Kamu melihatku menangis,
Air mataku bersinar di matahari terbenam.
Bahkan jika aku tidak menginginkan
Hatiku, badanku, mereka mengingat kehangatan
dari bahumu…
~Hitomi Wo
Tojitte,Ken Hirai~
Pekerjaan
dan rutinitas yang sama terkadang membuat orang merasa bosan. Dan hal ini
berakibat pada kinerja yang tidak baik. Oleh karena itu, untuk memulihkan
semangat para karyawan pihak rumah sakit Citra Medika mengajak beberapa
karyawannya untuk loka karya, tak hanya itu pihak fakultas ekonomi juga di ajak
turut serta selain sebagai ungkapan terima kasih untuk bantuannya selama ini
juga agar untuk merayakan beberapa kemajuan yang dicapai oleh rumah sakit. Bis
sudah di penuhi oleh banyak karyawan yang hendak mengikuti lokakarya. Hanya
beberapa saja yang belum datang. Seseorang tiba-tiba datang dan membungkukkan
badannya, rambut panjangnya yang terurai rapi berjatuhan.
“Ma’af saya terlambat,” ucapnya.
Semua orang pun memandang ke arah suara
itu.
“Oh, kau Naura.. tak apa untung saja
bisnya belum berangkat,” ucap Randy. “Tapi karna kau terlambat datang aku sudah
terlanjur duduk bersama dengan Sifa. Karna ku pikir kau tidak ikut,” tambahnya.
“Oh, ya tak apa. Ngomong-ngomong ada
bangku yang masih kosong gak?” tanya Naura.
“Emmm...,” gumam Randy sembari memeriksa
bangku yang masih kosong. “Ada dua bangku yang masih kosong Ra,”
“Dimana?” tanya Naura antusias dengan
menenteng tas punggungnya.
“Di samping bangku profesor Daniel...,”
ucap Randy.
“Loh, profesor tidak naik mobilnya
sendiri?”
“Nggak, tadi dia mesen ke gue suruh
bokingin tempat. Kayaknya
dia bakalan pergi bareng kita semua,”
“Ahhhh,,,,” desah Naura.
“Kenapa? Loe gak mau duduk di samping
profesor?”
“Nah, itu loe tahu kenapa masih nanya?”
“Takut gosip menyebar lagi ya...,”ledek
Randy.
“Kak Randyyy......!!!!” seru Naura.
“Iya,,iya...ma’af...ma’af....,” ucap
Randy.
“Gue juga ogah duduk di samping profesor
Ra,” sela Sifa. “Makanya gue maksa duduk di samping Randy, hehe...,”
“Heehhh...bilang aja kalau loe berdua
emang mau berduaan. Iya kan?”
“Nah tuh loe pinter,” ucap Randy.
“Sudah deh, bangku yang kosong lagi
dimana?” tanya Naura dengan dahi sedikit berkerut karna ledekan teman-temannya
tadi.
“Tuh...,” ucap Randy dan Sifa serempak
sembari menunjuk ke tempat duduk berisan ke tiga dibelakang supir,”
“Oke deh kalau gitu gue duduk di situ
saja,” ucap Naura tanpa melihat terlebih dahulu Naura langsung menuju bangku
itu. Dia menundukkan kepalanya seraya menyapa orang yang akan duduk di
sampingnya itu. Tapi begitu terkejutnya dia melihat lelaki itu, hingga tas yang
semula tergenggam rapat dalam cengkeraman tangannya beringsut turun seketika.
“Raka....!!!”
“Iya, ini gue. Kenapa loe?” tanya Raka
sinis seperti biasanya melihat keterkejutan Naura.
“Oh, ternyata
loe yang duduk disini. Gue pikir....,”
“Kenapa loe gak mau duduk di samping gue!”
ucap Raka setelah menebak pikiran Naura yang terbesit untuk membatalkan duduk
di sampingnya.
“Bukan..bukan
begitu. Gue...gue cuman....,”
“Terserah loe mau duduk di sini atau
tidak. Gue gak masalah!” tegasnya. “Atau loe mungkin lebih seneng duduk berdua
dengan profesor loe yang agak sombong itu...,” ucap Raka menunjukkan
ketidaksukaannya pada profesor Daniel.
“Nggak!! Siapa bilang gue gak mau duduk
disini. Gue akan duduk disini...,” ucap Naura sembari meletakkan tas ranselnya
di tempatnya. Sementara tas kecilnya masih menggantung di pundak kirinya. Dia
pun menghempaskan tubuhnya di tempat duduk disamping Raka.
