Aku
tersenyum bahagia ketika aku mendapat kabar bahwa kakakku akan datang ke Jepang
beberapa waktu lalu. Dan kini, dia yang memiliki wajah sama denganku meskipun
kami berbeda jenis kelamin itu sudah menginjakkan kakinya di negeri ini. Bandara
Narita, dia menyuruh aku untuk menjemputnya di sana karena dia tidak tahu
alamat flatku. Bisa di bilang kakakku itu datangnya tiba-tiba, dia bilang masih
beberapa minggu lagi akan datang, tetapi tanpa ku tahu sekarang dia malah sudah
sampai di negeri matahari ini.
Aku melambaikan tanganku pada
sesosok lelaki yang tak terlalu tinggi itu jika di bndingkan dengan Park Young
Ha ataupun Yutaka, anak Tuan Yamato dan Nyonya Mayumi itu. Aku memang tidak
datang sendiri ke bandara. Yutaka menawariku untuk mengantarku ke sana. Dia
bilang dia ingin sekali bertemu dengan kakakku yang sering aku ceritakan
padanya dan juga Liena. Dia ingin tahu, sosok kakak yang begitu aku sayangi dan
aku hormati itu.
Pria bernama “Alvinto Nara Elsavino”
itu, adalah kakakku. Atau lebih tempatnya di katakan saudara kembarku. Aku
memang lahir lebih dulu daripada dirinya, karena dia baru lahir beberapa menit
selang kelahiranku. Tapi, karena adat atau sesuatu hal yang mungkin tak bisa ku
mengerti hingga kini dia lah yang menjadi kakak dan bukannya aku yang terlahir
lebih dulu darinya. Seperti itulah orang tuaku menjelaskannya padaku.
Yutaka langsung membukuk dan
menghormat seperti kebiasaan banyak orang jepang saat bertemu dengan seseorang.
Begitu pula dengan kakakku, seolah dia tahu itu sudah menjadi kebiasaan
orang-orang Jepang, dia pun memberi bungkukan yang sama dan tersenyum.
Sementara aku, aku langsung mencium tangan kakakku dan kakakku memberikan
pelukan kecil padaku.
“Aku
merindukanmu...adikku,” bisiknya.
“Aku
juga..,” ucapku. Setelah itu, Yutaka pun memperkenalkan diri.
“Hajimemashite.
Yutaka desu. Dozo yoroshiku[1],”
ucapnya.
Kakakku
juga memperkenalkan dirinya dengan cara yang sama dalam bahasa Jepangnya yang
cukup lancar jika di bandingkan denganku. Jangan heran kalau dia bisa bahasa
Jepang, karena dia adalah pilot yang biasa terbang ke negara manapun hingga dia
di tuntut harus bisa menguasai beberapa bahasa asing. Selain Jepang, kakakku
juga bisa bahasa korea, perancis, spanyol dan yang paling di kuasainya ya tentu
saja bahasa internasional, bahasa inggris.
“Hajimemashite.
Nara desu. Dozo yoroshiku[2],”
ucap kakakku dengan tersenyum lebar pada Yutaka.
Yutaka pu mempersilahkan aku dan
kakakku masuk ke dalam mobil. Aku bercerita banyak hal pada kakakku sepanjang
perjalanan. Tanpa ku sadari, Yutaka tidak mengerti dengan bahasa yang kami
gunakan. Karena itulah, aku merubah percakapan kami dengan bahasa Jepang agar setidaknya
Yutaka mengerti bahasa yang kami gunakan.
“Kakak
kenapa kau datang tiba-tiba? Bukannya kau bilang baru mau datang dua minggu
lagi?”
“Oh,
aku mengambil cuti lebih dulu, karena aku ingin menemui temanku,”
“Teman
yang mana?”
“Temanku
yang berasal dari Korea. Yang dulu sering ku ceritakan padamu,”
“Oh,
teman yang tidak sengaja kau temui saat kau menerbangkan pesawat ke Korea
Selatan itu? Teman yang sering bertukar cerita lewat email denganmu itu?”
“Iya,
teman yang itu?”
“Loh,
tapi kenapa kakak di Jepang. Bukankah harusnya kakak pergi ke korea? Atau habis
dari sini kakak mau ke sana?”
“Ah,
tidak. Temanku itu sudah pindah ke Jepang katanya. Dia juga kuliah di
universitas yang sama denganmu,”
“Oh,
benarkah? Aku jadi penasaran dengan temanmu yang sering kau ceritakan itu,”
“Em..
baiklah besok kau boleh ikut serta bersamaku. Bukankah besok akhir pekan?
Jalan-jalanlah denganku..,”
“Oke..siap
boss..,”
Yutaka yang melihat tingkah manjaku
di depan kakakku itu pun tersenyum simpul.Maklum aku biasanya bersikap tegas di
depan semua orang. Inilah sisi lain diriku yang tidak di ketahui oleh semua
orang. Yang tahu hanyalah kakakku dan beberapa orang yang pernah melihat
kebersamaan kami.
“Najwa
chan, aku tidak pernah melihatmu sesenang ini sebelumnya,” ucap Yutaka padaku.
“Iya,
Yutaka kun. Maklum ini pertama kalinya aku bertemu kakakku setelah sekian lama.
Dia selalu sibuk pergi terbang kemanapun,” keluhku. Sementara kakakku yang
duduk di samping Yutaka hanya tersenyum lebar ke arahku.
Kakakku, jika kau bertanya sebesar
apa rasa sayangku padanya, dia sudah ku anggap sebagai bagian dari duniaku,
tanpa dia duniaku pasti tidak akan seindah sekarang ini. Awalnya, sebelum
datang ke negeri ini, orang tuaku melarangku untuk mengambil beasiswa ini.
Mereka takut, jika seorang wanita sepertiku pergi ke negeri asing. Lebih
daripada itu, mereka takut aku tidak bisa menjaga diriku sendiri.
[1]
Apa kabar? Saya Yutaka. Senang bisa berjumpa/ berkenalan dengan anda.
[2]
Apa kabar? Saya Nara. Senang bisa berjumpa/ berkenalan dengan anda.
0 comments:
Posting Komentar