Tak
terasa waktu begitu cepat berlalu. Ku pikir baru beberapa hari yang lalu aku
pertama kalinya merasakan hangat dan lembutnya udara musim semi. Tapi, sebentar
lagi aku akan kurasakan musim semi di negara matahari terbit ini untuk ke dua
kalinya. Dan kini hanya menunggu musim dingin yang panjang ini berakhir. Ku
rasa memang waktu berjalan lebih cepat daripada sebelumnya. Secepat rasaku yang
semula hanyalah sebuah bibit kecil namun kini sudah tumbuh menjadi sebuah pohon
yang berakar. Yang tak kan dengan mudahnya terkikis karena erosi ataupun
tumbang terhempas gelombang tsunami.
Aku tak mengerti dengan diriku sendiri.
Aku tahu ini salah, perasaan yang seperti ini salah. Tapi, aku tak mampu
menepisnya, aku tak mampu menghapusnya. Meskipun sejak awal aku sudah berusaha
menghindarinya, tapi cinta yang datangnya tiba-tiba itu mengalahkanku juga. Aku
tak tahu harus bagaiman? Harus bagaimana menghadapinya? Terlebih bagaimana
harus menghadapi orang-orang yang akan tersakiti karenaku. Dan lebih dari itu,
bagaimana aku mempertanggungjawabkannya nanti pada Tuhan? Aku mencintai
seseorang yang sudah mempunyai kekasih, terlebih seseorang yang tak seiman
denganku. Dilihat dari sudut pandang manapun dari sisi agamaku jelas ini adalah
sebuah kesalahan. Tapi, kenapa aku tidak bisa menghindar? Jika ini adalah
sebuah dosa, mengapa Tuhan mengirimkannya untukku. Jika ini adalah salah
mengapa Tuhan mengizinkan cinta itu masuk dan bersemayam dalam hatiku?
Masih teringat jelas dalam
ingatanku, ketika aku terisak tangis di malam hari itu. Ketika ku gelar sajadah
panjangku sebagai tempat sujudku kepada pemilik-ku, Tuhanku. Aku bersimbuh
dengan linangan air mata yang tiada henti, meminta kepada Tuhan untuk mengambil
rasa ini dariku. Terkadang, aku ingin bersikap egois saja. Meminta kepada Tuhan
untuk mengizinkaku berbuat kesalahan satu kali ini saja. Ini cinta pertamaku,
dan aku ingin menjaganya semampuku, meski ku tahu aku tak kan cukup kuat untuk
itu. Terlebih, ketika aku mendapati kebenaran itu. Kebenaran yang ku dengar
beberapa waktu lalu.
“
Young Ha san, apa kau menyukai Najwa chan..?” tanya Nakato, teman Park Young Ha
yang juga merupakan asisten dokter Dokuro, sama seperti Park Young Ha.
“Bagaimana
mungkin aku menyukai wanita seperti itu?”
“Kenapa?
Kau tidak suka penampilannya?”
“Em..
tidak juga. Tapi... kau tahu sendiri kan aku sudah bertunangan dan sebentar
lagi aku akan menikah..,”
Aku
yang mendengar kata-kata itu seolah kehilangan keseimbangan dan kesadaranku.
Aku terjatuh dan tak sadar apa yang tengah ku lakukan di situ. Tumpukan map dan
kertas-kertas di dalamnya yang kubawa tercecer di depan perpustakaan. Beberapa
orang berlalu lalang pergi mengabaikanku, dan beberapa diantarany pula ada yang
dengan berbaik hati bersedia membantuku memungut kertas-kertas yang berserakan
itu.
Sejak
saat itu, kami jarang bertemu. Setiap kali aku melihat dia mencariku aku
langsung pergi dan bersembunyi. Aku tidak marah karena dia akan segera menikah
karena itu urusan pribadinya, tapi aku merasa kecewa karena dia tidak pernah
mengatakannya padaku. Terlebih ketika aku menaruh harapan tinggi padanya, dan
rasa ini seolah menguap bagai air yang berubah menjadi udara. Rasa cinta ini
menyeruak hingga tak terkendali bahkan oleh do’a dan ucapan tasbih yang
senantiasa ku senandungkan.
Keanehan
sikapku itupun akhirnya tercium olehnya. Dia akhirnya tahu bahwa aku sedang
berusaha keras untuk menghindarinya meskipun dia tidak tahu jika sesungguhnya
ku lakukan itu untuk menyembunyikan rasaku untukknya yang tak akan mampu
kutepis lagi setiap kali kulihat sepasang mata di balik sakura itu.
“Najwa
chan, kau kenapa? Kenapa menghindariku..?” tanyanya.
“Ak...aku...?”
ucapku terbata-bata tanpa tahu apa yang seharusnya ku katakan selanjutnya.
“Najwa
chan, apakah aku sudah berbuat salah padamu?”
“Oh...tidak.
Tidak..,”
“Lalu,
kenapa kau menghindar dariku?”
“It..tu..karena....,”
“Kau
mendengar berita pernikahanku?” tanyanya seketika yang sontak membuatku
terperanjat kaget. Aku hanya terdiam seribu bahasa. Tak ada kata yang mampu ku
keluarkan daro lidahku yang kelu. “Ma’af, aku tak memberitahumu sebelumnya,”
ucapnya. “Tapi, kau tak perlu kuatir, aku tidak jadi menikah..,” ucapnya
kemudian yang sontak itu membuatku begitu terkejut kaget. Aku tersedak oleh
makanan yang tengah berada di tengah tenggorokanku. Dan ketika ku ambil
minumanku, aku menumpahkannya beberapa ke kerudungku. “Kau kenapa Najwa chan.
