Saat kulihat
wajahmu
Tak satupun
yang aku ubah
Karena kau luar
biasa
Apa adanya
dirimu
Dan saat kau
tersenyum
Dunia berhenti
dan melihat sejenak
Karena kau luar
biasa
~Just The Way
You Are, Bruno Mars~
Hari sudah pagi ketika Naura memicingkan mata akibat
sinar matahari yang menyilaukan matanya, hingga membuat dirinya terpaksa harus
segera bangun dari tidurnya dan bersiap untuk menyiapkan sarapan pagi untuk
Raka. Ia kemudian mengenakan jubah tidurnya untuk menutupi baju tidur di
dalamnya. Ia berkutat dengan bahan makanan di dapurnya. Ia masih melihat Raka
tertidur di sofa ruang tamu beberapa saat lalu, hingga ia tak berani untuk
menimbulkan suara-suara yang mengganggu dari kegiatan memasaknya, sehingga dia
melakukan semuanya dengan perlahan.
Namun tiba-tiba bel berbunyi dan tentu saja itu
membuat Naura hendak bergegas untuk membuka pintu rumah untuk melihat siapa
gerangan yang berkunjung pagi-pagi sekali. Ketika Naura membuka pintu rumah
Raka, ia terkejut melihat seorang wanita cantik keturunan Jepang sedang berdiri
di ambang pintu dengan membawa beberapa kotak yang dapat di duga oleh Naura
bahwa kotak itu berisi makanan. Pasalnya, ia dapat mencium aroma masakan di
dalamnya. Wanita itu terkejut mendapati Naura dan bukannya Raka yang membukakan
pintu rumah itu. Dan kemudian wanita itu pun bertanya.
“Ohayogozaimasu[1],”
sapa wanita itu dengan senyum yang mengembang. Namun dia terkejut karena
bukan Raka yang membukakan pintu rumahnya melainkan seorang wanita yang berusia
kira-kira dua tahun lebih muda darinya yang mengenakan sebuah jubah tidur,
dengan wajah yang juga khas bangun tidurnya. “Anata wa daredesuka[2]?”
tanya wanita itu kemudian untuk mengatasi rasa penasarannya dengan wanita
dihadapannya itu.
“Watashi wa
Naura desu[3],
Anata wa daredesuka?” tanya Naura balik.
“ A Watashi wa
Minna, kono-ka no tonari no rinjin[4],”
jelas wanita itu pada Naura.
“Oh, Minna san,
hajime mashite[5],”
ucap Naura ramah. “Em, watashi wa kono ni
anata no tochaku no mokuteki o shitte iru kamo shiremasen?”[6]
tanya Naura.
“Ah, arigato.
Shikashi, kare wa mada nemutte iru, watashi wa anata no tame ni kare o
mewomasasu hitsuyo ga arimasuka?”[9]
ucap Naura pada Minna.
“Oh, kare ni
watashi no aisatsu o tsutaeru hitsuyo wa arimasen[10],”
“Mochido
tabemono ni kansha shimasu[11],”
“Hai,
watashi wa jibun jishin o yurusu[12],” ucap Minna yang di jawab anggukan oleh Naura.
Naura kemudian menutup pintu setelah kepergian Minna.
Namun ketika dia membalikkan badannya ia sungguh terkejut mendapati Raka tengah
berdiri tepat di hadapannya. Jarak mereka sungguh begitu dekat, hingga Raka
dapat merasakan hembusan nafas Naura. Ia menatap wanita itu dan menyembunyikan
senyumnya karena melihat wajah wanita itu blushing karena ulahnya. Naura pun
memundurkan tubuhnya satu langkah ke belakang, sementara Raka yang menyadari
tingkah Naura puh hanya terkekeh ketika melihat wanita itu kemudian berjalan
melewati dirinya.
“Siapa yang berkunjung pagi-pagi?” tanya Raka.
“Kamu yakin pingin tahu?” ucap Naura.
“Ya, tentu saja, dia tamuku dan sudah seharusnya aku
tahu siapa yang berkunjung kesini,” ujar Raka.
