Musim
semi kali ini Park Young Ha mengajakku untuk mengunjungi tempat pertama kalinya
kami bertemu yaitu di Kuil Budha di Nara. Dia janji akan menjemputku sore ini.
Aku sudah bersiap dan bermaksud menunggunya di lantai bawah agar dia tidak
perlu pergi ke lantai atas untuk menjemputku. Di rumah Tuan Yamato dan Nyonya
Mayumi, aku melihat Yutaka dan adiknya tengah mengatur taman di pekarangan
rumahnya. Aku pun menghampiri mereka dan bermaksud untuk membantu. Di tengah
kesibukan kami menata taman kami pun berbincang santai.
“Kau
tidak pergi melihat festival musim semi?” tanyaku memulai pembicaraan.
“Tidak
Najwa san, tidak ada teman,” ucapnya.
“Kenapa
tidak mengajak Liena, biasanya kau selalu pergi bersamanya?” tanyaku.
“Em..Liena
chan sudah ada janji,”
“Benarkah?
Tidak biasanya, dia pergi dengan orang lain. Memangnya siapa dia?”
“Aku
tidak tahu Najwa chan. Dia seorang pria, barusan saja dia lewat sini menjemput
Liena chan dengan mobilnya,” jelasnya dengan wajah sedikit kesal.
Aku tahu Yutaka Ikeda, diam-diam
menyukai Liena. Mereka sering menghabiskan waktu bersama dan berpergian
bersama. Tapi, kali ini Liena pergi dengan teman prianya yang lain. Dan aku
tahu itu membuat Yutaka sedikit kesal dan sakit hati. Dia menghabiskan waktu
yang biasanya di habiskannya dengan Liena, dengan menyibukkan dirinya menata
taman dengan di temani adiknya yang kini sudah masuk SMP itu.
“Yutaka
kun..kenapa kau tidak berterus terang saja padanya?” ucapku.
“Apa
maksud Najwa chan..?” ucapnya malu-malu. Meskipun dia sebenarnya sudah tahu apa
maksud pertanyaanku tapi dia tetap saja bertanya balik.
“Em..Yutaka
kun, kau tidak bisa menyembunyikannya dariku,” ucapku lagi. Aku keasyikan
menggoda lelaki yang kini sibuk dengan pot-pot yang di pegangnya.
“Wah...apa
kelihatan jelas ya..Najwa chan...,” serunya dengan gayanya yang lucu itu.
“Iya,”
ucapku. Dan kami pun sontak tertawa bersama-sama.
Yutaka
memang tipe orang yang sangat enak di ajak ngobrol apalagi di ajak bercanda
seperti ini. Dia terlihat begitu lucu saat menyembunyikan perasaannya kepada
Liena itu. Kadang aku berpikir apakah wajahku juga tampak begitu lucu
sepertinya ketika aku menyembunyikan perasaanku pada Park Young Ha? Saat kami
tengah asyik tertawa terdengar sebuah mobil berhenti tepat di depan halaman
rumah Yutaka. Aku pun bisa langsung menebak siapa pemiliki mobil itu.
“Najwa
chan mau pergi?” tanya Yutaka.
“Iya,”
jawabku singkat. “Tuh sudah ada yang menjemput,” ucapku sembari menunjuk Park
Young Ha yang menghampiri tempatku dan Yutaka berada.
“Waah..kalau
tahu begitu, tadi aku tidak akan mengizinkan Najwa chan untuk membantu. Tangan
Najwa chan jadi kotor karena tanah-tanah ini,” ucapnya.
“Ah,
tak masalah aku bisa membersihkannya,” ucapku sembari membersihkan tanganku
dengan air di kran yang terdapat tak jauh dari halaman rumah keluarga Ikeda
itu.
Sementara aku mencuci tanganku, dari
jarak yang tidak terlalu jauh itu aku bisa melihat Park Young Ha sedang asyik
bercakap-cakap dengan Yutaka, meskipun aku tidak tahu apa yang mereka
bicarakan. Setelah mencuci tanganku, aku langsung menghampiri Park Young Ha dan
mengajakknya pergi.
“Yutaka
kun, aku pergi dulu ya,” pamitku pada Yutaka.