Kau aneh sekali..,” ucapnya. Dia sibuk mengambil tissue dan membantuku mengelap
kerudungku yang basah. Aku begitu kaget bukan main ketika tiba-tiba tangan kami
saling menyentuh. Aku berusaha untuk membersihkan sendiri kerudungku, dan meminta
dia menarik tangannya dariku. “Ah, ma’af aku tidak bermaksud tidak sopan
padamu. Tapi...,”
“Tidak
apa...apa...,” ucapku. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Tak ku hiraukan Park
Young Ha yang tengah menikmati makanannya di hadapanku. Aku masih tak percaya
dengan apa yang ku dengar barusan. Benarkah yang di katakan pria itu adalah
kenyataan? Tidakkah dia berusaha membohongi gadis lugu sepertiku? Tapi, jika
dia benar membohongiku, apa untungnya baginya?” pikirku. Ku kesampingkan semua
pikiranku yang carut-marut itu. Aku tahu dengan baik bagaimana orang di depanku
itu. Karena itu dengan malu-malu aku mencoba bertanya padanya. “Young Ha kun,
kalau boleh tahu kenapa?” tanyaku.
“Akhirnya
kau bertanya juga. Sudah dari tadi aku menunggumu bertanya tentang itu,” ucapnya
yang sontak membuat mataku tiba-tiba terbelalak kaget dengan perkataannya.
“Orang
ini, apakah dia bisa membaca pikiranku?” batinku karena setiap kali aku tak
ingin mengatakan apapun dia selalu saja bisa menebak apa yang mau dan ingin aku
katakan. Apa yang terjadi padaku dan apa yang salah denganku. Aku jadi ngeri
dan takut sendiri bagaimana jika dia juga tahu dengan perasaanku, yang telah ku
sembunyikan jauh di dasar hatiku hingga tak ada yang tahu kecuali Tuhan dan
aku. Tapi, segera ku buang pikiran itu. Dia bukan Tuhan, dan dia tak mungkin
mengetahuinya sebesar dan sebanyak apapun dia bisa membaca diriku.
“Itu
karena... ada wanita lain,” ucapnya. Seolah tahu aku tak percaya dengan
perkataannya dan melihat matanya penuh selidik, dia langsung buru-buru
menghapus perkataannya. “Tidak..tidak begitu..itu semua karena wanitaku..
berselingkuh dengan lelaki lain,” ucapnya. Aku tahu pria di depanku ini juga
bukan pria baik-baik. Tapi, aku percaya bahwa dia adalah tipe seseorang yang
setia terlebih ketika dia menceritakan peristiwa masa lalunya yang coba di
sembunyikannya dariku.
Waktu itu, dia pernah mengatakan
padaku bahwa hidupnya sungguh berbeda dengan kebanyakan orang lainnya. Dia di
tinggalkan oleh orang tuanya di panti asuhan dan hingga kini dia tidak
mengetahui siapa orang tua kandungnya. Saat itu, dia jatuh cinta pada seorang
gadis yang juga tinggal bersama dirinya di panti asuhan itu. Mereka
menghabiskan waktu bersama, bermain dan makan bersama, juga sering pergi ke
gereja untuk berdoa’a bersama. Dia begitu sedih, ketika mendapati gadis itu
telah di adopsi oleh keluarga lain sementara dia, tak ada satu keluargapun yang
bersedia untuk mengadopsi dirinya. Tapi, kisah cinta antara dirinya dengan
gadis kecil itu berlanjut hingga mereka dewasa.
Suatu masalah terjadi ketika orang
tua angkat gadis itu tahu hubungan di antara mereka. Orang tua angkat gadis itu
memaksa gadis itu menikah dengan orang yang tidak di cintainya. Gadis itu sudah
berusaha untuk menolak, bahkan beberapa kali sang gadis berusaha kabur dari
rumah untuk menemui Park Young Ha. Tapi, usahanya selalu gagal karena bodyguard
orang tua angkatnya selalu bisa menangkapnya. Karena dia diangkat oleh keluarga
yang kaya raya itulah, makanya orang tuanya melarang keras hubungan antara dia
dan Park Young Ha. Dan itu membuat gadis itu tidak tahan dan akhirnya dia
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dan sejak saat itulah Park Young
Ha marah, dan dia tidak lagi percaya akan adanya Tuhan. Hingga dokter Dokuro
yang kini menjadi senseiku mengangkatnya sebagai anak asuhnya dan membawanya ke
Jepang, dan sampai saat ini dia masih tidak mempercayai keberadaan Tuhan.
Karena Tuhan tak pernah sama sekali megabulkan keinginannya, baik itu untuk
menemukan ke dua orang tua kandungnya, ataupun agar dia bisa hidup bersama
kekasih yang sangat di cintainya.
Melihatku yang masih duduk termenung
bersama pikiranku sendiri Park Youn Ha kembali menyerukan pertanyaan kepadaku.
“Ada
apa Najwa chan? Kau sakit?” tanyanya. “Atau kau begitu terkejutnya hingga
terdiam?” tanyanya lagi.
“Ah,
tidak..tidak begitu..,”
“Iya,
inikan bukan masalah baru lagi. Di penjuru belahan dunia hal seperti ini sudah
sering terjadi bukan? Di negaramu hal seperti ini juga sudah sering bukan?”
tanyanya seketika.
“Ah..
ya...,” jawabku singkat.
Dia tersenyum ke arahku seolah tak
ada masalah yang terjadi pada dirinya. Aku juga tersenyum dengan cara yang sama
dengannya. Hanya saja aku masih tidak mengerti, apakah benar pria di hadapanku
ini baik-baik saja sekarang? Tidak apakah membiarkan dia seperti itu? Tidak
apakah membiarkan dia menanggung beban berat itu sendiri?” pikirku.
0 comments:
Posting Komentar