“Hanya
kamu, kaulah satu-satunya hal yang aku akan lihat selamanya.
Di
mataku, dalam kata-kataku dan semua yang kulakukan.”
~
West Side Story ~
Pagi menjelang dan waktu sudah
menunjukkan jam 08.00 tepat. Acara pengumuman pemenang pencarian harta karun
dan outbond yang sempat tertunda kemarin akan dilakukan kali ini. Semua peserta
berkumpul di aula selepas sarapan pagi. Naura masih kebingungan mencari-cari
barang yang tidak ditemukannya kemarin.
“Kau mencari apa Ra...,” tanya
Sifa.
“Kalungku Fa, aku ingat aku
mencarinya dari kemarin tapi aku tak bisa menemukannya. Bagaimana ini....,”
ucapnya.
“Apa kalung itu sangat berarti
bagimu....,”tanya Sifa lagi.
“Iya.....,”ucapnya sembari
tertunduk lemas.
“Ya sudah nanti kita coba cari lagi
ya. Sekarang kita sudah di tunggu di aula,” ucap Sifa. Dan kemudian mereka pun
berjalan menuju aula.
Seseorang melihat dan mendengar
samar-samar kejadian itu dari kejauhan.
“Bodoh, kau sampai balik ke hutan
hanya untuk mencari ini...,” gumam seseorang sembari memegang sebuah liontin
dengan inisial “R” ditangannya.
Acara
berlangsung dengan lancar hingga waktu tak terasa sudah sore hari. Esok sudah saatnya bagi
semuanya untuk kembali ke tempat kerja mereka untuk melakukan aktivitas mereka
sehari-hari. Malam harinya acara barbekyu diadakan untuk menutup serangkaian
acara yang ada. Beberapa irisan daging, paprika, nanas dan lainnya sudah berada
dalam tusukan sate dan siap untuk di panggang. Beberapa dosen dan dokter
sebagai panitia berkumpul dan duduk dalam perkumpulan mereka. Sementara yang
lain entah itu asisten atau karyawan rumah sakit saling duduk berhamburan
karena sudah terlanjur akrab satu dengan yang lainnya.
Acara pentas seni kecil juga di adakan hanya
sebagai hiburan. Mungkin hanya ada satu dua orang yang menyumbang untuk
bernyanyi agar suasana menjadi meriah. Kolam renang di tengah aula dihiasi oleh
lilin-lilin yang indah menampakkan suasana romantis dan nyaman di hati siapapun
yang melihatnya seolah mereka terlepas dari semua beban yang ada. Naura membawa
nampan penuh dengan barbekyu yang masih mentah yang siap untuk di panggang.
Namun tiba-tiba sesuatu yang tak terduga terjadi. Seseorang yang entah dengan
sengaja atau tidak tiba-tiba mendorongnya. Naura terhuyung, tubuhnya limbung
dan tanpa sadar dia sudah tercebur di dalam kolam renang tersebut.
“Byuuuuuurrrrrrr…………….,”
suasana yang ramai kemudian senyap seketika mendengar suara tersebut.
“Ada orang yang
jatuh…ada orang jatuh….,” ucap yang lain.
“Dia tidak bisa
berenang,,,,” ucap seseorang yang lain lagi yang melihat kejadian tersebut dan
melihat orang yang tercebur itu menggapai-gapai sesuatu diatasnya sembari
menaik turunkan kepalanya ke dalam air.
Beberapa orang
bukan menolong tapi malah penasaran mencari tahu siapa gadis yang tercebur itu.
Seseorang segera menceburkan diri ke dalam kolam dari sisi dan sudut yang lain
dimana di penuhi oleh banyak orang yang mengitari kolam renang tersebut.
Diangkatnya gadis itu dalam pangulannya untuk berusaha menyelamatkannya.
Kemudian di telentangkannya gadis itu di tepi kolam yang kini sepi yang sengaja
di berikan space kosong oleh para penonton yang melihat kejadian itu.
“Naura….,” ucap
Prof. Daniel dengan lantangnya dan mimik muka terkejut. Sementara yang lain
yang mengenal naura pun langsung mencari jalan untuk mendekat melihat kondisi
gadis itu. Lelaki yang menolong Naura itu langsung segera melakukan pertolongan
pertama pada gadis itu. Di bukanya mulut gadis itu dan segera dihembuskannya
udara ke dalamnya.
“Apa yang kau
lakukan..?” Prof. Daniel tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh pria
penolong.