“Loe yakin duduk sini? Loe gak takut
sama gue....,” ucap Raka sembari mendekatkatkan wajahnya ke arah Naura hingga
dia dapat merasakan desahan nafas Naura dan tubuh Naura yang tiba-tiba
menegang.
“Ti...ti..dak.... kenapa gue harus takut
sama loe...,” ucap Naura terbata-bata.
“Loe harusnya takut sama gue karna loe
punya salah yang sangat besar pada gue. Dan gue masih belum membalas apa yang
telah loe lakuin ke gue. Jadi loe harus bersiap untuk itu,” jelas Raka.
Seketika
itu tubuh Naura menegang karna penjelasan Raka. Tubuhnya seolah membeku
seketika mendengar ucapan dingin dari lelaki yang pernah di cintainya dan
bahkan masih dicintainya itu. Hingga bus melaju pun ia tak tahu bahwa ada
sepasang mata dingin yang duduk di bangku terdepan yang mengawasinya dengan
tajam lewat cermin yang tergantung di atas depan supir. Meskipun suasana tak
begitu hening karena beberapa karyawan lainnya saing berdendang untuk mengisi
kebosanan tapi Naura dan Raka sama-sama terdiam seribu bahasa.
“Raka...,” ucap Naura sedikit lemah tapi
Raka tak mempedulikannya dan tetap memusatkan pandangannya dari pemandangan di
luar jendela kaca. “Raka, gue tahu gue emang pernah berbuat salah sama loe. Dan
bahkan hidup loe hancur gara-gara gue. Dan gue terima apapun yang akan loe
lakuin ke gue,” jelasnya tapi yang di ajak bicara tetap tak menggubris
perkataannya. “Sudahlah, gue cuman mau bilang... terima kasih...,” ucap Naura.
Dan kata-kata itu pun mampu untuk mengalihkan pandangan Raka untuk menatap
gadis itu. Setelah tahu orang yang diajaknya bicara kini memandangnya untuk
menelisik maksud perkataannya dia pun akhirnya mengucapkan kata-kata yang
membuat lelaki itu bingung atas ucapan terima kasihnya. “Terima kasih telah
memelukku saat itu, hingga aku tak merasakan sakit....,” ucap Naura dengan
wajah berseri-seri dan tersenyum manis seolah menandakan bahwa kebekuan yang
tadi menyegelnya telah hancur, kini gadis itu telah mampu menguasai dirinya
sendiri.
Raka
tahu maksud perkataan gadis itu dan itu mengingatkannya pada kejadian beberapa
minggu lalu dimana dia memeluk gadis itu yang menahan rasa sakitnya sebelum
menjalani operasi. Saat itu entah apa yang Raka rasakan, tanpa berpikir dan
tanpa memperhatikan rasa sakitnya sendiri akibat ulah gadis itu, tubuhnya
secara spontan memeluk gadis itu. Karna melihat gadis itu kesakitan lebih
membuatnya kesakitan daripada rasa sakit yang dimilikinya sendiri.
Sudah
dua jam lebih bus melaju tapi masih belum membawa mereka ke tempat tujuan.
Banyak orang yang sudah lelah berdendang dan mulai tidur untuk memuaskan rasa
kantuknya. Dan beberapa ada beberapa orang yang berlalu lalang saling bertukar
makanan atau minuman dengan rekannya untuk mengisi perut mereka yang mulai
terasa lapar. Dan hal itu tentu saja kadang mengganggu Naura yang tidak duduk
di samping jendela kaca, sehingga kepalanya yang terkadang terjatuh ke samping
kanan karena ketiduran tersenggol oleh beberapa orang yang lewat hingga dia tak
bisa menikmati tidurnya.
“Ma’af...ma’af...,” hanya kata-kata itu
yang mereka ucapkan ketika mereka tanpa sengaja menyenggol kepala Naura.
Sementara
Raka yang memperhatikan kejadian yang berulang itu merasa risih juga. Dan
akhirnya dia pun menyuruh Naura untuk bertukar tempat duduk dengannya.
“Loe sebaiknya duduk disini...,” ucapnya
sembari berdiri untuk bertukar posisi dengan Naura.
“Kenapa? Gak usah...,” tolak Naura.
