Jumat, 13 Juli 2018

Sembilan

Edit Posted by with No comments


Saat kulihat wajahmu
Tak satupun yang aku ubah
Karena kau luar biasa
Apa adanya dirimu
Dan saat kau tersenyum
Dunia berhenti dan melihat sejenak
Karena kau luar biasa
~Just The Way You Are, Bruno Mars~
Hari sudah pagi ketika Naura memicingkan mata akibat sinar matahari yang menyilaukan matanya, hingga membuat dirinya terpaksa harus segera bangun dari tidurnya dan bersiap untuk menyiapkan sarapan pagi untuk Raka. Ia kemudian mengenakan jubah tidurnya untuk menutupi baju tidur di dalamnya. Ia berkutat dengan bahan makanan di dapurnya. Ia masih melihat Raka tertidur di sofa ruang tamu beberapa saat lalu, hingga ia tak berani untuk menimbulkan suara-suara yang mengganggu dari kegiatan memasaknya, sehingga dia melakukan semuanya dengan perlahan.
Namun tiba-tiba bel berbunyi dan tentu saja itu membuat Naura hendak bergegas untuk membuka pintu rumah untuk melihat siapa gerangan yang berkunjung pagi-pagi sekali. Ketika Naura membuka pintu rumah Raka, ia terkejut melihat seorang wanita cantik keturunan Jepang sedang berdiri di ambang pintu dengan membawa beberapa kotak yang dapat di duga oleh Naura bahwa kotak itu berisi makanan. Pasalnya, ia dapat mencium aroma masakan di dalamnya. Wanita itu terkejut mendapati Naura dan bukannya Raka yang membukakan pintu rumah itu. Dan kemudian wanita itu pun bertanya.
Ohayogozaimasu[1],” sapa wanita itu dengan senyum yang mengembang. Namun dia terkejut karena bukan Raka yang membukakan pintu rumahnya melainkan seorang wanita yang berusia kira-kira dua tahun lebih muda darinya yang mengenakan sebuah jubah tidur, dengan wajah yang juga khas bangun tidurnya. “Anata wa daredesuka[2]?” tanya wanita itu kemudian untuk mengatasi rasa penasarannya dengan wanita dihadapannya itu.
Watashi wa Naura desu[3], Anata wa daredesuka?” tanya Naura balik.
A Watashi wa Minna, kono-ka no tonari no rinjin[4],” jelas wanita itu pada Naura.
Oh, Minna san, hajime mashite[5],” ucap Naura ramah. “Em, watashi wa kono ni anata no tochaku no mokuteki o shitte iru kamo shiremasen?”[6] tanya Naura.
Ah, tabemono o motte kuru[7]no tame ni Raka desu[8],” ucap Minna dengan canggung.
Ah, arigato. Shikashi, kare wa mada nemutte iru, watashi wa anata no tame ni kare o mewomasasu hitsuyo ga arimasuka?”[9] ucap Naura pada Minna.
Oh, kare ni watashi no aisatsu o tsutaeru hitsuyo wa arimasen[10],”
“Mochido tabemono ni kansha shimasu[11],”
“Hai, watashi wa jibun jishin o yurusu[12],” ucap Minna yang di jawab anggukan oleh Naura.
Naura kemudian menutup pintu setelah kepergian Minna. Namun ketika dia membalikkan badannya ia sungguh terkejut mendapati Raka tengah berdiri tepat di hadapannya. Jarak mereka sungguh begitu dekat, hingga Raka dapat merasakan hembusan nafas Naura. Ia menatap wanita itu dan menyembunyikan senyumnya karena melihat wajah wanita itu blushing karena ulahnya. Naura pun memundurkan tubuhnya satu langkah ke belakang, sementara Raka yang menyadari tingkah Naura puh hanya terkekeh ketika melihat wanita itu kemudian berjalan melewati dirinya.
“Siapa yang berkunjung pagi-pagi?” tanya Raka.
“Kamu yakin pingin tahu?” ucap Naura.
“Ya, tentu saja, dia tamuku dan sudah seharusnya aku tahu siapa yang berkunjung kesini,” ujar Raka.