“Dia sedang
melakukan pertolongan pertama professor,,,” jelas dr. Farhan.
“Tapi…kenapa…kenapa
harus…..,” Prof. Daniel masih tidak setuju dengan metode yang digunakan oleh
lelaki penolong itu. Baginya itu bukanlah perbuatan yang patut dilakukan
terlebih pada gadis itu, gadis yang diam-diam dicintainya itu.
Gadis itupun akhirnya terbatuk-batuk sembari
mengeluarkan beberapa air dari dalam mulutnya. Nafas gadis itu kembali lagi dan
normal seperti sedia kala. Rasa sesak yang menghimpit dadanya kini sudah
hilang. Perlahan demi perlahan diapun mulai tersadar. Melihat hal itu sang
penolong pun segera meninggalkan gadis itu dan orang-orang yang ramai
mengelilinginya.
Naura melihat sang lelaki yang menolongnya
itu samar-samar. Tapi dia dapat mengenali orang itu meski hanya melihat
punggungnya yang kini berjalan semakin menjauh darinya.
“Raka….”desahnya.
Naura segera pergi ke kamarnya untuk berganti
pakaian di bantu oleh Sifa. Sebelumnya dia sudah membungkukkan badan untuk
meminta ma’af pada orang-orang yang memadati tempat itu. Dia berpikir bahwa
karenanya acara penutupan jadi terhenti beberapa jam, meskipun sebenarnya bukan
sepenuhnya dia yang bersalah tapi Naurea tetap meminta ma’af karena merasa
tidak enak.
Digantinya pakaian yang basah dengan pakaian
baru. Tapi tak sengaja tangannya menemukan sesuatu tergantung di lehernya.
“Kalung
ini….Jangan-jangan Raka…..,” gumamnya. Kemudian dia segera menyelesaikan
menyisir rambutnya dan bergegas keluar dari kamarnya.
“Loh, kamu sudah
selesai Ra….,” tanya Sifa. Yang ditanya malah tidak menjawab dan hanya
mengangguk saja.
“Aku pergi dulu
Fa….,” ucapnya dengan tetap meninggalkan Sifa yang masih terbengong di depan
pintu.
*****
Naura menyusuri tiap kolam renang yang masih
ramai dipenuhi oleh orang-orang yang masih belum selesai dengan acara penutupan
itu. Beberapa orang memanggilnya, menanyakan keadaannya namun ia tak menjawab
hanya anggukan kecil yang ia lakukan untuk menjawab semua tanya mereka. Hingga
Randy tiba-tiba menghadangnya hingga ia pun akhirnya mau tak mau menghentikan
langkahnya.
“Kau celingak
celinguk dari tadi. Sedang mencari siapa Ra…,” tanya nya.
Naura hanya
diam. Sampai dia memang harus mengatakan siapa yang dicarinya kini karena
sedari tadi orang itu tak kunjung ditemuinya.
“Raka….,”
ucapnya.
“Ha….?”
“Maksudku dr.
Raka, Kak Randy apa kau melihatnya??”
“Oh dr. Raka.
Iya, tadi dia izin pulang ke Prof. Daniel sama dr. Farhan. Katanya sih ada
urusan gitu…,”
“Maksudmy dia
kembali…..,”
“Iya dia tidak
disini. Dia sudah kembali lebih dulu. Paham….,”
“Ya….,” jawab
Naura dengan disertai anggukan kecil.
Keinginannya untuk mengkonfirmasi tentang
kalung itu juga keinginannya untuk mengucapkan terima kasih pada Raka karena
telah menolongnya kini sirnah sudah. Lelaki itu sudah kembali lebih dulu.
“Kenapa kau
pergi Raka…. ,” desah Naura dalam lamunannya di kejauhan dari keramaian yang
ada di sekitar kolam renang. Sementara sepasang mata di kejauhan tengah
mengamati kesendiriannya dan menebak-nebak apa yang tengah dipikirkan oleh
gadis yang diamatinya tersebut hingga membuat wajah gadis itu menjadi sedikit
muram.
*****
Sudah beberapa
bulan sejak acara lokakarya itu Naura tak melihat Raka sama sekali. Di rumah
sakit, di kampus atau dimanapun, dia tak dapat menemukan Raka. Hingga yang
dilakukannya sekarang hanyalah memasang wajah murung dan tak bersemangat.