“Iya,
Najwa chan. Hati-hati..,” ucapnya kepadaku dan Park Young Ha.
Aku mencium gelagat aneh dari Park
Young Ha hari ini. Sejak pergi meninggalkan halaman rumah keluarga Ikeda hingga
kami tiba di Nara. Biasanya dia paling banyak omong dan dia sangat tahu jika
aku tak bisa memulai pembicaraan dengannya terlebih dahulu. Karena dia tahu kebiasaanku
itu, karena itu dia sering memulai pembicaraan di antara kami terlebih dahulu. Tapi kali ini, dia
berdiam seribu bahasa meskipun kami sudah berjalan berkeliling beberapa menit
untuk mencari tempat kosong untuk duduk dan menikmati hanami. Aku memberanikan
diriku untuk memulai pembicaraan.
“Young
Ha kun, ada apa? Kau sedang ada masalah?” tanyaku. Dia tidak menjawab dan hanya
menggelengkan kepalanya. “Terus kenapa diam saja?” tanyaku.
Dia
masih tidak menjawab pertanyaanku. “Najwa chan, menurutmu Yutaka san itu
orangnya bagaimana?” tanyanya seketika yang membuatku sedikit terkejut.
“Oh,
Yutaka kun. Emm..dia orangnya baik. Sangat baik malah, dia sering membantuku
mengganti lampu kamarku jika mati,” jelasku. Tapi Park Young Ha malah aneh
setelah mendengar jawabanku. “Kenapa tiba-tiba bertanya tentany Yutaka san?”
tanyaku. Tapi dia tetap saja tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ku
lontarkan untukknya.
“Kalau
aku...Dimata Najwa chan aku ini orang yang seperti apa?” tanyanya tiba-tiba
yang membuatku kini begitu terkejut. Jantungku berdebar kencang dan seolah
udara musim semi yang biasanya lembut dan hangat kini berubah panas. Aku masih
belum menjawab pertanyaannya selama beberapa menit. Hingga dia pun berkata
lagi. “Di tempat itu, pertama kalinya aku melihat Najwa chan,” ucapnya sembari
menunjuk pohon sakura tempat dulu dia pernah bermesraan dengan kekasihnya.
“Saat melihatku untuk pertama kalinya, Najwa chan berpikir aku ini orang yang
seperti apa?” tanyanya kemudian.
Aku
menarik napas panjang dan mencoba untuk memberikan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang di ajukannya waktu itu. “Saat pertama kali aku
melihatmu, aku berpikir kau bukanlah orang yang baik,”
“Ah,
benarkah...?”
“Aku
tidak berpikir kau adalah orang baik, karena kau bermesraan dengan pacarmu di
tempat umum. Tapi, saat aku bertemu denganmu melihatmu lagi di hari yang sama
dan di tempat ini juga aku langsung mengubah persepsiku tentangmu bahwa kau
adalah orang yang baik karena telah menolongku agar aku tidak terjatuh. Dan
untuk yang ketiga kalinya ketika aku melihatmu....,”
“Untuk
yang ketiga kalinya kau berpikir apa tentangku Najwa chan?” tanyanya penuh
penasaran.
“Untuk
ketiga kalinya saat itu aku berpikir bahwa kau....kau adalah orang yang aneh,”
ucapku. Bagaimana mungkin kau asyik melihatku sementara di sampingmu sedang ada
seorang wanita yang berulang kali mengajakmu bicara tapi kau malah tak
memperhatikannya,” tegasku.
“Ternyata..kau
memperhatikannya Najwa chan...,”
“Memperhatikan
apa?”
“Kau
memperhatikan setiap detail kejadian saat mata kita tak sengaja saling bertemu.
Kau juga bahkan memperhatikan saat aku dengan sengaja menikmati wajahmu dari
jauh ketika ketiga kalinya kita bertemu di hari itu,” ucapnya dengan senyum
kecil ke arahku.
“Maksudmu,
kau memperhatikanku dengan sengaja di pertemuan ke tiga itu karena kau merasa
aneh dengan penampilanku?” tanyaku dengan sedikit culas.
“Bukan...bukan...karena
itu..,”
“Terus
kenapa?”
“Karena
matamu. Matamu begitu indah Najwa chan..,” ucapnya yang membuatku sontak begitu
kaget.
