Jumat, 13 Juli 2018

Bab 4

Edit Posted by with No comments


Fajar menyingsing di pagi hari, seperti biasa ku sibak gorden kamar tidurku dan menghirup udara pagi nan segar. Hari minggu memang hari keluarga, banyak ku lihat beberapa anggota keluarga sedang berjalan ataupun berbincang bersama. Ada juga yag terlihat hendak melakukan perjalanan. Ya,, mungkin perjalanan liburan seperti yang sering di lakukan oleh keluargaku setiap kali kami bersama-sama. Tapi, minggu ini aku tak bisa pulang, dan bahkan minggu-minggu ke depannya, karna kuliahku sudah sampai pada batas yang sangat sibuk hingga bahkan tak ada kesempatan untuk refrehing atau jalan-jalan bersama Intan dan Sari. Ya,, maklum saja tugas benar-benar menumpuk dan semuanya memiliki deadline yang berdekatan. Jadi tak heran jika aku yang baru saja terbangun setelah begadang semalaman masih saja mengotak-atik leptop setelah sejenak menikmati pemandangan orang-orang yang lalu lalang, dari jendela kamarku.
Kruyuk,,kruyuk,,”, seperti itulah kedengarannya suara perutku yang kelaparan. Maklum mungkin karena tenagaku telah terkuras begitu banyak setelah semaleman begadang mengerjakan tugas-tugas ini.
Aku berjalan gontai ke dapur untuk mencari apa saja yang bisa dimakan disana. Tapi, sayang sekali nasi telah habis dan aku malas untuk memasak hari ini. Akhirnya ku putuskan untuk memasak mie saja, karna aku terlalu malas untuk ke luar, sekedar membeli makan hari ini. Ya begitulah kehidupan anak kos’an, makan apa adanya dan jika sedang malas memasak ya terpaksa pilihan terakhir hanya mie rebus.  Tapi tiba-tiba tangan seseorang terjulur ke arahku dengan menawarkan sebuah bungkusan, yang ku tahu pasti itu nasi.
“ Daripada makan mie,,,?” aku terkejut melihat dia tiba-tiba bersikap baik dengan membelikanku sebungkus nasi, yang memang saatini benar-benar ku butuhkan karena perutku sudahtak dapat berkompromi lagi. Tapi, mungkindia mengetahui bahwasannya aku terkejut dengan sikapnya, “ Jangan Gr aku tak membelikanmu ini secara gratis, sebagai gantinya masak untuk makan siang dan makan malam, aku sudah bosan beli makanan di luar,” ucapnya.
Aku tahu bahwa sebenarnya dia membelikan makanan itu tulus untukku. Tapi dia terlihat seolah menyembunyikannya dariku. Dan aku pun memutuskan untuk berpura-pura tidak mengetahui maksud tulusnya itu.
“Gue sibuk, masih banyak tugas yang harus ku selesaikan,” jelasku.
“ Benarkah semuanya karena tugas? Hingga loe gak bisa masak?”
“ Iya,,,”
“ Pokoknya loe harus memasak untuk makan siang nanti, gue udah bantu bersihkan rumah dan loe juga harus kerjain tugas loe,”
“ Gue gak pernah minta bantuan loe buatngebersiin rumah. Bukankah perjanjiannya udah berakhir. Jadi sekarang gue bebas dari tugas biasanya,”
“ Gue gak peduli perjanjian itu berakhir atau tidak. Pokoknya gue hanya ingin makan masakan loe hari ini,”
“ Terserah, pokonya gue nggak akan masak hari ini. Loe bisa beli di luar, toh loe biasanya juga ngeluh dengan masakan gue kan?”
“ Udah gue bilang kan, gue bosen beli di luar,”
“ Alasan mana ada kata bosen, loe bisa pilih menu yang laen-laen atau beli di tempat yang laen,”
“ Pokoknya gue hanya mau makan masakan loe hari ini, titik,” ucapnya sembari pergi dan meletakkan nasi bungkusan itu di atas meja karna tanganku belum sepenuhnya menerima pemberiannya itu.