Untuk
mencegah perdebatan yang lebih lama dengan gadis itu akhirnya Raka menarik
gadis itu, hingga gadis itu bergeser ke tempat duduknya yang semula.
“Loe sebaiknya duduk disitu saja. Dan
jangan pernah sekali-kali bantah perintah gue..!” tegas Raka.
Naura
hanya senyum-senyum kecil melihat kelakuan Raka itu. Dia tahu bahwa laki-laki
itu sedari tadi mengkhawtirkannya karna beberapa orang menyenggol kepalanya dan
mengganggu tidurnya.
“Loe ternyata masih peduli sama gue
Raka. Bahkan untuk hal sekecil ini,” gumamnya. Dan dia pun kembali melanjutkan
tidurnya sampai bus itu berhenti di tempat tujuannya.
*****
Beberapa jam kemudian bis sudah memasuki lokasi
penginapan mereka. Sebuah villa besar bertengger menunggu untuk mereka
masuki.Semua bersorak sorai dan merasa puas. Perjalanan nan panjang dan
melelahkan itu akhirnya dapat terobati dengan pemandangan yang indah di sekitar
villa. Satu persatu turun dari bis dengan membawa serta barang bawaan mereka
masing-masing. Pembagian kamar pun dilakukan setelah mereka memasuki ruangan
besar bak aula tempat mereka berkumpul.Naura mendapat Sifa sebagai teman
sekamarnya dan itu membuat mereka berdua tampak begitu senang.Pasalnya sifat
Sifa yang periang sangat di sukai oleh Naura karena dia tak kaku kalau di ajak
bicara.Usai pembagian kamar semua di izinkan untuk beristirahat di kamarnya
masing-masing untuk beristirahat melepas lelah karena berada dalam perjalan
kurang lebih setengah harian.
Pukul 04.00 mereka berkumpul untuk membahas
kegiatan yang akan dilakukan selama tiga hari ke depan. Kegiatan sepenuhnya di
mulai dari esok pagi hingga menjelang sore hari. Dengan kegiatan mencari harta
karun di hutan. Beberapa sudah di bagi ke dalam regu masing-masing dan mereka
hanya perlu mencari bendera kecil yang disembunyikan di hutan untuk mendapatkan
petunjuk dimana harta karun itu berada. Harta karun yang tersimpan sesuai dengan
jumlah regu yang ada sehingga masing-masing regu harus berusaha secepat mungkin
untuk menemukan harta karun mereka karena penilaian dilakukan berdasarkan waktu
siapa yang paling cepat menemukan harta karun itu.
Mentari tlah menyingsing di ufuk barat.Terik
sinarnya mengintip di balik jendela kaca tempat tidur mereka. Mereka hanya
memicingkan mata karena sinar itu mengganggu tidur mereka tanpa mereka sadari
bahwa hari sudah mulai menunjukkan jam 08.00 pagi. Suara sirine tanda berkumpul
berbunyi dan itu sontak membangunkan mereka semua dari tidur panjangnya.Mau
tidak mau mereka harus segera bersiap untuk sarapan dan berkumpul di bawah.Usai
makan kegiatan pun di mulai.Suara peluit panjang melepas kepergian tujuh regu
ke hutan untuk menyelesaikan misi mereka. Yang tertinggal di penginapan
hanyalah dr.Farhan, dr. Melisa, dr. Handy, dr. Raka, perofessor Daniel dan
beberapa bapak ibu dosen Fak. Ekonomi yang turut serta.Sementara tujuh regu
yang diberangkatkan terdiri dari komposisi asiten dosen dan karyawan rumah
sakit.
Naura, Sifa, Randy, dan 3 orang karyawan rumah
sakit berada dalam satu tim yang sama. Mereka berhasil menemukan satu per satu
tanda bendera yang mengantarkan mereka ke lokasi dimana harta karun itu berada.
Pukul 17.00 tepat mereka sudah menemukan harta karun itu dan segera bergegas
untuk kembali ke tempat berkumpul. Di aula berkumpul ternyata sudah ada dua
regu yang sampai terlebih dahulu di banding regu Naura.Tapi mereka tetap
senang. Meskipun bukan yang pertama tapi setidaknya mereka bukanlah regu yang
paling akhir menemukan harta karun itu. Tapi tiba-tiba Naura tersadar bahwa ada
sesuatu yang hilang dan dia panic mencari barang itu.
“Kau kenapa
Ra…,” tanya Sifa yang mendapatinya sibuk mencari sesuatu.
