ya. Ada apa Ka? Tumben nelpon..,”
“Ada sesuatu hal yang pingin gue tanyain sama loe..,”
“Tentang apa?”
“Nanti gue kasih tau setelah kita ketemu. Loe lagi ada waktu kan? Atau..,”
“Oh, ya aku lagi gak sibuk kok.Kebetulan Aurora juga sedang di rumah neneknya jadi tak masalah.Dimana kita akan bertemu?”
“Di cafĂ© tempat biasa..,”
“Baiklah ntar gue kesana…,”
“Tut..tut..tut…
*****
Blues Cafe, di tempat itulah Raka berjanjian untuk bertemu dengan Rasya. Dia datang lebih awal 10 menit dari pada Raka. Dia melambaikan tangannya kepada Rasya yang mengenakan dress warna merah hati dengan rambut sebahunya yang dibiarkan terurai seperti biasa.
“Hai, Ka...,” Ucapnya sembari tersenyum dan melambaikan tangan pada Raka yang telah duduk dan menyeruput coffelatte yang telah di pesannya.
“Oh, Hai...,” Balas Raka. “Mau pesan apa?” tanyanya.
“Em...cappucinno saja...,” ucap Rasya dan beberapa menit kemudian Raysa pun telah dapat menikmati minumannya. “Ada perlu apa, loe ngajak gue ketemuan?”
“Ngomong-ngomong loe gak ngajak Aurora?”
“Oh, gue titipin sama neneknya. Trus loe mau ngomong apa ke gue, ada yang penting kah?”
“Iya ini sangat penting...,”
“Tentang apa?”
“Tentang alasan Naura ninggalin gue dulu....,”
Raysa tersedak mendengar perkataan Raka. Dia terkejut setengah mati dibuatnya.
“It...itu sudah lama berlalu, kenapa loe mengungkit lagi tentang masalah itu sekarang..?”
“Karena...karena gue pingin tahu. Selama ini gue gak pernah nyari tahu alasan dia ninggalin gue. Kalau bener itu karna dia sudah bosen sama gue, gak mungkin sampai sekarang dia bahkan masih belum dapat membuka hatinya untuk orang lain. Raysa jawab gue dengan jujur, apakah loe tahu alasan dia ninggalin gue..?”
“Raka, gue.....gue.....,”
“Gue tahu loe sahabatnya. Loe juga sahabat gue. Jadi loe pasti tahu alasan dia ninggalin gue. Jadi gue mohon beritahu gue apa alasan dia ninggalin gue...?”Ucap Raka dengan mata berkaca-kaca.
Hening seketika.
“Ma’afin gue...,”Ucap Raysa tiba-tiba dengan mata yang juga berkaca-kaca. Dengan air mata yang tlah menetes menuruni pipinya.
“Kenapa? Kenapa loe minta ma’af....,”
“Ma’afin gue. Ini semua karna gue....,” Raysa kini tak mampu membendung air matanya yang telah jatuh.
“Kenapa? Kenapa karna loe. Apa yang sudah loe lakuin sampai dia mutusin untuk ninggalin gue?”
“Gue....gue minta dia relain loe buat gue...,”
“Apa??” ucap Raka dengan kening berkerut karna keterkejutannya.
“Iya Raka. Waktu tahu gue hamil dan pacar gue gak mau tanggung jawab gue gak ada pilihan. Gue takut buat gugurin kandungan gue dan yang terlintas di otak gue adalah loe Raka. Gue butuhin loe, buat ada disisi gue dan buat tanggung jawab atas apa yang tidak loe lakuin. Tapi gue tahu loe gak bakalan mau nikahin gue untuk memberi status bagi anak gue. Karna itu gue memohon pada Naura buat dia relain loe untuk gue dan meminta loe buat nikahin gue. Gue percaya kalau Naura yang meminta pasti loe mau,”
“Raysa loe... Loe tahu kalau Naura gadis yang baik. Loe tahu kalau dia sangat menyayangi loe sebagai sahabatnya dan bahkan dia sudah nganggep loe sebagai saudaranya sendiri. Tapi loe...loe malah.... Loe manfaatin kebaikan dia...,” ucap Raka kini dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.  Bibirnya bergetar tak mampu menahan kesedihan yang tiba-tiba menyeruak.
Ini kedua kalinya Raka menangis. Pertama saat Naura pergi meninggalkannya. Dan kedua sekarang, karna dia tahu alasan sebenarnya kenapa gadis itu meninggalkannya. Dia tahu betapa baiknya hati Naura, dan bahkan terlampau baik. Dia tak segan untuk mengorbankan dirinya untuk orang lain dan dia sudah cukup kenal dengan sifat dan kelakuan Naura yang seperti itu. Tapi, tak dapat dipercaya bahwa dia bahkan meninggalkannya karna hal itu. Karna dia tak bisa membiarkan sahabatnya menderita.
“Raka ma’afin, gue. Gue yang ngerusak hubungan loe dengan Naura. Gue memang bukan sahabat yang baik bagi loe berdua. Gue minta ma’af, gue ngerasa sangat bersalah...,”
“Karena itukah loe minta bercerai dari gue. Karna loe gak bisa hidup terus-menerus dalam rasa bersalah...?”
“Iya. Sebelumnya gue membutuhkan loe. Gue butuh loe untuk memberi status bagi anak gue. Gue membutuhkan loe dan gue mulai mencintai loh. Tapi gue tahu, hati loe gak mungkin untuk gue sampai kapanpun. Karna itu, karna itu gue lepas loe. Supaya loe bisa bebas, dan kembali dengan Naura suatu saat nanti. Gue gak mau sepanjang hidup loe, loe akan nyalahin Naura,”
“Terlambat Raysa, loh sudah terlalu banyak memberi kesakitan pada gue dan Naura. Loe menghancurkan mimpi-mimpi yang telah gue bangun dengan Naura. Loe.... Sudahlah...,”
“Raka, loe sekarang sudah ketemu sama dia. Loe bisa balikan lagi sama dia...,”
“Tidak semudah itu, semuanya tidak semudah yang kau katakan. Kami sudah lama terpisah dan pasti akan sulit untuk kembali..,”
“Tapi bukankah loe dan Naura masih sangat mencintai...,”
“Sekalipun begitu, gue masih tidak bisa mengerti dengan Naura. Sebesar itukah rasa sayangnya ke loe hingga mengorbankan gue. Mengorbankan cintanya sendiri terhadap gue, gue tetap saja masih belom bisa ma’afin Naura atas keputusannya itu,”
“Raka.......,”
“Sudahlah gue pergi dulu...,” ucap Raka kemudian sembari meninggalkan Raysa yang masih duduk di cafe tersebut.
*****

0 comments:

Posting Komentar