Fajar
menyingsing di pagi hari, seperti biasa ku sibak gorden kamar tidurku dan
menghirup udara pagi nan segar. Hari minggu memang hari keluarga, banyak ku
lihat beberapa anggota keluarga sedang berjalan ataupun berbincang bersama. Ada
juga yag terlihat hendak melakukan perjalanan. Ya,, mungkin perjalanan liburan
seperti yang sering di lakukan oleh keluargaku setiap kali kami bersama-sama.
Tapi, minggu ini aku tak bisa pulang, dan bahkan minggu-minggu ke depannya,
karna kuliahku sudah sampai pada batas yang sangat sibuk hingga bahkan tak ada
kesempatan untuk refrehing atau jalan-jalan bersama Intan dan Sari. Ya,, maklum
saja tugas benar-benar
menumpuk dan semuanya memiliki deadline yang berdekatan. Jadi tak heran jika
aku yang baru saja terbangun setelah begadang semalaman masih saja
mengotak-atik leptop setelah sejenak menikmati pemandangan orang-orang yang
lalu lalang, dari jendela kamarku.
“Kruyuk,,kruyuk,,”,
seperti itulah kedengarannya suara perutku yang kelaparan. Maklum mungkin
karena tenagaku telah terkuras begitu banyak setelah semaleman begadang
mengerjakan tugas-tugas ini.
Aku
berjalan gontai ke dapur untuk mencari apa saja yang bisa dimakan disana. Tapi,
sayang sekali nasi telah habis dan aku malas untuk memasak hari ini. Akhirnya
ku putuskan untuk memasak mie saja, karna aku terlalu malas untuk ke luar, sekedar
membeli makan hari ini. Ya begitulah kehidupan anak kos’an, makan apa adanya
dan jika sedang malas memasak ya terpaksa pilihan terakhir hanya mie
rebus. Tapi tiba-tiba tangan seseorang
terjulur ke arahku dengan menawarkan sebuah bungkusan, yang ku tahu pasti itu
nasi.
“
Daripada makan mie,,,?” aku terkejut melihat dia tiba-tiba bersikap baik dengan
membelikanku sebungkus nasi, yang memang saatini benar-benar ku butuhkan karena
perutku sudahtak dapat berkompromi lagi. Tapi, mungkindia mengetahui bahwasannya
aku terkejut dengan sikapnya, “ Jangan Gr aku tak membelikanmu ini secara
gratis, sebagai gantinya masak untuk makan siang dan makan malam, aku sudah
bosan beli makanan di luar,” ucapnya.
Aku
tahu bahwa sebenarnya dia membelikan makanan itu tulus untukku. Tapi dia
terlihat seolah menyembunyikannya dariku. Dan aku pun memutuskan untuk
berpura-pura tidak mengetahui maksud tulusnya itu.
“Gue
sibuk, masih banyak tugas yang harus ku selesaikan,” jelasku.
“
Benarkah semuanya karena tugas? Hingga loe gak bisa masak?”
“
Iya,,,”
“
Pokoknya loe harus memasak untuk makan siang nanti, gue udah bantu bersihkan
rumah dan loe juga harus kerjain tugas loe,”
“
Gue gak pernah minta bantuan loe buatngebersiin rumah. Bukankah perjanjiannya
udah berakhir. Jadi sekarang gue bebas dari tugas biasanya,”
“
Gue gak peduli perjanjian itu berakhir atau tidak. Pokoknya gue hanya ingin
makan masakan loe hari ini,”
“
Terserah, pokonya gue nggak akan masak hari ini. Loe bisa beli di luar, toh loe
biasanya juga ngeluh dengan masakan gue kan?”
“
Udah gue bilang kan, gue bosen beli di luar,”
“
Alasan mana ada kata bosen, loe bisa pilih menu yang laen-laen atau beli di
tempat yang laen,”
“
Pokoknya gue hanya mau makan masakan loe hari ini, titik,” ucapnya sembari
pergi dan meletakkan nasi bungkusan itu di atas meja karna tanganku belum
sepenuhnya menerima pemberiannya itu.
Terdengar suara bantingan pintu dari
kamarnya. Sepertinya dia sedang marah, aku tahu siapa yang tengah dimarahinya
itu, yaitu aku sendiri yang tengah berdiri mematumg di meja dapur hari ini. Aku
menimbang-nimbang apakah akan makan makanan itu atau tidak. Tapi karna perutku
sudah tak terselamatkan aku pun memutuskan untuk memakannya. Usai makan aku
enggan tuk mandi, aku kembali ke kamar tidurku untuk mulai mengerjakan tugas-tugasku
lagi.