Sejenak kami dilanda keheningan.
Kami melanjutkan perjalanan kami menyusuri kuil dan menikmati pemandangan bunga
sakura yang bersemi dengan indahnya. Kami juga memperhatikan kelakuan setiap
orang yang berada di sana. Kami sama-sama membisu saat itu. Seolah kami sama-sama
tak mempunyai keberanian untuk memulai pembicaraan lagi. Aku masih mencari arti
dari kata-kata Park Young Ha yang membuatku begitu terkejut beberapa jam yang
lalu. Tanpa kusadari bahwa lelaki di sampingku ini, kini memberanikan dirinya
untuk memulai pembicaraan lagi denganku.
“Najwa
chan..,”
“Iya..,”
“Kalau
yang sekarang?”
“Yang
sekarang apa?”
“Pendapatmu?
Bagaimana pendapatmu tentang aku yang sekarang?”
Aku
kembali terkejut di buatnya. Seolah hari ini dia sedang mengeluarkan banyak
pertanyaan yang seolah bom yang akan membombarding segel dalam hatiku yang
tertutup rapat untuk menyembunyikan perasaanku. Aku memutar otakku, untuk
mencari kata-kata, tapi aku tak bisa menemukan kata yang tepat. Tidak..tepatnya
bukannya aku tidak menemukannya. Hanya saja aku tidak ingin mengatakannya.
Seolah mengalihkan perhatiaannya yang telah menunggu jawabanku aku bertanya hal
yang sama padanya.
“Kalau
menurut Young Ha kun sendiri, aku ini orang seperti apa?”
Dia
tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia tahu aku mengajukan pertanyaan yang
sama untuknya hanya untuk menghindari jawaban dari pertanyaan yang telah di
lontarkannya terlebih dulu. Dia tersenyum simpul dan berkata.
“Najwa
chan di mataku...masih tetap saja sama,” ucapnya sambil tersenyum simpul ke
arahku. “Masih tetap membuatku tidak bisa tidur setiap kali ku lihat mata
indahmu. Tidak hanya di hari itu, tapi hingga kini pun aku masih tidak bisa
tidur setiap kali aku merasa rindu untuk melihat sepasang mata indah yang tanpa
sengaja menatapku itu,” ucapnya.
Deg, Jantungku seolah berhenti
berdetak setelah mendengar pernyataan Park Young Ha itu. Lelaki ini
jangan..jangan...,” pikirku. Dan pikiranku itu benar saat aku mendengar dengan
jelas perkataan yang di katakannya setelah jeda beberapa menit dari
perkataannya yang tadi.
“Aku
menyukaimu, Najwa chan. Sejak kita pertama kali bertemu saat itu. Percaya
ataupun tidak tapi itulah kenyataan hatiku,” ucapnya dengan tersenyum manis
yang di perlihatkannya untukku. Aku masih terdiam dengan pikiranku sendiri jika
saja dia tidak mengajukan pertanyaannya selanjutnya. “Bagaimana dengan Najwa
chan sendiri?” tanyanya.
Aku terdiam dalam waktu yang lama
memikirkan pertanyaannya. Aku memilih jawaban dari dalam hatiku. Jawaban yang
tidak akan ku sesali suatu saat nanti. Jawaban yang benar-benar berasal dari
hatiku yang terdalam.
“Saat
aku tanpa sengaja melihat sepasang mata di balik sakura saat itu..aku juga
tidak bisa melupakan laki-laki itu. Itu karena.....aku juga merasakan hal yang
sama dengan lelaki itu,” ucapku dengan malu-malu.
Dapat kulihat senyum manis merekah
di wajah yang sedari tadi diselimuti kekhawatiran itu. Dia bahagia begitu pula
dengan diriku. Begitu bahagianya dia hampir-hampir saja meraih dan merengkuhku
dalam pelukannya tapi untung saja aku cepat-cepat menjauh dan menghindar
darinya. Dia yang seolah tahu, alasanku menolak langsung membungkukkan badan
untuk meminta ma’af ke arahku. Dan aku yang melihat itu, tersenyum simpul ke
arahnya.
“Terima
kasih, sudah mau menghormati dan menghargaiku...,” desahku.
0 comments:
Posting Komentar