Seseorang menepuk bahunya ketika dia sedang duduk sendiri di kantin kampus
dengan tangannya yang masih sibuk mengaduk-ngaduk lemon tea di hadapannya.
“Kenapa melamun
gitu…,” tanya David.
“Oh…kau…,” hanya
kata itu yang terlontar dari mulut Naura.
“Kau kenapa?
Beberapa hari ini mukamu gitu terus, kayak mayat hidup tau gak…?” ledek David
semberi menarik pipi Naura. Tapi Naura tetap diam dan tidak menanggapi kelakuan
David. “Kau sedang memikirkan Raka?” ucap David yang tentu saja langsung
merubah mata Naura menjadi berkaca-kaca kini.
Naura tak dapat
menyembunyikannya kini, dia tak dapat menyembunyikan perasaanya lagi terhadap
Raka dari siapapun. Rasa sesak yang sudah ditahannya selama bertahun-tahun tak
dapat ditahannya lagi seolah kini dapat meledak seketika. Air matanya pun
menetes kini dan butiran-butiran bak air hujan itu sudah membasahi meja kantin
tempatnya duduk. Ia tak peduli lagi dengan orang-orang yang tengah
memandangnya. Yang ia inginkan hanyalah mengeluarkan semua rasa sesak yang ada
dihatinya.
“Jangan
menangis, nanti mereka akan berfikir kalau gue udah ngapa-ngapain loe,,,” bisik
David sembari menarik Naura dalam pelukannya.
“Dav, gue….gue
sudah gak tahan lagi…,” ucap Naura lirih yang masih diikuti dengan isak
tangisnya.
“Iya gue tahu,
ini berat buat loe… Tapi apa loe sadar kalau ini juga berat buat gue Na, ngeliat
loe kayak gini terus ini juga nyakitin gue Na…,”
“Ma’af Dav,
gue….gue terlalu egois sama loe….,”
“Akhirnya loe
sadar…,” ucap David sembari menghapus air mata yang masih menggenang di mata
gadis itu. “Gue tahu, loe masih mencintai Raka, bahkan sampai sekarang bukan.
Sekalipun loe sudah pisah selama bertahun-tahun sama dia, loe masih belum bisa
melupakan dia bukan?”
“Dav, gue udah
berusaha…gue….,”
“Iya, gue tahu. Tapi
usaha loe sia-sia Naura. Pada akhirnya hati loe tetap untuk Raka, bukan gue…
Sudah sekarang jangan nangis lagi, loe jelek kalau kayak gini,” ledek David
yang tentu saja membuat Naura tersenyum simpul. “Gue rela, gue relain loe sama
Raka, Ra…,” ucap David. “Aduh kenapa gue jadi mellow kayak gini ya, kan kita
memang cuman sahabatan dari awal dan gak ada hubungan apa-apa selain itu, tapi
kenapa gue berasa seperti ngelepasin cewek gue buat orang lain ya…,” ucap David
dengan wajah konyolnya dan muka yang dibuatnya seolah berpikir.
Naura tersenyum.
“Tapi semua terlambat Dav,,,” ucap Naura diantara senyumnya yang dipaksakannya
itu.
“Tidak ada kata
terlambat buat ngejar cinta loe Ra, selagi loe percaya dia takdir loe, loe
bakal kembali bersama dengannya,”
“Dia sudah pergi
Dav, dia pergi ninggalin gue. Dia ngelakuin apa yang pernah gue lakuin dulu terhadapnya.
Gue gak tahu kalau rasanya bakal sesakit ini, gue gak tahu kalau dulu gue juga
sudah buat dia sesakit ini Dav, ini salah gue,,”
“Ra, berhenti
nyalahin diri loe sendiri. Bagaimana Raka bakal mau ma’afin loe kalau loe
sendiri belum bisa ma’afin diri loe sendiri,” ucap David semberi mengusap
puncak kepala Naura.
David
mengeluarkan sebuah tiket pesawat beserta paspor dari dalam tasnya dan
menyerahkannya ke Naura.
“Apa ini Dav…?”
tanya Naura yang masih tidak mengerti. Naura selama ini tak mempunyai paspor
karena untuk apa baginya karna dia tak pernah pergi ke luar negeri sebelumnya.
“Pergilah,
susullah cowok brengsek itu…,” ucap David.
“Maksud loe…?”