*****
Sebenarnya aku bisa mengerjakan
semua tugas-tugas itu dalam waktu singkat jika ku mau. Mengingat bahwa otakku
cukup mampu untuk itu. Tapi, kali ini aku lebih ingin berlama-lama. Aku ingin
menghabiskan waktuku di kamar tiap-tiap hari. Entah apakah ini merupakan suatu
bentuk penghindaranku darinya ataukah alasan yang lainnya aku benar-benar tak
mengerti akan hatiku.
Sejak peristiwa seminggu yang lalu
itu, ketika dia menghapus air mataku dengan tangan hangatnya dan mendekatkan
bibirnya hingga menyentuh bibirku secara tiba-tiba itu, aku tak tahu apa yang
tengah di rasa oleh hatiku. Senangkah atau sedihkah? Di satu sisi aku menyadari
bahwa aku tak sendiri lagi karena ada dia disampingku yang bisa menemaniku,
mendengarkan ceritaku dan memberi nasehat untukku. Tapi disisi lain, aku sadar
bahwa itu salah, salah jika aku mempunyai perasaan lain untuknya karna dia
adalah orang yang tak boleh dan tak seharusnya untuk ku cintai. Karena itu
meskitak sepenuhnya tahu isi hatiku yang sesungguhnya, aku hanya ingin
mengambil keputusan untuk membentengi diriku kali ini, agar hal yang kutakutkan
itu tak terjadi. Karena jika itu terjadi, maka itu hanya akan membuatku menjadi
semakin sulit.
Aku kembali pada kesibukanku,
mengetik dan merangkai kata demi kata untuk menyusun makalah-makalahku. Ku
dengarkan musik dan bernyanyi sesekali untuk menghilangkan kepenatan. Entah
sudah berapa jam aku berdiam di kamarku hingga kepalaku sudah agak pusing dan
perutku kembali lapar. Tapi, aku hanya mengambil beberapa cemilan di dapur
tanpa makan siang meski ku tahu jam sudah melebihi waktu makan siang. Akt
teringat lagi akan dia, apakah dia sudah makan siang atau belum. Kamar tidurnya
masih tertutup, dan ku urungkan niatku
untuk menanyakan kepadanya pertanyaan itu. Tanganku ku hentikan dari geraknya
yang hendak memberikan ketukan dan berbalik ke kamarku.
“Kenapa
aku peduli, dia bahkan juga tak peduli denganku, seberapa lama aku menunggunya
waktu itu, dia juga tak peduli. Lantas kenapa aku harus mempedulikannya,”
batinku.
*****
Hari telah gelap ketika ku lihat
langit tak lagi berawan biru cerah seperti tadi. Aku pun langsung bergegas
untuk mandi karna seharian telah mengurung diri di kamar tanpa mandi seharian.
Karena sedang tidak sholat maka aku malas-malasan untuk mandi, inilah contoh
cewek yang sedang badmood, hehehe.
Kulihat tak ada perubahan sedikitpun
entah itu di ruang tamu, ruang tv ataupun dapur. Sepertinya dia juga tak
kunjung keluar kamar. Karena biasanya jam segini dia sudah stanby di depan tv
untuk menongkrongi acara sepak bola. Tapi kali ini tidak, dia sama sekali tak
keluar kamarnya sejak pagi tadi setelah beradu cekcok denganku. Mungkin dia keluar
ketika aku sedang ada di kamar. Namun kupikir paling-paling dia hanya keluar
untuk ke kamar mandi saja. Karna ku lihat sendal yang biasa dipakainya keluar
masih tersimpan di raknya.
Usai mandi dan berhias aku masih
khawatir, apakah dia sudah makan apa belum. Dan benarkah dia tidak makan siang
hanya karena menunggu aku memasak untuknya,,” batinku. Akhirnya ku putuskan
untuk mengetuk kamarnya, namun
setelah ku ulangi tiga kali tapi tak ada jawaban. Mungkin dia sedang keluar,
pikirku. Namun, ku coba untuk membukanya sendiri dan aku terkejut mendapati
bahwa pintunya tak terkunci. Aku masuk perlahan dan kudapati dia tengah duduk
di lantai dengan menyandarkan punggungnya di tempat tidur. Dia duduk
terpelungkup hingga seperti seseorang yang tengah banyak pikiran dan masalah.
