Senin, 09 Juli 2018

Empat

Edit Posted by with No comments


        Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Ku pikir baru beberapa hari yang lalu aku pertama kalinya merasakan hangat dan lembutnya udara musim semi. Tapi, sebentar lagi aku akan kurasakan musim semi di negara matahari terbit ini untuk ke dua kalinya. Dan kini hanya menunggu musim dingin yang panjang ini berakhir. Ku rasa memang waktu berjalan lebih cepat daripada sebelumnya. Secepat rasaku yang semula hanyalah sebuah bibit kecil namun kini sudah tumbuh menjadi sebuah pohon yang berakar. Yang tak kan dengan mudahnya terkikis karena erosi ataupun tumbang terhempas gelombang tsunami.
            Aku tak mengerti dengan diriku sendiri. Aku tahu ini salah, perasaan yang seperti ini salah. Tapi, aku tak mampu menepisnya, aku tak mampu menghapusnya. Meskipun sejak awal aku sudah berusaha menghindarinya, tapi cinta yang datangnya tiba-tiba itu mengalahkanku juga. Aku tak tahu harus bagaiman? Harus bagaimana menghadapinya? Terlebih bagaimana harus menghadapi orang-orang yang akan tersakiti karenaku. Dan lebih dari itu, bagaimana aku mempertanggungjawabkannya nanti pada Tuhan? Aku mencintai seseorang yang sudah mempunyai kekasih, terlebih seseorang yang tak seiman denganku. Dilihat dari sudut pandang manapun dari sisi agamaku jelas ini adalah sebuah kesalahan. Tapi, kenapa aku tidak bisa menghindar? Jika ini adalah sebuah dosa, mengapa Tuhan mengirimkannya untukku. Jika ini adalah salah mengapa Tuhan mengizinkan cinta itu masuk dan bersemayam dalam hatiku?

            Masih teringat jelas dalam ingatanku, ketika aku terisak tangis di malam hari itu. Ketika ku gelar sajadah panjangku sebagai tempat sujudku kepada pemilik-ku, Tuhanku. Aku bersimbuh dengan linangan air mata yang tiada henti, meminta kepada Tuhan untuk mengambil rasa ini dariku. Terkadang, aku ingin bersikap egois saja. Meminta kepada Tuhan untuk mengizinkaku berbuat kesalahan satu kali ini saja. Ini cinta pertamaku, dan aku ingin menjaganya semampuku, meski ku tahu aku tak kan cukup kuat untuk itu. Terlebih, ketika aku mendapati kebenaran itu. Kebenaran yang ku dengar beberapa waktu lalu.
“ Young Ha san, apa kau menyukai Najwa chan..?” tanya Nakato, teman Park Young Ha yang juga merupakan asisten dokter Dokuro, sama seperti Park Young Ha.
“Bagaimana mungkin aku menyukai wanita seperti itu?”
“Kenapa? Kau tidak suka penampilannya?”
“Em.. tidak juga. Tapi... kau tahu sendiri kan aku sudah bertunangan dan sebentar lagi aku akan menikah..,”
Aku yang mendengar kata-kata itu seolah kehilangan keseimbangan dan kesadaranku. Aku terjatuh dan tak sadar apa yang tengah ku lakukan di situ. Tumpukan map dan kertas-kertas di dalamnya yang kubawa tercecer di depan perpustakaan. Beberapa orang berlalu lalang pergi mengabaikanku, dan beberapa diantarany pula ada yang dengan berbaik hati bersedia membantuku memungut kertas-kertas yang berserakan itu.