“Hanya seorang wanita,”
“Ahh, seorang wanita ya, pasti Minna. Dia kesini
memberikan kotak sarapan pagi kan?” tanya Raka yang dijawab anggukan oleh
Naura. Raka tahu kini raut wajah wanita itu berubah menjadi sedikit kesal. Dan
tentu saja hal itu membuat Raka malah merasa senang karena ia punya alasan
untuk menggoda wanita itu. “Coba kita lihat, bisa berubah menjadi seagresif
apakah dirimu jika dalam kondisi seperti ini?” batin Raka.
Raka pun kemudian berjalan mendekati Naura yang
berkutat dengan bahan makanannya. Ia bermaksud untuk menggoda wanita yang kini
menunduk dan tak mau memandangnya itu.
“Itukah alasannya kamu tidak membangunkanku?” tanya
Raka.
“Apa maksud mu?” tanya Naura dengan masih tidak
melihat kearah lelaki yang mengajaknya bicara.
Raka menarik pergelangan tangan Naura, memeluk wanita
itu dan kemudian mendudukkan wanita itu di pangkuannya. Naura yang terkejut
dengan perlakuan Raka yang seekstrim ini. Dia pun hanya menundukkan kepalanya
karena malu memandang wajah lelaki itu. Raka tetap diam sejenak duduk di kursi
di ruang makan itu dengan tetap mendudukkan Naura di pangkuannya. Tangannya
melingkar di pinggang wanita itu hingga Naura terkunci dan tak bisa pergi.
Setelah puas mengamati wajah wanitanya yang masih tak
berani untuk menatap dirinya itu, ia kembali menggoda wanita itu hingga wanita
itu akan menyerah dan akhirnya menatap ke arahnya.
“Kamu bukannya tidak tahu kalau aku terbangun karena
dering bel itu kan? Kamu pasti mendengar suara aku terbangun perlahan ketika
kamu mulai membuka pintu. Tapi, kamu tetap mengatakan pada Minna kalau aku
masih tidur, tanpa mengecek apakah aku benar-benar masih tidur atau sudah
bangun..,” ucap Raka yang tentu saja membuat Naura melotot dan menatap Raka
karena terkejutannya.
Raka yang menyadari bahwa dugaaannya adalah benar
hanya mampu terkekeh melihat ekspresi Naura. Sementara Naura menahan malu
seperti kucing yang ketangkap basah mencuri ikan.
“Ucapanku benarkan?” tanya Raka lagi yang tentu saja
di jawab anggukan oleh Naura. Akhirnya Naura pun mempunyai keberanian untuk
menatap lelaki itu dan bertanya.
“Siapa dia?” tanyanya.
“Siapa Maksudmu?”
“Wanita itu…,”
“Minna, bukannya kamu sudah tahu namanya dari tadi,”
“Iya, aku tahu namanya. Tapi siapa dia?”
“Maksudmu?”
“Raka…maksudku siapa dia bagimu? Kenapa dia memberimu
kotak sarapan? Apakah dia sering melakukannya? Apakah…..,” Naura akhirnya
menumpahkan banyak pertanyaan yang dipendamnya sedari tadi. Namun, pertanyaan
terakhirnya tak mampu terucapkan karena Raka membungkam bibirnya dengan bibir
Raka. Hingga terjadilah ciuman pagi yang cukup panjang diantara keduanya.
Setelah melepas bibirnya dari bibir Naura, Raka menatap Naura namun wanita itu
menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Raka untuk menyembunyikan blushing di
wajahnya. Raka yang mengerti dan memahami bahwa wanita itu malu karena ciuman
yang diberikannya hanya bisa terkekeh melihat tingkah lucunya.
“Hei, kenapa kamu menyembunyikan wajahmu? Apakah kamu
malu?” tanya Raka yang tentu saja membuat Naura makin menyembunyikan wajahnya
di ceruk leher Raka dengan semakin dalam. “Hei..ayolah aku ingin melihat
wajahmu…,” ucap Raka sembari menarik wajah gadis itu agar menatapnya.
Raka dapat merasakan gelengan dari kepala Naura di
lehernya yang menandakan bahwa wanita itu tidak mau mengikuti keinginannya.
“Aku nggak mau, ini pertama kalinya, aku malu…,” ujarnya lirih namun masih
dapat di dengar oleh Raka.
“Ini pertama kalinya? Jadi, yang semalam kamu lakukan
tidak di hitung?” goda Raka.
