Selasa, 17 Juli 2018

Seperti Hujan

Edit Posted by with No comments



Banyak orang membenci hujan. Mereka bilang, hujan adalah tangisan kesedihan. Mereka bilang, hujan membawa kenangan-kenangan menyakitkan. Tapi, entah mengapa aku suka hujan. Ada rasa tenang ketika aku menghirup petricor. Entah mengapa. Dan aku akan sangat berterima kasih, setiap kali hujan turun dan membawa semua kenangan masa lalu kembali dalam ingatanku. Karena hanya disaat hujan turunlah, aku bisa menemukan kembali bait tentangmu saat menyelam dalam lautan kenangan itu.

Bagiku, kamu itu seperti hujan, hingga aku rela melepaskan payungku, demi bisa berjalan bersamamu. Bagiku kamu itu seperti hujan, dingin namun mampu membuatku nyaman hingga membuatku terlelap untuk sepersekian detik waktu. Bagiku, kamu itu seperti hujan, jatuh berkali-kali dihatiku dan aku tidak bisa menghindarinya lagi. 

Namun kamu tahu, tidak ada hujan saat ini. Ketika penaku menulis tentang hujan, disini sama sekali sedang tidak hujan. Langit pagi ini sangat cerah. Matahari sama setianya seperti biasanya memberikan kehangatan pada setiap orang yang membutuhkannya. Berbeda dengan hujan, yang kata orang hanya dapat memberikan kedinginan dan kesedihan. Mereka mungkin lupa, bahwa ketika hujan turun dan dingin merasuk tubuh, disitulah selimut dan secangkir kopi hangat berperan. Kamu bisa menikmati suara hujan di luar sana, duduk nyaman di kursi goyangmu, sembari berbalut selimut tebal dan menyesap secangkir kopi hangat di tanganmu. Bagiku, itu adalah bahagia sederhana yang ku dapat di saat hujan.

Hujan mengajarkan banyak hal padaku. Tentang keikhlasannya dan kesabaran. Kamu tahu kenapa? Karena ia tetap saja kembali seberapapun seringnya ia jatuh. Ia tidak peduli meski ia di benci. Karena ia datang bukan untuk mereka, ia datang untuk mereka yang merindu dan mencintainya. Aku juga ingin seperti itu. Aku ingin menjadi hujan. Hingga sama sepetimu, yang jatuh di hatiku, aku juga akan menghujani hatimu berkali-kali dan kamu tidak bisa menghindarinya. 

Aku suka hujan, meskipun aku tahu ia hanya sebentar. Karena di sudut gelap itu, ketika aku menyeka hujan, aku menemukanmu.Saat itulah, aku mulai mencintai hujan. Hujan adalah moment yang selalu aku tunggu. Aku akan berjalan bersama hujan hingga tidak ada satupun orang yang tahu bahwa aku menangis bahagia. Karena kamu dan hujan, adalah sebuah rindu yang ku simpan dalam kenangan saja.

Pagi ini, ketika matahari bersinar cerah. Aku menulis tentang hujan, karena aku merindukan hujan. Juga kamu, yang menghujaniku dengan rindu.

Perbedaan

Edit Posted by with No comments



Siapa bilang dua orang yang sangat berbeda tidak bisa bersatu? Kamu tahu, bahwa nyatanya kamu hanya mencoba untuk menyembunyikan ketakutanmu lewat kondisi itu. Kamu takut menghadapi sesuatu yang baru. Kamu takut jika kenyataan yang kamu hadapi nantinya, tidak sesuai dengan harapanmu. Kamu mengecilkan dirimu sendiri, dengan mendengarkan semua perkataan mereka. Tentang dia yang tidak cocok untukmu, atau tentang kamu yang tidak pantas untuknya. Dan kamu membenarkan semua spekulasi-spekulasi mereka lainnya tentang dirimu dan dirinya.
Kamu lupa bahwa bukan mereka yang akan menjalani kehidupan itu. Bahwa bukan pula mereka penentu bahagia atau tidaknya kehidupanmu. Tidakkah kamu tahu bahwa sebuah puzzle tak akan terlihat indah jika ada bagian yang hilang? Tak akan menyatu jika bagian yang satu sama dengan bagian yang lainnya. Karena itulah, perbedaan menjadi wajar dalam sebuah hubungan. Kamu yang pendiam, dia yang cerewet, kamu yang pemarah, dia yang penenang, kamu yang kekanakan dan dia yang bersikap dewasa.
Berhentilah menatapnya seolah ia adalah permata di kotak kaca yang tidak akan pernah bisa kamu gapai. Berhentilah berpikir bahwa ketika ia berada sisimu kamu takut akan menggoresnya dan menjadikannya tidak berharga lagi. Terimalah ketika ia datang dengan segala kesungguhannya. Karena seberapa keras pun kamu menghindar, jika Tuhan sudah mengatakan ia untukmu, maka jadilah seperti itu. Jadi, berhentilah memandang dirimu sendiri rendah dan tidak pantas untuk bersanding dengannya.
Ingatlah, Ia sempurna hanya karena Tuhan menciptakan kamu untuk melengkapi segala kekurangannya. Begitu pula dengan kamu.
So, janganlah lagi selalu memandang perbedaan ibarat api dalam sekam. Lihatlah pelangi, ia indah karena adanya perbedaan warna pembentuknya. Kamu dan dia juga seperti itu, indah dengan semua perbedaan yang ada.
Pasuruan
7 Juli 2018