“Hanya seorang wanita,”
“Ahh, seorang wanita ya, pasti Minna. Dia kesini memberikan kotak sarapan pagi kan?” tanya Raka yang dijawab anggukan oleh Naura. Raka tahu kini raut wajah wanita itu berubah menjadi sedikit kesal. Dan tentu saja hal itu membuat Raka malah merasa senang karena ia punya alasan untuk menggoda wanita itu. “Coba kita lihat, bisa berubah menjadi seagresif apakah dirimu jika dalam kondisi seperti ini?” batin Raka.
Raka pun kemudian berjalan mendekati Naura yang berkutat dengan bahan makanannya. Ia bermaksud untuk menggoda wanita yang kini menunduk dan tak mau memandangnya itu.
“Itukah alasannya kamu tidak membangunkanku?” tanya Raka.
“Apa maksud mu?” tanya Naura dengan masih tidak melihat kearah lelaki yang mengajaknya bicara.
Raka menarik pergelangan tangan Naura, memeluk wanita itu dan kemudian mendudukkan wanita itu di pangkuannya. Naura yang terkejut dengan perlakuan Raka yang seekstrim ini. Dia pun hanya menundukkan kepalanya karena malu memandang wajah lelaki itu. Raka tetap diam sejenak duduk di kursi di ruang makan itu dengan tetap mendudukkan Naura di pangkuannya. Tangannya melingkar di pinggang wanita itu hingga Naura terkunci dan tak bisa pergi.
Setelah puas mengamati wajah wanitanya yang masih tak berani untuk menatap dirinya itu, ia kembali menggoda wanita itu hingga wanita itu akan menyerah dan akhirnya menatap ke arahnya.
“Kamu bukannya tidak tahu kalau aku terbangun karena dering bel itu kan? Kamu pasti mendengar suara aku terbangun perlahan ketika kamu mulai membuka pintu. Tapi, kamu tetap mengatakan pada Minna kalau aku masih tidur, tanpa mengecek apakah aku benar-benar masih tidur atau sudah bangun..,” ucap Raka yang tentu saja membuat Naura melotot dan menatap Raka karena terkejutannya.
Raka yang menyadari bahwa dugaaannya adalah benar hanya mampu terkekeh melihat ekspresi Naura. Sementara Naura menahan malu seperti kucing yang ketangkap basah mencuri ikan.
“Ucapanku benarkan?” tanya Raka lagi yang tentu saja di jawab anggukan oleh Naura. Akhirnya Naura pun mempunyai keberanian untuk menatap lelaki itu dan bertanya.
“Siapa dia?” tanyanya.
“Siapa Maksudmu?”
“Wanita itu…,”
“Minna, bukannya kamu sudah tahu namanya dari tadi,”
“Iya, aku tahu namanya. Tapi siapa dia?”
“Maksudmu?”
“Raka…maksudku siapa dia bagimu? Kenapa dia memberimu kotak sarapan? Apakah dia sering melakukannya? Apakah…..,” Naura akhirnya menumpahkan banyak pertanyaan yang dipendamnya sedari tadi. Namun, pertanyaan terakhirnya tak mampu terucapkan karena Raka membungkam bibirnya dengan bibir Raka. Hingga terjadilah ciuman pagi yang cukup panjang diantara keduanya. Setelah melepas bibirnya dari bibir Naura, Raka menatap Naura namun wanita itu menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Raka untuk menyembunyikan blushing di wajahnya. Raka yang mengerti dan memahami bahwa wanita itu malu karena ciuman yang diberikannya hanya bisa terkekeh melihat tingkah lucunya.
“Hei, kenapa kamu menyembunyikan wajahmu? Apakah kamu malu?” tanya Raka yang tentu saja membuat Naura makin menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Raka dengan semakin dalam. “Hei..ayolah aku ingin melihat wajahmu…,” ucap Raka sembari menarik wajah gadis itu agar menatapnya.
Raka dapat merasakan gelengan dari kepala Naura di lehernya yang menandakan bahwa wanita itu tidak mau mengikuti keinginannya. “Aku nggak mau, ini pertama kalinya, aku malu…,” ujarnya lirih namun masih dapat di dengar oleh Raka.
“Ini pertama kalinya? Jadi, yang semalam kamu lakukan tidak di hitung?” goda Raka.
“Yang semalam ku lakukan adalah kecupan Ka, yang ini….kalau yang ini….,”
“Ah, pasti kamu mau bilang kalau yang ini adalah ciuman jadi berbeda dari yang semalam?” tanya Raka yang dijawab anggukan oleh Naura. “Dasar gadis polos,” batin Raka melihat tingkah lucu Naura.