            Terdengar suara bantingan pintu dari kamarnya. Sepertinya dia sedang marah, aku tahu siapa yang tengah dimarahinya itu, yaitu aku sendiri yang tengah berdiri mematumg di meja dapur hari ini. Aku menimbang-nimbang apakah akan makan makanan itu atau tidak. Tapi karna perutku sudah tak terselamatkan aku pun memutuskan untuk memakannya. Usai makan aku enggan tuk mandi, aku kembali ke kamar tidurku untuk mulai mengerjakan tugas-tugasku lagi.
*****
            Sebenarnya aku bisa mengerjakan semua tugas-tugas itu dalam waktu singkat jika ku mau. Mengingat bahwa otakku cukup mampu untuk itu. Tapi, kali ini aku lebih ingin berlama-lama. Aku ingin menghabiskan waktuku di kamar tiap-tiap hari. Entah apakah ini merupakan suatu bentuk penghindaranku darinya ataukah alasan yang lainnya aku benar-benar tak mengerti akan hatiku.
            Sejak peristiwa seminggu yang lalu itu, ketika dia menghapus air mataku dengan tangan hangatnya dan mendekatkan bibirnya hingga menyentuh bibirku secara tiba-tiba itu, aku tak tahu apa yang tengah di rasa oleh hatiku. Senangkah atau sedihkah? Di satu sisi aku menyadari bahwa aku tak sendiri lagi karena ada dia disampingku yang bisa menemaniku, mendengarkan ceritaku dan memberi nasehat untukku. Tapi disisi lain, aku sadar bahwa itu salah, salah jika aku mempunyai perasaan lain untuknya karna dia adalah orang yang tak boleh dan tak seharusnya untuk ku cintai. Karena itu meskitak sepenuhnya tahu isi hatiku yang sesungguhnya, aku hanya ingin mengambil keputusan untuk membentengi diriku kali ini, agar hal yang kutakutkan itu tak terjadi. Karena jika itu terjadi, maka itu hanya akan membuatku menjadi semakin sulit.
            Aku kembali pada kesibukanku, mengetik dan merangkai kata demi kata untuk menyusun makalah-makalahku. Ku dengarkan musik dan bernyanyi sesekali untuk menghilangkan kepenatan. Entah sudah berapa jam aku berdiam di kamarku hingga kepalaku sudah agak pusing dan perutku kembali lapar. Tapi, aku hanya mengambil beberapa cemilan di dapur tanpa makan siang meski ku tahu jam sudah melebihi waktu makan siang. Akt teringat lagi akan dia, apakah dia sudah makan siang atau belum. Kamar tidurnya masih tertutup, dan ku urungkan niatku untuk menanyakan kepadanya pertanyaan itu. Tanganku ku hentikan dari geraknya yang hendak memberikan ketukan dan berbalik ke kamarku.
“Kenapa aku peduli, dia bahkan juga tak peduli denganku, seberapa lama aku menunggunya waktu itu, dia juga tak peduli. Lantas kenapa aku harus mempedulikannya,” batinku.
*****
            Hari telah gelap ketika ku lihat langit tak lagi berawan biru cerah seperti tadi. Aku pun langsung bergegas untuk mandi karna seharian telah mengurung diri di kamar tanpa mandi seharian. Karena sedang tidak sholat maka aku malas-malasan untuk mandi, inilah contoh cewek yang sedang badmood, hehehe.
            Kulihat tak ada perubahan sedikitpun entah itu di ruang tamu, ruang tv ataupun dapur. Sepertinya dia juga tak kunjung keluar kamar. Karena biasanya jam segini dia sudah stanby di depan tv untuk menongkrongi acara sepak bola. Tapi kali ini tidak, dia sama sekali tak keluar kamarnya sejak pagi tadi setelah beradu cekcok denganku. Mungkin dia keluar ketika aku sedang ada di kamar. Namun kupikir paling-paling dia hanya keluar untuk ke kamar mandi saja. Karna ku lihat sendal yang biasa dipakainya keluar masih tersimpan di raknya.
            Usai mandi dan berhias aku masih khawatir, apakah dia sudah makan apa belum. Dan benarkah dia tidak makan siang hanya karena menunggu aku memasak untuknya,,” batinku. Akhirnya ku putuskan untuk mengetuk kamarnya, namun setelah ku ulangi tiga kali tapi tak ada jawaban. Mungkin dia sedang keluar, pikirku. Namun, ku coba untuk membukanya sendiri dan aku terkejut mendapati bahwa pintunya tak terkunci. Aku masuk perlahan dan kudapati dia tengah duduk di lantai dengan menyandarkan punggungnya di tempat tidur. Dia duduk terpelungkup hingga seperti seseorang yang tengah banyak pikiran dan masalah. Dia sepertinya tak menyadari kedatanganku, hingga aku berada di depannya.