“Aku mencari
sesuatu…,”
“Apa?Apa yang
kau cari?”
“Ah, bukan,
bukan apa-apa.Mungkin jatuh di hutan saat perjalanan pulang tadi. Aku akan
mencarinya ya…,”
“Tap…tapi Ra.
Kau akan mencari sendiri ke dalam hutan…,”
“Iya taka pa
Sifa. Mumpung belum malam, aku akan mencari sekarang dan akan segera kembali
ya…,” ucap Naura dengan bergegas pergi meninggalkan Sifa yang masih duduk
termangu dan kebingungan.
“Baiklah
hati-hati dan cepat kembali…,” ucap Sifa pada Naura yang kini sudah Nampak jauh
dari pandangannya.
Randy yang
melihat hal itu bertanya pada Sifa tentang apa yang terjadi. Dan Sifa pun
menjelaskan pada Randy bahwa Naura hendak pergi sebentar ke dalam hutan untuk
mencari barangnya yang terjatuh.
*****
Hari mulai menjelang malam.Semua regu pun sudah
berkumpul di Aula penginapan. Beberapa saat lagi pengumuman pemenang pencarian
harta karun dan serangkaian outbond yang telah mereka lakukan selama beberapa
hari kemarin akan diumumkan. Panitia penyelenggara mengecek kelengkapan anggota
masing-masing regu.Tapi tiba-tiba terhenti ketika Professor Daniel tiba-tiba
bertanya pada Sifa dan Randy keberadaan Naura.
“Sifa, Randy,
dimana Naura?”
Randy dan Sifa pun bingung hendak menjawab
pertanyaan Professor Daniel pasalnya Naura pergi ke hutan dan belum kembali-kembali
sampai saat ini.
“Naura….,” Sifa
terbata-bata.
“Naura balik ke
hutan professor…,” jawab Randy.
“Kenapa dia
balik ke hutan?” tanya professor Daniel penuh selidik.
“Ada barangnya
yang hilang prof, dia pikir itu jatuh di hutan..,” jelas Sifa.
“Kami pikir
hanya sebentar prof, tapi sampai sekarang belum kembali juga…,” jelas Randy.
Sifa menangis sesenggukan mencemaskan keadaan
Naura.Pasalnya dia merasa bersalah karena tadi tidak berniat untuk membantu
Naura mencari barangnya yang hilang.Rasa kecemasan terlihat di beberapa panitia
penyelenggara.Termasuk Raka yang mendengar bahwa Naura belum kembali juga
sampai saat ini.
“Segera telfon
tim sar untuk mencari Naura,” ucap dr Farhan yang juga di setujui oleh panitia
lainnya.
Raka yang duduk di antara mereka di penuhi
dengan kecemasan.Dia langsung mengambil jaket di sebelah tempat duduknya dan
bergegas pergi meninggalkan mereka.
“Kau mau kemana
dokter Raka?” tanya dokter Melisa yang mendapati Raka beranjak dari tempat
duduknya.
“Mencari
Naura..,” ucap Raka.
“Kita tunggu
saja sampai tim sar datang dr. Raka,” ucap dokter Farhan.
“Tidak bisa
dokter….,” ucap Raka.
“Jangan gegabah
dokter Raka, nanti kalau kamu hilang jug……,” ucap Prof Daniel yang belum
selesai dan dipotong pembicaraannya oleh Raka.
“Aku tidak bisa
menunggu. Dia takut gelap………..,” seru Raka sembari beranjak pergi ke dalam
hutan.
Semua panitia dan peserta pun heran dengan
kelakuan Raka.Mereka tak habis piker kenapa Raka begitu khawatirnya dengan
mahasiswi yang hilang itu.Dan mendengar dari omongannya yang mengatakan bahwa
Naura takut gelap membuat mereka menduga-duga hubungan di antara
keduanya.Termasuk Professor Daniel. Dia tidak percaya dengan apa yang
dilihatnya sendiri hari ini juga beberapa minggu yang lalu. Dia sudah menyimpan
curiga itu sejak lama, tentang hubungan di antara keduanya.
“Apa hubungan
mereka sebenarnya…,” gumam Prof. Daniel dalam kecemasannya akan keadaan Naura.