Dia sepertinya tak menyadari kedatanganku,
hingga aku berada di depannya.
“
Loe kenapa?” tanyaku perlahan.
Namun
reaksinya yang selalu saja tiba-tiba tanpa ku sadari itu membuatku sungguh
terkejut hingga jantungku seolah mau copot. Dia memelukku, memelukku begitu
eratnya. Aku hanya terdiam, tak mencoba untuk memberontak seperti biasanya
karna ku tahu mungkin itulah yang tengah dibutuhkannya saat ini. Namun, dengan
detakan jantung yang tak stabil itu yang mungkin terdengar pula olehnya, dia
kemuadian melepaskan pelukannya dariku dan tersenyum simpul.
“
Ma’afkan aku,” ucapnya saat itu.
Aku
terkejut mendengar dia mengatakan kata-kata itu. Sepertinya inilah kata ma’af
pertama yang diucapkannya dengan tulus padaku.
“
Ma’af bahwa aku tidak menyadarinya sebelumnya,” ucapnya lagi. Aku semakkin
bingung dengan maksud dari ucapannya itu.
Dia
menatapku dengan matanya yang sayu. Terlihat kesedihan yang mendalam di
dalamnya. Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku begitu terkejut
tiba-tiba,” Maukah loe jadi pacar gue?” Aku yang terlonjak kaget hanya terdiam
di situ tanpa satu katapun.
“
Maksud gue jadi pacar bohongan gue,” ucapnya kemudian yang membuatku kembali
terlonjak.
“
Pacar bohongan? Maksud loe?”
“
Sebelumnya gue minta ma’af untuk kejadian waktu itu. Ma’af membuat loe menunggu
hingga malam. Dan ma’af membuat loe harus repot-repot menyiapkan makan malam
itu,”
Aku
hanya terdiam dan tercenggang, mendengarkan setiap kata-kata yang
dilontarkannya itu. Hingga dia berucap lagi,” Sebenarnya hari itu, adalah hari yang spesial untukku.
Karna aku bermaksud untuk membawa kekasihku kesini dan memperkenalkannya
kepadamu,”
Kekasih?
Otakku berfikir dan menemukan jawabannya. Ya aku tahu kekasih yang dia maksud
itu adalah mantan kekasihnya. Tapi, apa maksudnya dia masih mengannggapnya
kekasih? Mereka balikan?” batinku.
“
Ya, kau benar kami berencana
untuk balikan,” ucapnya kemudian
seolah dia tengah mengerti pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku. “Tapi,....”dia
berhenti tiba-tiba dari
kata-katanya itu.
“
Tapi kenapa?” tanyaku penasaran.
“
Tapi, saat aku pergi ke sana, aku melihatnya sedang bercumbu dengan laki-laki
lainnya,” jelasnya. Aku terkejut dan melotot
ke arahnya. “Loe,, serius?” tanyaku lagi karna tak percaya dengan apa yang baru
saja terdengar oleh telingaku itu.
“Iyalah, ngapain juga gue bohong sama loe, gak ada
untungnya juga buat gue,” tandasnya.
“ Tapi, kayaknya gak mungkin deh, mungkin loe salah
liat, dari wajah cewek loe dari foto yang pernah loe liatin ke gue, dia gak ada
tipe-tipe cewek peselingkuh. Dia imut-imut gitu, mana mungkin?” tegasku.
“Hmm.. loe sendiri yang baru kenal dia aja gak
percaya, apalagi gue yang udah bertahun-tahun menjalin hubungan dengannya. Gue
syok berat waktu ngeliat semua itu. Tapi mau gimana lagi ribuan kalipun mataku
ku kucek tapi tetap saja apa yang kulihat itu adalah kenyataan,”
“Emangnya kapan loe pergi menemui dia?”
“ Oh, itu aku pergi minggu kemaren yang gue bilang ke
loe gue ada acara ma anak pencinta alam itu, sebenernya gue bohong sama loe dan
gue pergi menemui dia karna itu hari ulang tahunnya. Gue bermaksud memberinya
kejutan. Eh,, malah sebaliknya, dia yang malah memberi gue kejutan,”
“Terus dia tahu, kalau loe tahu tentang
perselingkuhannya?”