“Raka di Jepang,
susullah dia dan bawa dia kembali Ra…,”
“Kok loe…,”
“Gue tau,
sekalipun dia gak ngasih tahu gue, gue tahu dimana sahabat gue Ra,”
“Tap..tapi,,,Kenapa
dia pergi kesana Dav..?”
“Gue gak tahu.
Loe yang harus nyari tahu sendiri alasan dia pergi kesana. Jadi jangan buang
waktu lagi. Simpan semua ego loe dan susul dia kesana,”
“Tap..tapi
bagaimana dengan kuliah gue, kerjaan gue disini.. Dia gak mungkin bisa dengan
mudah mau ikutin mau gue buat balik ke Indonesia Dav, loe tahu kan bagaimana
keras kepalanya dia…,” jelas Naura.
“Karena itu kami
mau kamu yang menjemputnya kesana, Naura,” ucap seorang wanita dengan pakaian
rapi dan tas jinjing biru tua di tangannya.
Naura terkejut
mendengar siapa wanita yang tengah berbicara di tengah-tengah pembicaraannya
dengan David itu. Dan dia pun terkejut bukan main ketika melihat wanita itu
berjalan ke arah dimana dia dan David duduk bersama.
“Ma…ma..mama….,”
Wanita itu
membuka pelukannya lebar-lebar karna tahu bahwa gadis kecil dihadapannya itu
akan berhambur memeluknya.
“Anakku, anak
gadisku sudah tumbuh sebesar ini…,” ucap wanita itu sembari tetap memeluk erat
gadis itu.
“Ma…ma’afin
Naura, Naura ninggalin mama bertahun-tahun…,”
“Tak apa sayang,
kamu tidak perlu minta ma’af, melihat kamu tumbuh menjadi gadis cantik sebesar
ini saja mama sudah bahagia.. Tapi mama akan bisa lebih bahagia lagi kalau kamu
bisa bersama lagi dengan Raka seperti dulu…,”
“Ma…mama….,”
“Jemput dia
sayang, bawa dia kembali. Kamu mau melakukan itu bukan? Lakukan itu bukan untuk
mama, atau papa, tapi lakukan itu untuk diri kamu sendiri, juga untuk Raka.
Kamu mau kan sayang…?” tanya wanita itu. Naura pun menggangguk sembari masih
memeluk erat tubuh wanita yang sangat dirindukannya itu.
*****
Bandara Narita,
setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 7 jam akhirnya Naura tiba di Jepang.
Dia masih asing di Negara tersebut pasalnya dia pergi seorang diri tanpa
ditemani siapapun. Semua paspor, visa tinggal dan bahkan tempat tinggal serta
semua biaya kuliah kepindahannya ke Jepang diselesaikan oleh Ibu Raka beberapa
bulan yang lalu dan tentu saja itu tanpa sepengetahuan Raka. Sebelum
kepergiannya ke Jepang tangisan haru terpancar dari wajah kedua orang tua
Naura, dan teman-temannya, tapi mereka semua mendukung kepergian Naura. Toh
disana Naura juga tetap bisa belajar banyak untuk melanjutkan kuliah S2 nya.
Sebenarnya ada
keraguan dibenak Naura beberapa bulan yang lalu untuk menyusul Raka ke Jepang.
Dia berat untuk berpisah terlalu jauh dan lama dari kedua orang tuanya. Maklum
Naura anak tunggal jadi selepas kepergiaannya nanti perasaan kesepian pastilah
hinggap di benak kedua orang tuanya nanti. Selain itu bahasa Jepang nya pun
belum begitu fasih, meskipun pernah dia ikut kursus sewaktu di SMA dulu bersama
dengan Raka. Ya, keduanya belajar bahasa jepang sewaktu SMA dulu karena impian
mereka adalah bisa pergi ke Jepang bersama-sama suatu saat nanti. Mereka
termotivasi oleh cerita Ayah Naura yang pernah pergi ke Jepang karena dapat
beasiswa dari kantornya dulu ketika Naura masih sangat kecil. Ayah Naura sering
bercerita tentang bunga sakura yang indah, salju di musim dingin dan banyak
tempat-tempat indah lainnya disana.
Dan akhirnya,
kini pun mereka menginjakkan kaki mereka di Negara impian mereka, meskipun
mereka tidak pergi bersama-sama. Tapi, dengan tekad yang kuat Naura berusaha
untuk menjadikan keberadaannya di Jepang akan selalu bersama-sama dengan Raka
walau apapun yag terjadi.
*****
0 comments:
Posting Komentar