*****
Tim sar menyusur setiap hutan dan mencari
keberadaan Naura. Turut serta dokter Farhan, Prof. Daniel dan dosen pria
lainnya.Naura meringkuk ketakutan dengan bersandar di sebuah batu
besar.Sementara Raka berkeliling mencari keberadaan gadis itu. Tiba-tiba ia
mendengar isak tangis seseorang. Dengan bercahayakan lampu senter Raka mendapati
Naura yang meringkuk dengan wajah pucat dan pakaian lusuh.
“Naura…,” ucap
Raka.
Naura hanya diam tak menanggapi seseorang yang
berada di hadapannya. Beberapa tim sar dan anggota panitia yang turut mencari
pun menemukan Raka yang juga baru saja menemukan Naura.
“Naura, ini
aku…,” ucap Raka sembari mendekati Naura perlahan demi perlahan. Anggota tim
sar dan yang lainnya hanya mengamati.
Raka mengulurkan tangannya hingga menyentuh
pergelangan tangan gadis itu.Naura yang sudah mengenal betul siapa pemiliki tangan
itu pun merubah posisi tubuhnya dan melihat seseorang yang mengulurkan tangan
itu.
“Raka…………….,”
desahnya.
“Iya, ini
aku…Raka…..,” ucap Raka.
Kemudian Naura pun segera memeluk Raka yang
kini berada di depannya dengan mensejajari posisinya yang duduk.
“Raka aku takut.
Aku tak bisa melihat apa-apa…..,” isaknya dalam pelukan Raka.
“Naura kau tidak
apa-apa….,” tanya Prof. Daniel yang sontak membuat Naura menyembunyikan dirinya
dalam pelukan Raka karena mendengar suara itu. Mendapati hal itu Prof. Daniel
keheranan dengan sikap Naura yang seolah tidak mengenalnya.“Naura ini saya,
Professormu.Professor Daniel….,” ucapnya lagi.
“Raka aku
takut.Siapa dia, jangan biarkan dia mendekatiku Raka……,” ucap Naura dengan
suara lemah.
Prof. Daniel tak percaya dengan apa yang di
dengarnya. Naura tidak ingin dia mendekatinya.Bukan hanya dia, Naura tidak
ingin di dekati oleh siapapun yang ada di tempat itu kecuali Raka.
“Taka apa Ra,
mereka orang-orang yang baik kok,” jelas Raka.
“Nggak mau pokoknya
aku gak mau sama mereka Ka,” ucap Naura yang tentu saja masih dengan isak
tangisnya seperti anak usia lima tahunan.
“Baiklah kalau
begitu, ayo kita kembali pulang,” ucap Raka pada Naura. “Kau bisa jalan..,”
tanya Raka kemudian yang membantu Naura berdiri dari posisi duduknya. Naura tak
menjawab pertanyaan Raka.Dia hanya menggelengkan kepalanya.Raka tahu alasan
Naura tak bisa berjalan.Rasa takut yang berlebihan pada kegelapan itu
membuatnya begitu lemas hingga tak bisa menopang tubuhnya sendiri.“Baiklah aku
akan menggendongmu,” ucap raka.Sembari membungkukkan badan dan meminta Naura
untuk naik di punggungnya.Naura naik di punggung Raka dan menenggelamkan
wajahnya hingga tak satupun yang dapat melihat raut wajahnya.Yang mereka tahu
tentang keadaan Naura hanya satu, isak tangis gadis itu berhenti.
Tim sar kembali ke tempat mereka dan semua pun
kembali ke kamar masing-masing. Acara pengumuman pemenang akan ditunda besok
mengingat kondisi Naura yang tidak begitu baik. Sifa menangis tak henti melihat
kondisi Naura yang terkulai lemas di tempat tidur.Raka yang telah membaringkan
Naura di tempat tidur meminta Sifa untuk menyiapkan air hangat untuk
membersihkan beberapa sisa-sisa tanah liat yang menempel di wajah Naura. Prof.
Daniel, dr. Farhan, dr. Melisa dan lainnya melihat kondisi Naura di ambang
pintu kamar tidur Naura. Raka pun beranjak pergi ketika Sifa bersiap tengah
membersihkan badan Naura.
“Tolong jaga dia
ya…,” ucap Naura pada Sifa.
“Baik dok…,”
ucap Sifa
Prof. Daniel, dr. Farhan, dr. Melisa dan
beberapa panitia lainnya menunggu penjelasan dari Raka tentang kondisi Naura.
“Dia baik-baik
saja sekarang….,” ucap Raka.
“Tapi, kenapa
dia begitu ketakutan…,” tanya dr. Melisa.