“Dia gak tahu kalau gue tahu dia selingkuh.Gue
langsung batalin acara ketemuan gue dengannya saat itu dengan alasan kalau gue
ada kepentingan mendadak. Padahal gue udah ada di cafe seberang tempat kita
janjian ketika gue dapetin mereka ciuman di cafe itu,”
“Maksud loe dia ciuman di tempat umum gitu?”
“Ya, iyalah bu”, lagipula itu bukan sesuatu yang tabu
lagi untuk dilakukan oleh pasangan kekasih. Apalagi loe tahu sendiri ibukota
Jakarta itu seperti apa. Udah terlalu bebas hampir nyamain luar negeri,”
“Ah, iya loe bener juga,”
“Jangan bilang loe belum pernah ciuman sama pacar loe,
kok keliatannya loe terkejut banget denger cerita gue kalau pacar gue ciuman di
tempat umum,”
“ Ah, itu,, gue,,,gue,, belu,,,”ucap gue terbata-bata.
“Maksud gue, meskipun sepasang kekasih bukan berarti harus ngelakuin itu juga
kan. Ataupun jika mau melakukannya masak ya harus di tempat umum, kan risih di
liatin orang,” ucapku mengalihkan sedikit fokusnya karna aku tahu dia pasti
akan mengejekku habis-habisan karna belum pernah ciuman sama sekali dengan
pacar kuyang telah pergi jauh itu.
Tapi
ternyata dugaan ku salah, dia gak ngeledek aku seperti yang sering dia lakukan
sebelumnya.Malah sebaliknya dia ngerasa bersalah pada ku.
“Ah, ternyata bener loe belum pernah ciuman sama
sekali ya. Jadi ciuman gue waktu itu adalah ciuman pertama loe?”
Deg,, jantungku langsung berdetak setelah mendengar
pertanyaannya itu. Perasaan antara malu dan tidak berada dalam pikiranku. Malu
karna ternyata emang aku yang lebih tua darinya tapi tak punya pengalaman sama
sekali tentang cara berpacaran atau berkencan seperti kebanyakan anak muda
sekarang. Tapi, jika dipikir-pikir aku juga gak malu, meskipun telah lama
berpacaran dengan Farish.Farish memang tidak pernah melakukan hal-hal yang
lainnya selain memelukku jika dia benar-benar merindukanku, dan aku sudah cukup
dengan semua itu.Itu semua berarti bahwa dia benar-benar mencintaiku tanpa
mencari keuntungan apapun dariku seperti ciuman ataupun yang lainnya. Dia
sungguh-sungguh cowok yang sangat tahu bagaimana cara memperlakukan wanitanya
dengan sangat baik.
“Ahh,, iya, gue akuin
loe orang pertama yang mencium gue,” jawabku.
“Emm,, gue minta ma’af ya soal itu, gue gak bermaksud
buat ngecuri ciuman pertama loe dari pacar loe. Gue hanya melampiaskan amarah
gue sama loe waktu itu. Gue minta ma’af banget sama loe,” ucapnya.
“Iya, tak apa,” ucap ku, dengan hati yang dongkol
setelah mendengar pengakuannya bahwa dia menciumku karna pelampiasan amarahnya
pada kekasihnya. “Emang tiap kali loe marah, loh harus sembarangan nyium orang
gitu,”
“Nggak juga sih, gue hanya terbawa suasana aja waktu
itu. Mungkin waktu itu gue sedang berhalusinasi kalau loe itu cewek gue,”
“Dasar,”batin ku dengan segala ungkapan dan sumpah
serapah yang ku hujahkan untuknya dalam hati ku.
“Oh, ya sampai’in ma’af gue sama pacar loe ya kalau
loe cerita-cerita tentang kejadian itu sama pacar loe. Gue bener-bener gak
bermaksud buat nyuri start pertama dia,”
“Em,, gue nggak akan bilang sama pacar gue,”ucapku.
“Oh, jadi loe pengen nyembunyiin kejadian itu. Itu
keputusan yang bener juga sih, daripada ngebuat dia jadi salah paham,”
“Gue nggak nyeritain itu ke dia bukan karena takut dia
akan salah paham. Karena dia nggak mungkin salah paham sama gue, dia percaya
benget sama gue melebihi dia percaya pada dirinya sendiri,”
“Trus kenapa loe nggak cerita sama dia?”