“ Loe kenapa?” tanyaku perlahan.
Namun reaksinya yang selalu saja tiba-tiba tanpa ku sadari itu membuatku sungguh terkejut hingga jantungku seolah mau copot. Dia memelukku, memelukku begitu eratnya. Aku hanya terdiam, tak mencoba untuk memberontak seperti biasanya karna ku tahu mungkin itulah yang tengah dibutuhkannya saat ini. Namun, dengan detakan jantung yang tak stabil itu yang mungkin terdengar pula olehnya, dia kemuadian melepaskan pelukannya dariku dan tersenyum simpul.
“ Ma’afkan aku,” ucapnya saat itu.
Aku terkejut mendengar dia mengatakan kata-kata itu. Sepertinya inilah kata ma’af pertama yang diucapkannya dengan tulus padaku.
“ Ma’af bahwa aku tidak menyadarinya sebelumnya,” ucapnya lagi. Aku semakkin bingung dengan maksud dari ucapannya itu.
Dia menatapku dengan matanya yang sayu. Terlihat kesedihan yang mendalam di dalamnya. Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku begitu terkejut tiba-tiba,” Maukah loe jadi pacar gue?” Aku yang terlonjak kaget hanya terdiam di situ tanpa satu katapun.
“ Maksud gue jadi pacar bohongan gue,” ucapnya kemudian yang membuatku kembali terlonjak.
“ Pacar bohongan? Maksud loe?”
“ Sebelumnya gue minta ma’af untuk kejadian waktu itu. Ma’af membuat loe menunggu hingga malam. Dan ma’af membuat loe harus repot-repot menyiapkan makan malam itu,”
Aku hanya terdiam dan tercenggang, mendengarkan setiap kata-kata yang dilontarkannya itu. Hingga dia berucap lagi,” Sebenarnya hari itu, adalah hari yang spesial untukku. Karna aku bermaksud untuk membawa kekasihku kesini dan memperkenalkannya kepadamu,”
Kekasih? Otakku berfikir dan menemukan jawabannya. Ya aku tahu kekasih yang dia maksud itu adalah mantan kekasihnya. Tapi, apa maksudnya dia masih mengannggapnya kekasih? Mereka balikan?” batinku.
“ Ya, kau benar kami berencana untuk balikan,” ucapnya kemudian seolah dia tengah mengerti pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku. “Tapi,....”dia berhenti tiba-tiba dari kata-katanya itu.
“ Tapi kenapa?” tanyaku penasaran.
“ Tapi, saat aku pergi ke sana, aku melihatnya sedang bercumbu dengan laki-laki lainnya,” jelasnya. Aku terkejut dan melotot ke arahnya. “Loe,, serius?” tanyaku lagi karna tak percaya dengan apa yang baru saja terdengar oleh telingaku itu.
“Iyalah, ngapain juga gue bohong sama loe, gak ada untungnya juga buat gue,” tandasnya.
“ Tapi, kayaknya gak mungkin deh, mungkin loe salah liat, dari wajah cewek loe dari foto yang pernah loe liatin ke gue, dia gak ada tipe-tipe cewek peselingkuh. Dia imut-imut gitu, mana mungkin?” tegasku.
“Hmm.. loe sendiri yang baru kenal dia aja gak percaya, apalagi gue yang udah bertahun-tahun menjalin hubungan dengannya. Gue syok berat waktu ngeliat semua itu. Tapi mau gimana lagi ribuan kalipun mataku ku kucek tapi tetap saja apa yang kulihat itu adalah kenyataan,”
“Emangnya kapan loe pergi menemui dia?”
“ Oh, itu aku pergi minggu kemaren yang gue bilang ke loe gue ada acara ma anak pencinta alam itu, sebenernya gue bohong sama loe dan gue pergi menemui dia karna itu hari ulang tahunnya. Gue bermaksud memberinya kejutan. Eh,, malah sebaliknya, dia yang malah memberi gue kejutan,”
“Terus dia tahu, kalau loe tahu tentang perselingkuhannya?”