“Yang semalam ku lakukan adalah kecupan Ka, yang
ini….kalau yang ini….,”
“Ah, pasti kamu mau bilang kalau yang ini adalah
ciuman jadi berbeda dari yang semalam?” tanya Raka yang dijawab anggukan oleh
Naura. “Dasar gadis polos,” batin Raka melihat tingkah lucu Naura.
“Jadi, jelaskan padaku, dia siapa?” tanya Naura lagi,
yang kini pikirannya kembali teringat pada persolan beberapa saat lalu sebelum
fantasi ciuman Raka memenuhi otaknya dalam sekejap.
“Dia Minna, tetangga sebelah, sering member kotak
makan pagi, tepatnya sejak seminggu yang lalu,” jelas Raka dengan lirih di
telinga Naura.
Naura kemudian menatap, Raka dan bertanya kembali.
“Hanya itu…?”
“Ya, tentu saja kecuali kamu mau aku sama dia
lebih…..,”
“Jangan! Jangan lebih dari sekedar itu…,” ucap Naura
dengan blushing di pipinya yang membuat Raka tersenyum lebar.
“Kenapa?”
“Dia cantik…,”
“Terus….?”
“Kalau kamu sama dia, aku…aku…,”
“Kamu cemburu?”
“Apa perasaan yang seperti itu di sebut cemburu?”
“Ya, tentu saja. Perasaan sakit ketika kamu melihatku
dekat dengan gadis lain. Bukankah perasaan yang seperti itu yang mau kamu
katakan?” tanya Raka yang di jawab anggukan oleh Naura. “Itu namanya cemburu
sayang…,” ucap Raka sembari mengecup bibir gadis itu singkat dan tentu saja
dampaknya adalah tercetak warna merah layaknya tomat di pipi Naura, namun gadis
itu juga tersenyum dengan perlakuan Raka.
“Oke semuanya sudah selesai sekarang,” ucap Raka yang
tentu saja membuat Naura mengerutkan kening karena bingung. “Semuanya sudah
selesai Naura, kamu harus bangun dan berdiri. Atau kamu mau kita tetap dalam
posisi ini sambil sarapan?” jelas Raka yang tentu saja membuat Naura kembali
malu karena ia lupa bahwa dirinya dan Raka masih dalam posisi yang seperti itu.
Naura pun bangkit dan menyiapkan makanan yang tadi
belum dihidangkannya. Ketika Raka hendak membuka kotak yang berikan oleh Minna,
Naura melarangnya.
“Kenapa?” tanya Raka.
“Jangan, jangan makan makanan itu? Kamu makan
masakanku saja, sebentar lagi selesai,” ujar Naura.
“Lah terus makanan ini? Di buang? Bukankah dulu kamu
sering bilang kalau kita tidak boleh membuang-buang makanan?” tanya Raka.
“Siapa bilang aku akan membuangnya,”
“Terus?”
“Aku akan makan makanan dari Minna, Raka. Dan kamu
makan-makanan yang sudah aku siapkan…,” jelas Naura.
“Hahaha…dasaar…bilang aja kamu cemburu, sampai nggak
bolehin aku makan masakan Minna…,”
“Biarin….,” ucap Naura sembari menjulurkan lidahnya ke
arah Raka.
*****
Raka sudah berpakaian rapi hendak pergi ke rumah sakit
tempatnya bekerja dulu sebelum berangkat ke kampus. Ia berdiri di ambang pintu
kamar, melihat wanitanya tengah bersiap diri. Wanita itu mengenakan sebuah
dress simple dengan warna peach. Dress itu sangat cocok di tubuhnya yang
ramping dan tidak terlalu tinggi itu. Ia menata rambutnya dan membiarkannya
tergerai dengan rapi. Tak lupa pula ia menyelipkan sebiah jepit kecil dan
menyibak poninya ke belakang. Ketika ia hendak membalik tubuhnya dari cermin,
ia terkejut mendapati Raka berdiri di ambang pintu.
“Sejak kapan kamu berdiri di situ?” tanya Naura dengan
menaruh kedua tanganya di depan dada.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku baru berdiri 5
menit yang lalu, tepatnya saat kamu sudah selesai dengan polesan tipis di
wajahmu dan tatanan rambutmu itu,”
“Oh…,”
“Ya, sudah ayo kita berangkat…,” ujar Raka.
