“Apakah kalian percaya takdir?” tanya Raka.
Dua gadis kecil
di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut
Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi
sisi kanan rambutnya itupun menjawab.
“Aku percaya
Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa
Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nantinya terpisah jauh dalam
waktu yang lama dan kemudian kita di pertemukan lagi itu berarti takdir yang
Allah gariskan memang seperti itu,” jelas Naura.
“Aku tidak
sependapat denganmu,” jelas Raysa.
“Kenapa?”
keduanya baik Raka dan Naura pun menoleh mendengan penuturan gadis dengan
rambut ikal itu.
“Menurutku itu
bukan takdir hanya kebetulan saja,”tutur Raysa.
“Menurutmu
begitu?” tanya Naura tapi yang ditanya tak menjawab dan hanya menggelengkan
kepala saja. “Kalau kau Raka?”
“Aku... Kalau
aku percaya dengan takdir sama sepertimu. Menurutku manusia di dunia ini
terhubung oleh benang merah takdir. Begitu pula jodoh, kita terhubung dengannya
oleh benang merah takdir…,” jelas Raka.
Mereka bertiga pun terdiam dalam pemikirannya
masing-masing sembari menatap senja di atas cakrawala yang tak berbatas.
Ketiganya berpisah saat orang tua mereka memanggil nama mereka dan mengajak
mereka pulang ke rumah masing-masing. Ketika malam menjelang sebelum tidur
Naura membuka bantal tempat ia berbaring. Ada sebuah gelang kecil seukuran
tangannya yang terbuat dari benang berwarna merah.
“Apakah itu
maksudnya kamu menyelipkan benang ini di sini…..,” gumam Naura sembari menatap
gelang yang kini berada di genggamannya sebelum akhirnya dia tertidur lelap.


0 comments:
Posting Komentar