Sejak saat itu, kami jarang bertemu. Setiap kali aku melihat dia mencariku aku langsung pergi dan bersembunyi. Aku tidak marah karena dia akan segera menikah karena itu urusan pribadinya, tapi aku merasa kecewa karena dia tidak pernah mengatakannya padaku. Terlebih ketika aku menaruh harapan tinggi padanya, dan rasa ini seolah menguap bagai air yang berubah menjadi udara. Rasa cinta ini menyeruak hingga tak terkendali bahkan oleh do’a dan ucapan tasbih yang senantiasa ku senandungkan.
Keanehan sikapku itupun akhirnya tercium olehnya. Dia akhirnya tahu bahwa aku sedang berusaha keras untuk menghindarinya meskipun dia tidak tahu jika sesungguhnya ku lakukan itu untuk menyembunyikan rasaku untukknya yang tak akan mampu kutepis lagi setiap kali kulihat sepasang mata di balik sakura itu.
“Najwa chan, kau kenapa? Kenapa menghindariku..?” tanyanya.
“Ak...aku...?” ucapku terbata-bata tanpa tahu apa yang seharusnya ku katakan selanjutnya.
“Najwa chan, apakah aku sudah berbuat salah padamu?”
“Oh...tidak. Tidak..,”
“Lalu, kenapa kau menghindar dariku?”
“It..tu..karena....,”
“Kau mendengar berita pernikahanku?” tanyanya seketika yang sontak membuatku terperanjat kaget. Aku hanya terdiam seribu bahasa. Tak ada kata yang mampu ku keluarkan daro lidahku yang kelu. “Ma’af, aku tak memberitahumu sebelumnya,” ucapnya. “Tapi, kau tak perlu kuatir, aku tidak jadi menikah..,” ucapnya kemudian yang sontak itu membuatku begitu terkejut kaget. Aku tersedak oleh makanan yang tengah berada di tengah tenggorokanku. Dan ketika ku ambil minumanku, aku menumpahkannya beberapa ke kerudungku. “Kau kenapa Najwa chan. Kau aneh sekali..,” ucapnya. Dia sibuk mengambil tissue dan membantuku mengelap kerudungku yang basah. Aku begitu kaget bukan main ketika tiba-tiba tangan kami saling menyentuh. Aku berusaha untuk membersihkan sendiri kerudungku, dan meminta dia menarik tangannya dariku. “Ah, ma’af aku tidak bermaksud tidak sopan padamu. Tapi...,”
“Tidak apa...apa...,” ucapku. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Tak ku hiraukan Park Young Ha yang tengah menikmati makanannya di hadapanku. Aku masih tak percaya dengan apa yang ku dengar barusan. Benarkah yang di katakan pria itu adalah kenyataan? Tidakkah dia berusaha membohongi gadis lugu sepertiku? Tapi, jika dia benar membohongiku, apa untungnya baginya?” pikirku. Ku kesampingkan semua pikiranku yang carut-marut itu. Aku tahu dengan baik bagaimana orang di depanku itu. Karena itu dengan malu-malu aku mencoba bertanya padanya. “Young Ha kun, kalau boleh tahu kenapa?” tanyaku.
“Akhirnya kau bertanya juga. Sudah dari tadi aku menunggumu bertanya tentang itu,” ucapnya yang sontak membuat mataku tiba-tiba terbelalak kaget dengan perkataannya.
“Orang ini, apakah dia bisa membaca pikiranku?” batinku karena setiap kali aku tak ingin mengatakan apapun dia selalu saja bisa menebak apa yang mau dan ingin aku katakan. Apa yang terjadi padaku dan apa yang salah denganku. Aku jadi ngeri dan takut sendiri bagaimana jika dia juga tahu dengan perasaanku, yang telah ku sembunyikan jauh di dasar hatiku hingga tak ada yang tahu kecuali Tuhan dan aku. Tapi, segera ku buang pikiran itu. Dia bukan Tuhan, dan dia tak mungkin mengetahuinya sebesar dan sebanyak apapun dia bisa membaca diriku.
“Itu karena... ada wanita lain,” ucapnya. Seolah tahu aku tak percaya dengan perkataannya dan melihat matanya penuh selidik, dia langsung buru-buru menghapus perkataannya. “Tidak..tidak begitu..itu semua karena wanitaku.. berselingkuh dengan lelaki lain,” ucapnya. Aku tahu pria di depanku ini juga bukan pria baik-baik. Tapi, aku percaya bahwa dia adalah tipe seseorang yang setia terlebih ketika dia menceritakan peristiwa masa lalunya yang coba di sembunyikannya dariku.

            Waktu itu, dia pernah mengatakan padaku bahwa hidupnya sungguh berbeda dengan kebanyakan orang lainnya. Dia di tinggalkan oleh orang tuanya di panti asuhan dan hingga kini dia tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Saat itu, dia jatuh cinta pada seorang gadis yang juga tinggal bersama dirinya di panti asuhan itu. Mereka menghabiskan waktu bersama, bermain dan makan bersama, juga sering pergi ke gereja untuk berdoa’a bersama. Dia begitu sedih, ketika mendapati gadis itu telah di adopsi oleh keluarga lain sementara dia, tak ada satu keluargapun yang bersedia untuk mengadopsi dirinya. Tapi, kisah cinta antara dirinya dengan gadis kecil itu berlanjut hingga mereka dewasa.
            Suatu masalah terjadi ketika orang tua angkat gadis itu tahu hubungan di antara mereka. Orang tua angkat gadis itu memaksa gadis itu menikah dengan orang yang tidak di cintainya. Gadis itu sudah berusaha untuk menolak, bahkan beberapa kali sang gadis berusaha kabur dari rumah untuk menemui Park Young Ha. Tapi, usahanya selalu gagal karena bodyguard orang tua angkatnya selalu bisa menangkapnya. Karena dia diangkat oleh keluarga yang kaya raya itulah, makanya orang tuanya melarang keras hubungan antara dia dan Park Young Ha. Dan itu membuat gadis itu tidak tahan dan akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dan sejak saat itulah Park Young Ha marah, dan dia tidak lagi percaya akan adanya Tuhan. Hingga dokter Dokuro yang kini menjadi senseiku mengangkatnya sebagai anak asuhnya dan membawanya ke Jepang, dan sampai saat ini dia masih tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Karena Tuhan tak pernah sama sekali megabulkan keinginannya, baik itu untuk menemukan ke dua orang tua kandungnya, ataupun agar dia bisa hidup bersama kekasih yang sangat di cintainya.

            Melihatku yang masih duduk termenung bersama pikiranku sendiri Park Youn Ha kembali menyerukan pertanyaan kepadaku.
“Ada apa Najwa chan? Kau sakit?” tanyanya. “Atau kau begitu terkejutnya hingga terdiam?” tanyanya lagi.
“Ah, tidak..tidak begitu..,”
“Iya, inikan bukan masalah baru lagi. Di penjuru belahan dunia hal seperti ini sudah sering terjadi bukan? Di negaramu hal seperti ini juga sudah sering bukan?” tanyanya seketika.
“Ah.. ya...,” jawabku singkat.
            Dia tersenyum ke arahku seolah tak ada masalah yang terjadi pada dirinya. Aku juga tersenyum dengan cara yang sama dengannya. Hanya saja aku masih tidak mengerti, apakah benar pria di hadapanku ini baik-baik saja sekarang? Tidak apakah membiarkan dia seperti itu? Tidak apakah membiarkan dia menanggung beban berat itu sendiri?” pikirku.




0 comments:

Posting Komentar