“Nyctophobia…………..,”
ucap dr. Farhan, dokter senior diantara mereka.
“Ya, dokter
benar.Nyctophobia, Naura menderita penyakit itu…,” ucap Raka.
“Apa Nyctophobia
itu? Dan kenapa dia bisa menderita penyakit itu?” tanya Prof. Daniel yang
tengah dipenuhi berbagai rasa penasaran.
“Nyctopobhia
adalah penyakit dimana seseorang takut akan kegelapan. Ketika dia tidak melihat
cahaya sedikitpun dia akan merasa ketakutan setengah mati dan tubuhnya akan
terasa lemas perlahan-lahan akibat ketakutannya yang berlebihan itu.Itulah yang
terjadi padanya,” jelas Raka.
“Itukah kenapa
dia sangat ketakutan. Tapi kenapa dia bahkan tidak mau di dekati oleh orang
lain? Dan tunggu, kenapa kau bisa tahu dia mempunyai penyakit itu?” tanya Prof.
Daniel dengan penuh selidik.
“Professor
haruskah kau bertanya terlalu jauh…,” ucap dr. Melisa.
“Kenapa, apa aku
tidak boleh bertanya tentang hal itu..?” tanya Prof. Daniel.
“Ya, boleh
tapi….tapi….itukan terlalu……….,”ucap dr. Melisa yang tak selesai karena di
potong oleh Raka.
“Kami pernah
tumbuh bersama…,” ucap Raka yang tentu saja membuat Prof. Daniel terkejut bukan
main. Tapi ia masih diam mendengar penjelasan Raka lebih lanjut. Raka pun
menceritakan semuanya :
“Sewaktu kecil
ada kawanan perampok yang berusaha untuk
masuk rumah kami pada malam hari. Perampok itu berjumlah 2 orang dari yang
dapat kami lihat. Dia mengenakan baju serba hitam dan topeng serba hitam,
mereka menyandera Naura dengan meletakkan sebuah golok panjang di depan
lehernya. Naura menangis ketakutan bukan kepalang.Aku hanya bisa berdiam diri
dalam pelukan mamaku.Dan papaku mencoba untuk bernegosiasi dengan perampok
itu.Meminta untuk melepaskan Naura dan mereka bebas mengambil apapun seisi
rumah kami.Tapi perampok itu tak juga melepaskan Naura meski kawanannya telah
mengosongkan semua benda berharga dari rumah kami. Kemudian tiba-tiba lampu
padam seketika, bukan hanya mereka yang panic tapi kami sekeluarga juga panik
karena tak bisa melihat apapun. Naura pun menjerit dan berusaha untuk
melepaskan diri dari perampok itu.Terdengar terikan yang hebat dari seseorang
malam itu.Dan ketika lampu menyala kembali salah satu teman perampok itupun
sudah tergeletak bersimbah darah di lantai rumah kami.Golok yang sedari tadi
dipegangnya mengenai tubuh temannya sendiri.Dan melihat semua kejadian itu
Naura pun jatuh pingsan tak sadarkan diri hingga beberapa hari dia begitu
ketakutan. Setelah kejadian itupun tiap lampu padam dia akan meringkuk memeluk
lututnya dan tidak berani bergerak sedikitpun dari tempatnya berada. Dia bahkan
tak mau siapapun mendekatinya termasuk mama dan papa.Hanya aku yang bisa
mendekatinya.Hal ini karna sebelum pingsan selama beberapa hari akibat kejadian
tragis waktu itu akulah orang terakhir yang dilihatnya.Dan ketika dia sadar
nanti dia tidak akan lagi mengingat kejadian yang terjadi semalam, itu adalah
bentuk perlindungan dirinya,” jelas Raka.
“Itukah alasan
kenapa dia tak mau aku mendekatinya…,” desah Prof. Daniel.
Raka tak harus menjawab semua dugaan Prof.
Daniel juga semua pertanyaan-pertanyaan yang mungkin masih saja bersarang di
kepalanya.Raka meninggalkan semua dokter, dosen dan panitia-panitia lainnya di
ruang tamu.Dia beranjak menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan
beristirahat.Pasalnya tenaganya rasanya terkuras habis, bukan karena kelelahan
mencari Naura tapi lebih karena dia terlalu mencemaskan gadis itu.
“Kenapa kau
masih belum bisa sembuh dari traumamu itu Naura….,” gumam Raka dalam hati.
*****

0 comments:
Posting Komentar