“Dia gak tahu kalau gue tahu dia selingkuh.Gue langsung batalin acara ketemuan gue dengannya saat itu dengan alasan kalau gue ada kepentingan mendadak. Padahal gue udah ada di cafe seberang tempat kita janjian ketika gue dapetin mereka ciuman di cafe itu,”
“Maksud loe dia ciuman di tempat umum gitu?”
“Ya, iyalah bu”, lagipula itu bukan sesuatu yang tabu lagi untuk dilakukan oleh pasangan kekasih. Apalagi loe tahu sendiri ibukota Jakarta itu seperti apa. Udah terlalu bebas hampir nyamain luar negeri,”
“Ah, iya loe bener juga,”
“Jangan bilang loe belum pernah ciuman sama pacar loe, kok keliatannya loe terkejut banget denger cerita gue kalau pacar gue ciuman di tempat umum,”
“ Ah, itu,, gue,,,gue,, belu,,,”ucap gue terbata-bata. “Maksud gue, meskipun sepasang kekasih bukan berarti harus ngelakuin itu juga kan. Ataupun jika mau melakukannya masak ya harus di tempat umum, kan risih di liatin orang,” ucapku mengalihkan sedikit fokusnya karna aku tahu dia pasti akan mengejekku habis-habisan karna belum pernah ciuman sama sekali dengan pacar kuyang telah pergi jauh itu.
            Tapi ternyata dugaan ku salah, dia gak ngeledek aku seperti yang sering dia lakukan sebelumnya.Malah sebaliknya dia ngerasa bersalah pada ku.
“Ah, ternyata bener loe belum pernah ciuman sama sekali ya. Jadi ciuman gue waktu itu adalah ciuman pertama loe?”
Deg,, jantungku langsung berdetak setelah mendengar pertanyaannya itu. Perasaan antara malu dan tidak berada dalam pikiranku. Malu karna ternyata emang aku yang lebih tua darinya tapi tak punya pengalaman sama sekali tentang cara berpacaran atau berkencan seperti kebanyakan anak muda sekarang. Tapi, jika dipikir-pikir aku juga gak malu, meskipun telah lama berpacaran dengan Farish.Farish memang tidak pernah melakukan hal-hal yang lainnya selain memelukku jika dia benar-benar merindukanku, dan aku sudah cukup dengan semua itu.Itu semua berarti bahwa dia benar-benar mencintaiku tanpa mencari keuntungan apapun dariku seperti ciuman ataupun yang lainnya. Dia sungguh-sungguh cowok yang sangat tahu bagaimana cara memperlakukan wanitanya dengan sangat baik.
“Ahh,, iya, gue akuin  loe orang pertama yang mencium gue,” jawabku.
“Emm,, gue minta ma’af ya soal itu, gue gak bermaksud buat ngecuri ciuman pertama loe dari pacar loe. Gue hanya melampiaskan amarah gue sama loe waktu itu. Gue minta ma’af banget sama loe,” ucapnya.
“Iya, tak apa,” ucap ku, dengan hati yang dongkol setelah mendengar pengakuannya bahwa dia menciumku karna pelampiasan amarahnya pada kekasihnya. “Emang tiap kali loe marah, loh harus sembarangan nyium orang gitu,”
“Nggak juga sih, gue hanya terbawa suasana aja waktu itu. Mungkin waktu itu gue sedang berhalusinasi kalau loe itu cewek gue,”
“Dasar,”batin ku dengan segala ungkapan dan sumpah serapah yang ku hujahkan untuknya dalam hati ku.
“Oh, ya sampai’in ma’af gue sama pacar loe ya kalau loe cerita-cerita tentang kejadian itu sama pacar loe. Gue bener-bener gak bermaksud buat nyuri start pertama dia,”
“Em,, gue nggak akan bilang sama pacar gue,”ucapku.
“Oh, jadi loe pengen nyembunyiin kejadian itu. Itu keputusan yang bener juga sih, daripada ngebuat dia jadi salah paham,”
“Gue nggak nyeritain itu ke dia bukan karena takut dia akan salah paham. Karena dia nggak mungkin salah paham sama gue, dia percaya benget sama gue melebihi dia percaya pada dirinya sendiri,”
“Trus kenapa loe nggak cerita sama dia?”