“Karena gue nggak bisa cerita sama dia,”
“Maksud loe?”tanyanya.
“Loe liat langit diatas sana,” ucapku sembari menunjuk
arah langit dari taman rumahku karena kita sedang duduk-duduk di serambi
mengobrol dan menikmati angin malam setelah makan malam bersama tadi.
“Ya, gue liat,” ucapnya.
“Di langit itu ada bintang kan?” Nah, pacar gue
sekarang ada disana, di tempat yang sangat jauh hingga gue nggak bisa
menyusulnya meskipun gue sangat ingin kesana. Jadi karna itulah gue nggak bisa
nyeritain semua yang terjadi dalam hidup gue untuk saat ini ataupun dimasa yang
akan datang,”
“Maksud loe, pacar loe udah,,,,”
“Ya, loe bener, pacar gue udah tiada,” ucapku memotong
ucapannya karna aku tahu kemana arah pembicaraan itu.
“Kapan?” Kok gue nggak tahu, kakak loe ataupun kakak
gue sendiri gak pernah cerita sama gue tentang kejadian itu,”
“Ya, mereka nggak mungkinlah cerita sama loe karna ini
semua nggak ada hubungannya sama loe,”ucapku.
“Ah,, ma’af ya,, gue nggak bermaksud ngebuat loe jadi
teringat akan pacar loe,”
“Nggak apa-apa, gue udah bisa menerima kenyataan bahwa
dia udah gak disamping gue lagi, tapi gue percaya bahwa dia selalu ngejaga gue
untuk selamanya.Berapa banyak lagi loe harus minta ma’af ke gue,”ucapku sembari
nyengir ke arahnya.
Dia hanya tersenyum melihaku nyengir ke
arahnya.Meskipun aku tahu dia jadi mengasihaniku dari tatapan matanya yang
tiba-tiba berubah jadi hangat tak sedingin biasanya.Dan suasana pun menjadi
hening tanpa suara bahkan desahan nafas kami pun tak terdengar.
“Jadi, kapan gue harus pura-pura jadi pacar loe?”Dan
untuk berapa hari?” tanyaku memecah keheningan.
“Jadi, loe serius mau jadi pacar gue?”tanyanya.
“Pacar bohongan,, tolong digaris bawahi,”tegasku.
“Ah,, iya deh,, siippp. Em,, kira-kira hari jum’at
depan loe udah bisa jadi pacar bohongan gue karenahari sabtu depan gue ada
acara reunian sama temen-temen SMA gue. Gue bermaksud ngajak loe ke acara
tersebut, acaranya tiga hari dua malam. Loe nggak ada acara kan?”
“Em,, kemungkinan besar sih, gue free hari itu. Toh
hari minggu udah balik kan. Gak papa deh gue bisa luangin sedikit
waktu.Lagipula gue juga pengen refreshing sesekali,” tambahku.“Tapi, kalau gue
mau jadi pacar bohongan loe, apa untungnya buat gue?”
“Ah, loe perhitungan banget sih, gue pikir loe langsung
mau nerima aja usul gue,”
“Gimana ya, loe kan mau manfaatin gue buat jadi pacar
bohongan loe, tapi gue gak dapet apa-apa selain liburan gratis sama loe, jadi
gue rasa itu kurang sepadan deh,”
“Trus loe maunya apa?”
“Gimana kalau kita buat perjanjian?”
“Perjanjian lagi???”””
“Yang ini beda dari perjanjian kita yang dulu. Yang
ini harus di sahkan dengan kontrak agar salah satu pihak tidak dirugikan
seperti sebelumnya.Gimana?”
“Terserah loe deh, yang penting loe mau jadi pacar
bohongan gue buat manas-manasin pacar gue,”
“Baiklah kalau gitu besok gue kasih kontraknya ke
loe.Gue sekarang udah ngantuk nie,” ucap gue dengan beberapa kali uapan.
“Ya, baiklah cepet tidur sana,”
“Loe juga harus cepet tidur, gak baik lama-lama kena
angin malam,” ucapku.
“Loe mau tidur sama gue?” ucapnya dan aku tahu itu
salah satu caranya buat mengusirku dari hadapannya yang ku tahu dia pengen
ditinggal sendiri saat itu.
“Dasar loe,” ucapku sembari meninggalkan dia yang
masih pengen sendiri di luar.
*****
0 comments:
Posting Komentar