“Loh, bukannya kamu bilang mau ke rumah sakit dulu?”
“Iya, aku mau ke rumah sakit cuman minta surat izin
bentar habis itu ke kampus sama nganterin kamu ambil surat izin juga,”
“Lah, aku hari ini baru mau masuk kuliah Raka, kenapa
musti izin?” tanya Naura.
“Kita harus balik ke Indonesia nanti malam…,” jelas
Raka.
“Balik? Kenapa Ka? Apa terjadi sesuatu?” tanya Naura.
“Tidak. Makanya sebelum sesuatu terjadi kita harus
balik ke Indonesia secepatnya. Setelah itu baru kita kembali ke Jepang…,” jelas
Raka.
“Apa sih maksud kamu Ka? Jangan-jangan kamu beneran
mau nganter aku balik. Kamu nggak mau kan aku nyusul kamu kesini..kam…kamu….,”
ucap Naura dengan terisak dan tangisnya mulai pecah.
Raka yang melihat hal itu menjadi bingung, kenapa
wanita ini malah berpikiran bahwa dirinya tidak ingin Naura ada disampingnya.
Itu mustahil karena nyatanya bersama gadis itu di sampingnya membuat ia kembali
merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Namun, dirinya juga tidak mau
sesuatu yang buruk terjadi pada wanita itu karena dirinya tak mampu menahan
diri untuk tidak menyentuh wanita itu. Berpisah bertahun-tahun membuat Raka
enggan untuk melepas wanita itu lagi. Karenanya ia ingin mengikat wanita itu
agar menjadi miliknya dalam ikatan yang halal selamanya.
“Kamu jahat Raka…kam…kamu…..,” ucapan Naura terpotong
karena bibir Raka kembali membungkam bibir Naura untuk kedua kalinya. Tangis
Naura, berangsur-angsur mereda dan tergantikan oleh sensasi yang ditimbulkan
oleh ciuman Raka.
Ketika tak lagi mendengar isak tangis wanita itu, Raka
melepaskan ciumannya dan berbisik di telinga Naura untuk menyatakan maksudnya
kenapa ia ingin mereka segera kembali ke Indonesia.
“Aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku tidak akan
menyentuhmu lebih dari sekedar ciuman jika kamu tinggal disisiku dalam waktu
yang lebih lama lagi. Kamu merasakannya bukan? Kamu merasakan hasratku melalui
ciuman itu bukan?” tanya Raka dan di jawab anggukan oleh Naura. Wanita itu
kembali blushing dengan mudahnya oleh ulah Raka.
“Kita kembali nanti malam ke Indonesia. Aku akan
menjadikanmu milikku selamanya hingga kamu tidak akan pernah bisa pergi lagi
meninggalkanku,” ucap Raka.
“Maksudmu? Kita…,”
“Ya, kita menikah….,”
“Naura Khanza Davinka, apakah kamu mau menikah
denganku dan menjadi ibu dari anak-anakku?” tanya Raka.
“Apa ini sebuah lamaran?” tanya Naura.
“Ya, tentu saja…memangnya kamu mau aku lamar di tempat
romantic seperti kebanyakan orang?”
“Tidak, tentu saja tidak. Aku lebih suka yang ini, di
lamar di depan pintu rumah, ini lebih unik dan tidak biasa, aku suka…,”
“Kamu yakin?”
“Ya, tentu saja. Raka Andana Putra, Saya Naura Khanza
Davinka, menerima lamaran anda untuk menjadi istri sekaligus menjadi ibu dari
anak-anak anda nantinya,” ucap Naura mantap sembari menatap mata Raka dengan
penuh cinta.
“Kamu yakin, tidak masalah meskipun aku sudah menikah
sebelumnya?” tanya Raka dan di jawab anggukan oleh Naura.
“Sekali lagi aku tanya apakah kamu yakin? Karena
setelah ini aku tidak akan melepaskanmu selamanya meskipun kamu ingin,” ucap
Raka.
“Iya, Raka. Aku yakin….,”ucap Naura.
Dan setelah ucapan terakhir Naura itu, Raka mengecup
singkat bibir wanita itu sebelum akhirnya mereka melenggang pergi dengan sebuah
mobil berwarna putih.
*****
0 comments:
Posting Komentar