“Karena gue nggak bisa cerita sama dia,”
“Maksud loe?”tanyanya.
“Loe liat langit diatas sana,” ucapku sembari menunjuk arah langit dari taman rumahku karena kita sedang duduk-duduk di serambi mengobrol dan menikmati angin malam setelah makan malam bersama tadi.
“Ya, gue liat,” ucapnya.
“Di langit itu ada bintang kan?” Nah, pacar gue sekarang ada disana, di tempat yang sangat jauh hingga gue nggak bisa menyusulnya meskipun gue sangat ingin kesana. Jadi karna itulah gue nggak bisa nyeritain semua yang terjadi dalam hidup gue untuk saat ini ataupun dimasa yang akan datang,”
“Maksud loe, pacar loe udah,,,,”
“Ya, loe bener, pacar gue udah tiada,” ucapku memotong ucapannya karna aku tahu kemana arah pembicaraan itu.
“Kapan?” Kok gue nggak tahu, kakak loe ataupun kakak gue sendiri gak pernah cerita sama gue tentang kejadian itu,”
“Ya, mereka nggak mungkinlah cerita sama loe karna ini semua nggak ada hubungannya sama loe,”ucapku.
“Ah,, ma’af ya,, gue nggak bermaksud ngebuat loe jadi teringat akan pacar loe,”
“Nggak apa-apa, gue udah bisa menerima kenyataan bahwa dia udah gak disamping gue lagi, tapi gue percaya bahwa dia selalu ngejaga gue untuk selamanya.Berapa banyak lagi loe harus minta ma’af ke gue,”ucapku sembari nyengir ke arahnya.
Dia hanya tersenyum melihaku nyengir ke arahnya.Meskipun aku tahu dia jadi mengasihaniku dari tatapan matanya yang tiba-tiba berubah jadi hangat tak sedingin biasanya.Dan suasana pun menjadi hening tanpa suara bahkan desahan nafas kami pun tak terdengar.
“Jadi, kapan gue harus pura-pura jadi pacar loe?”Dan untuk berapa hari?” tanyaku memecah keheningan.
“Jadi, loe serius mau jadi pacar gue?”tanyanya.
“Pacar bohongan,, tolong digaris bawahi,”tegasku.
“Ah,, iya deh,, siippp. Em,, kira-kira hari jum’at depan loe udah bisa jadi pacar bohongan gue karenahari sabtu depan gue ada acara reunian sama temen-temen SMA gue. Gue bermaksud ngajak loe ke acara tersebut, acaranya tiga hari dua malam. Loe nggak ada acara kan?”
“Em,, kemungkinan besar sih, gue free hari itu. Toh hari minggu udah balik kan. Gak papa deh gue bisa luangin sedikit waktu.Lagipula gue juga pengen refreshing sesekali,” tambahku.“Tapi, kalau gue mau jadi pacar bohongan loe, apa untungnya buat gue?”
“Ah, loe perhitungan banget sih, gue pikir loe langsung mau nerima aja usul gue,”
“Gimana ya, loe kan mau manfaatin gue buat jadi pacar bohongan loe, tapi gue gak dapet apa-apa selain liburan gratis sama loe, jadi gue rasa itu kurang sepadan deh,”
“Trus loe maunya apa?”
“Gimana kalau kita buat perjanjian?”
“Perjanjian lagi???”””
“Yang ini beda dari perjanjian kita yang dulu. Yang ini harus di sahkan dengan kontrak agar salah satu pihak tidak dirugikan seperti sebelumnya.Gimana?”
“Terserah loe deh, yang penting loe mau jadi pacar bohongan gue buat manas-manasin pacar gue,”
“Baiklah kalau gitu besok gue kasih kontraknya ke loe.Gue sekarang udah ngantuk nie,” ucap gue dengan beberapa kali uapan.
“Ya, baiklah cepet tidur sana,”
“Loe juga harus cepet tidur, gak baik lama-lama kena angin malam,” ucapku.
“Loe mau tidur sama gue?” ucapnya dan aku tahu itu salah satu caranya buat mengusirku dari hadapannya yang ku tahu dia pengen ditinggal sendiri saat itu.
“Dasar loe,” ucapku sembari meninggalkan dia yang masih pengen sendiri di luar.
*****




0 comments:

Posting Komentar