“Jadi, jelaskan padaku, dia siapa?” tanya Naura lagi, yang kini pikirannya kembali teringat pada persolan beberapa saat lalu sebelum fantasi ciuman Raka memenuhi otaknya dalam sekejap.
“Dia Minna, tetangga sebelah, sering member kotak makan pagi, tepatnya sejak seminggu yang lalu,” jelas Raka dengan lirih di telinga Naura.
Naura kemudian menatap, Raka dan bertanya kembali. “Hanya itu…?”
“Ya, tentu saja kecuali kamu mau aku sama dia lebih…..,”
“Jangan! Jangan lebih dari sekedar itu…,” ucap Naura dengan blushing di pipinya yang membuat Raka tersenyum lebar.
“Kenapa?”
“Dia cantik…,”
“Terus….?”
“Kalau kamu sama dia, aku…aku…,”
“Kamu cemburu?”
“Apa perasaan yang seperti itu di sebut cemburu?”
“Ya, tentu saja. Perasaan sakit ketika kamu melihatku dekat dengan gadis lain. Bukankah perasaan yang seperti itu yang mau kamu katakan?” tanya Raka yang di jawab anggukan oleh Naura. “Itu namanya cemburu sayang…,” ucap Raka sembari mengecup bibir gadis itu singkat dan tentu saja dampaknya adalah tercetak warna merah layaknya tomat di pipi Naura, namun gadis itu juga tersenyum dengan perlakuan Raka.
“Oke semuanya sudah selesai sekarang,” ucap Raka yang tentu saja membuat Naura mengerutkan kening karena bingung. “Semuanya sudah selesai Naura, kamu harus bangun dan berdiri. Atau kamu mau kita tetap dalam posisi ini sambil sarapan?” jelas Raka yang tentu saja membuat Naura kembali malu karena ia lupa bahwa dirinya dan Raka masih dalam posisi yang seperti itu.
Naura pun bangkit dan menyiapkan makanan yang tadi belum dihidangkannya. Ketika Raka hendak membuka kotak yang berikan oleh Minna, Naura melarangnya.
“Kenapa?” tanya Raka.
“Jangan, jangan makan makanan itu? Kamu makan masakanku saja, sebentar lagi selesai,” ujar Naura.
“Lah terus makanan ini? Di buang? Bukankah dulu kamu sering bilang kalau kita tidak boleh membuang-buang makanan?” tanya Raka.
“Siapa bilang aku akan membuangnya,”
“Terus?”
“Aku akan makan makanan dari Minna, Raka. Dan kamu makan-makanan yang sudah aku siapkan…,” jelas Naura.
“Hahaha…dasaar…bilang aja kamu cemburu, sampai nggak bolehin aku makan masakan Minna…,”
“Biarin….,” ucap Naura sembari menjulurkan lidahnya ke arah Raka.
*****
Raka sudah berpakaian rapi hendak pergi ke rumah sakit tempatnya bekerja dulu sebelum berangkat ke kampus. Ia berdiri di ambang pintu kamar, melihat wanitanya tengah bersiap diri. Wanita itu mengenakan sebuah dress simple dengan warna peach. Dress itu sangat cocok di tubuhnya yang ramping dan tidak terlalu tinggi itu. Ia menata rambutnya dan membiarkannya tergerai dengan rapi. Tak lupa pula ia menyelipkan sebiah jepit kecil dan menyibak poninya ke belakang. Ketika ia hendak membalik tubuhnya dari cermin, ia terkejut mendapati Raka berdiri di ambang pintu.
“Sejak kapan kamu berdiri di situ?” tanya Naura dengan menaruh kedua tanganya di depan dada.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku baru berdiri 5 menit yang lalu, tepatnya saat kamu sudah selesai dengan polesan tipis di wajahmu dan tatanan rambutmu itu,”
“Oh…,”
“Ya, sudah ayo kita berangkat…,” ujar Raka.
“Loh, bukannya kamu bilang mau ke rumah sakit dulu?”
“Iya, aku mau ke rumah sakit cuman minta surat izin bentar habis itu ke kampus sama nganterin kamu ambil surat izin juga,”
“Lah, aku hari ini baru mau masuk kuliah Raka, kenapa musti izin?” tanya Naura.
“Kita harus balik ke Indonesia nanti malam…,” jelas Raka.
“Balik? Kenapa Ka? Apa terjadi sesuatu?” tanya Naura.
