Senin, 09 Juli 2018

Delapan

Edit Posted by with No comments


            Sepanjang liburan musim panas ini, aku menghabiskan waktuku untuk membantu Park Young Ha di rumah sakit. Sebentar lagi, lelaki dengan sepasang mata teduh itu akan segera menyelesaikan gelar doktornya dan membantu ayah angkatnya untuk mengurus rumah sakit ayahnya di Tokyo ini. Saat jam istirahat kami makan di kantin rumah sakit dan berbincang kecil.
“Najwa chan, kenapa seorang wanita muslim itu harus memakai tudung kepala?”tanyanya.
“Jilbab maksudmu?”
“Ya, seperti yang kau kenakan itu?”
“Oh, ini gunanya untuk menutup aurat. Kau pasti sudah membaca bukan bahwa aurat wanita adalah seluruh anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah?” tanyaku balik.
“Iya..,”
“Nah, karena itu maka seorang wanita sudah seharusnya menggunakan penutup kepala atau kerudung agar dapat menutup aurat bagian atasnya itu,” jelasku.
“Oh, begitu. Aku sering membaca dan mungkin semua orang juga sudah pada tahu bahwa mahkota seorang wanita adalah pada rambutnya. Banyak wanita yang menghabiskan jutaan atau bahkan puluhan juta untuk mempercantik diri dan merawat mahkotahnya itu sebaik mungkin agar terlihat cantik di depan banyak orang terutama di kalangan pria. Dan yang ku tahu tidak semua muslim wanita memakai kerudung contohnya saja si Liena itu. Bukankah dia islam juga?” ucapnya.
“Ya,” jawabku singkat.
“Terus, bolehkah ku tahu kenapa kau lebih memilih untuk menutup kepalamu? Apakah kau tidak gerah dengan itu? Terlebih di musim panas seperti saat ini?” tanyanya.
“Alasannya ya sama seperti yang telah kau pelajari itu. Aku hanya ingin mematuhi kewajibanku sebagai seorang wanita muslim yang menutup semua auratku seperti perintah agama. Kau bertanya apakah tidak gerah?” tantaku balik kepadanya untuk mempertegas pertanyaannya yang diajukan padaku tadi. Dan dia pun menggangguk mengiyakan. “Kalau kau melakukan semuanya itu dari hati, maka kau tidak akan merasakan kegerahan sedikitpun. Malah, kenyamanan dan keamanan yang akan kau peroleh. Dengan menutup aurat dan memakai hijab identitasmu mudah di kenali bahwa kau adalah seorang muslim, dan itu semua juga dapat menghindarkanmu dari kejahatan ataupun bahaya lainnya,” jelasku.
“Oh, jadi kau melakukannya dengan hati. Pantas saja kau tidak merasa gerah,” ucapnya menyela kata-kata yang hendak ku ucapkan selanjutnya.
“Menggunakan mahkota atau penampilannya untuk menarik pria? Em..kalau aku, aku tidak akan melakukan semua itu hanya untuk menarik perhatian seorang pria. Bagiku, tidak apa-apa meski tidak ada pria yang akan tertarik padaku, karena suatu saat nanti Tuhan pasti akan mengirimkannya untukku, karena Sang Maha Pencipta itu sudah menetapkan manusia dengan jodohnya masing-masing. Lagipula.....,”ucapku terhenti.
“Lagi pula kenapa Najwa chan...?” tanya Park Young Ha penasaran akan lanjutan kata-kataku.
“Lagi pula aku hanya ingin memperlihatkan mahkotahku pada seseorang yang sudah menjadi imamku...,” ucapku dengan malu-malu.
“Em... aku berharap itu aku. Aku berharap bisa menjadi imammu,” ucap Park Young Ha yang sontak membuatku kaget dan tersedak seperti yang sudah-sudah.
“Najwa chan..kenapa kau selalu tersedak seperti ini,” ucapnya sembari sibuk seperti biasa untuk mengambilkanku minum.

            Aku jadi teringat pesan kakakku di bandara waktu itu sebelum kakakku terbang ke Indonesia.
“Kakak rasa, sama seperti dirimu, Park Young Ha juga merasakan hal yang sama denganmu.,” ucapnya. “Kakak tidak tahu apakah penilaian atau dugaan kakak itu benar atau salah. Tapi, jikalau itu benar kakak hanya ingin dapat menguasai hatimu. Jangan sekali-kali memaksanya untuk masuk agama kita agar kau bisa bersamanya. Biarkan dia menentukan dan memutuskan jalannya sendiri. Kita hanya perlu menjadi penuntunya. Kita harus bersyukur jika Tuhan memberikan hidayahnya pada Young Ha, tapi jika tidak maka kakak ingin kau menyerah,”
            Perkataan kakakku itu selalu berkecamuk di pikiranku. Aku selalu bertanya-tanya dalam hatiku benarkah pria di hadapanku itu mempunyai perasaan yang sama denganku? Benarkah dia benar-benar berencana masuk islam? Benarkah pria itu yang Tuhan takdirkan untuk jadi imamku? Aku bertanya-tanya tanpa henti pada diriku sendiri dan pada Tuhan dalam setiap sholat dan do’aku. Tapi, aku masih saja belum mendapat jawaban ataupun petunjukknya. “Lantas haruskah aku menyerah?”pikirkku seketika.

            Park Young Ha yang melihatku terdiam dan sibuk dalam pikiranku sendiri akhirnya membuyarkan lamunanku.
“Najwa chan, kau kenapa?” tanyanya.
“Ah..tidak aku tidak kenapa-kenapa. Dan tiba-tiba saja aku ingin bertanya sesuatu pada pria di hadapanku itu. Tentang pertanyaan kakakku kepada pria itu beberapa waktu lalu. Tentang pertanyaan yang juga akhir-akhir ini memenuhi otakku. “Young Ha kun...,” tegurku.
“Iya, ada apa Najwa chan?”
“Em...boleh aku tahu sesuatu?”
“Tentang apa?”
“Em..mengenai pembicaraanmu dengan kakakku beberapa waktu lalu. Tentang gadis muslim itu. Benarkah kau ingin masuk islam karena gadis itu? Boleh kah aku tahu siapa gadis muslim itu?” tanyaku.
Park Young Ha melihatku dan menyelidik ke arah mataku. Aku segera memalingkan wajahku dari pandangannya.  Kemudian dan tersenyum kecil dan kemudian berkata.” Aku memang sejak dulu tertarik dengan agama islam. Kau bisa tanya pada kakakmu sendiri bahwa sejak dulu aku sering bertanya pada kakakkmu tentang agama islam. Tentang alasan kenapa aku memutuskan untuk berencana masuk islam, itu bukan karena gadis itu. Sejak dulu rencana itu memang selalu ku pikirkan, tapi aku masih belum mantap seperti saat ini. Salah satu alasan yang membuatku mantap adalah ketika aku mendengar seseorang membaca kitabnya dengan lirih dan indah. Dan aku bisa merasakan suara ayat suci itu sampai ke tulang-tulangku dan membuatku merasa nyaman. Aku memutuskan untuk sering mendengarkan suara-suara seperti itu lagi untuk meyakinkan diriku. Dan benar bahwa memang karena itu, aku merasa nyaman dan tenang juga tentram setiap kali aku mendengarnya terlebih ketika aku berusaha untuk mempelajarinya,” jelasnya.
“Oh...begitu...,” ucapku.
“Kalau tentang gadis muslim itu...?”
“Kenapa? Apa aku mengenalnya? Apa dia teman satu kampus kita?” tanyaku beruntun dan itu tentu membuat Park Young Ha tersenyum melihat tingkahku yang sungguh ingin tahu. Aku merasa malu dan enggan tuk melihat matanya menatapku karena ku tahu dia pasti akan mencari jawaban dari sikapku yang tidak wajar dari mataku ini karena mata adalah indera yang mampu memberikan jawaban yang paling benar dan paling tidak bisa berbohong.
“Tentang gadis itu...suatu saat nanti Najwa chan juga akan mengetahuinya sendiri,” ucapnya dengan senyum simpul padaku.




0 comments:

Posting Komentar