“Tidak. Makanya sebelum sesuatu terjadi kita harus balik ke Indonesia secepatnya. Setelah itu baru kita kembali ke Jepang…,” jelas Raka.
“Apa sih maksud kamu Ka? Jangan-jangan kamu beneran mau nganter aku balik. Kamu nggak mau kan aku nyusul kamu kesini..kam…kamu….,” ucap Naura dengan terisak dan tangisnya mulai pecah.
Raka yang melihat hal itu menjadi bingung, kenapa wanita ini malah berpikiran bahwa dirinya tidak ingin Naura ada disampingnya. Itu mustahil karena nyatanya bersama gadis itu di sampingnya membuat ia kembali merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Namun, dirinya juga tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada wanita itu karena dirinya tak mampu menahan diri untuk tidak menyentuh wanita itu. Berpisah bertahun-tahun membuat Raka enggan untuk melepas wanita itu lagi. Karenanya ia ingin mengikat wanita itu agar menjadi miliknya dalam ikatan yang halal selamanya.
“Kamu jahat Raka…kam…kamu…..,” ucapan Naura terpotong karena bibir Raka kembali membungkam bibir Naura untuk kedua kalinya. Tangis Naura, berangsur-angsur mereda dan tergantikan oleh sensasi yang ditimbulkan oleh ciuman Raka.
Ketika tak lagi mendengar isak tangis wanita itu, Raka melepaskan ciumannya dan berbisik di telinga Naura untuk menyatakan maksudnya kenapa ia ingin mereka segera kembali ke Indonesia.
“Aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku tidak akan menyentuhmu lebih dari sekedar ciuman jika kamu tinggal disisiku dalam waktu yang lebih lama lagi. Kamu merasakannya bukan? Kamu merasakan hasratku melalui ciuman itu bukan?” tanya Raka dan di jawab anggukan oleh Naura. Wanita itu kembali blushing dengan mudahnya oleh ulah Raka.
“Kita kembali nanti malam ke Indonesia. Aku akan menjadikanmu milikku selamanya hingga kamu tidak akan pernah bisa pergi lagi meninggalkanku,” ucap Raka.
“Maksudmu? Kita…,”
“Ya, kita menikah….,”
“Naura Khanza Davinka, apakah kamu mau menikah denganku dan menjadi ibu dari anak-anakku?” tanya Raka.
“Apa ini sebuah lamaran?” tanya Naura.
“Ya, tentu saja…memangnya kamu mau aku lamar di tempat romantic seperti kebanyakan orang?”
“Tidak, tentu saja tidak. Aku lebih suka yang ini, di lamar di depan pintu rumah, ini lebih unik dan tidak biasa, aku suka…,”
“Kamu yakin?”
“Ya, tentu saja. Raka Andana Putra, Saya Naura Khanza Davinka, menerima lamaran anda untuk menjadi istri sekaligus menjadi ibu dari anak-anak anda nantinya,” ucap Naura mantap sembari menatap mata Raka dengan penuh cinta.
“Kamu yakin, tidak masalah meskipun aku sudah menikah sebelumnya?” tanya Raka dan di jawab anggukan oleh Naura.
“Sekali lagi aku tanya apakah kamu yakin? Karena setelah ini aku tidak akan melepaskanmu selamanya meskipun kamu ingin,” ucap Raka.
“Iya, Raka. Aku yakin….,”ucap Naura.
Dan setelah ucapan terakhir Naura itu, Raka mengecup singkat bibir wanita itu sebelum akhirnya mereka melenggang pergi dengan sebuah mobil berwarna putih.
*****


[1]Selamat pagi
[2] Anda siapa?
[3] Nama saya Naura, anda siapa?”
[4] Oh, nama saya Minna, tetangga sebelah rumah ini.
[5] Oh, nona Minna, salam kenal.
[6] Em, bolehkah saya tahu maksud kedatangan anda ke sini?
[7] Oh saya membawa makanan
[8] Untuk tuan Raka.
[9] Oh, terima kasih. Tapi, dia masih tidur. Apakah saya perlu membangunkannya untuk anda?
[10] Oh, tidak perlu sampaikan saja salam saya untuk dia.
[11] Baiklah kalau begitu. Sekali lagi terima kasih atas makanannya.
[12] Iya, baiklah saya permisi

0 comments:

Posting Komentar