Minggu, 15 Juli 2018

The Weird Girl

Edit Posted by with No comments


“If you’re lonely, and need a friend
And troubles seem like they never end
Just remember to keep the faith
And love will be there to light the way
Anytime you need a friend
I will be here”
~Anytime You Need A Friend-Mariah Carey~
Ara tengah menikmati makan siangnya bersama teman-teman kantornya di basement bawah yang kini di sulap menjadi pantry. Di nikmatinya bekal yang sudah ia siapkan tadi pagi dan selepas makan dan sholat dhuhur, dia pun ikut nimbrung bersama teman-temannya untuk berbincang-bincang menghabiskan jam istirahat mereka. Nimbrung dalam hal ini bukan berarti dia ikut ngobrol dan saling bercerita dengan teman-teman kantornya tapi lebih pada sebagai pengamat saja. Ya, Ara masih menarik diri dari orang-orang di sekitarnya, ia hanya berbicara jika di ajak bicara dan selebihnya ia hanya memberikan seulas senyum ketika mendengar cerita dari teman-temannya. Ara memang memiliki kepribadian yang introvert atau tertutup. Ia lebih senang sendirian berkutat dengan bertumpuk-tumpuk bukunya di bandingkan dengan pergi beramai-ramai atau ngobrol-ngobrol dengan teman-temannya.
Tapi, Ara menjadi seseorang yang benar-benar berbeda tiga tahun yang lalu. Dimana dia bisa tertawa dengan lepas, berbagi dan mendengarkan semua cerita sahabatnya. Dia bisa menceritakan semua hal yang dia rasakan pada sahabat-sahabatnya dan tidak lagi berkutat hanya pada buku hariannya. Tiga tahun yang lalu tepatnya selama masa kuliahnya Ara menjadi pribadi yang ceria. Ara memang juga memiliki sisi kepribadian yang seperti itu ketika dia sudah merasa nyaman dengan orang-orang dan keadaan yang membuatnya merasa nyaman. Detik berikutnya lagu If You’re Not The One-nya Daniel Bedingfield berkumandang di handphonenya. Ara pun kemudian mengangkat panggilan yang menampilkan nama Aprillia di layar handphonenya.
Aprillia Calling :
         “Hallooo…………..Ra…………,”
         “Iya Pril….,”
         “Eh, Ra aku cuman mau mastiin nieh. Kamu fix jadi ikut kan ke Yogja?” tanya April.
         “Hu’umb…ya….jadi…,”balas Ara.
         “Oke deh…makasih…Besok ngumpulnya di bascamp seperti biasa ya…,” ucap April.
         “Ya…,” ucap Ara mengakhiri komunikasinya dengan April via telepon. “Huft…apa keputusanku sudah benar untuk ikut berlibur bersama mereka ya. Tapi, aku gak enak selalu menolak ajakan mereka. Tapi, kenapa harus Yogja? Bagaimana kalau di sana aku….,” batin Ara. “Yogja besar Ara, gak mungkin aku bisa bertemu lagi dengan orang itu…,” gumamnya meyakinkan dirinya bahwa keputusannya adalah keputusan yang tepat dan segala konsekuensi yang akan terjadi nanti ia yakin akan bisa mengatasinya.
*****
         Erlangga masih meringkuk di kamarnya dan membaca buku kecil berwarna biru muda dengan sampul bergambar seorang gadis kecil mengenakan baju kuning yang duduk di antara ranting pohon dengan raut wajah sendu. Buku itu berjudul Antologi Puisi : Semua Tentangmu. Namun, kegiatannya membaca dan mencermati isi dalam buku itu menjadi terganggu karena kedatangan seseorang yang tiba-tiba menerobos masuk dan langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang yang sama di mana Erlangga tengah berbaring.
         Seseorang itu terkejut melihat Erlangga yang tidur telentang bersandar pada bantal dan membaca buku kecil itu. Dia mengamati Erlangga dengan saksama dan kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
         “Sejak kapan loe suka baca buku beginian kak?” tanya Adik Erlangga yang di kenal dengan nama Ares. Namun yang ditanya hanya diam dan tidak menggubris sama sekali pertanyaan Ares. Ares kemudian mencabut paksa buku yang sedari tadi dipegang dan dibaca oleh Erlangga. Dia mengamati dengan saksama buku itu dan tersenyum-senyum kearah Erlangga tanda mengejek. “Loe, mau belajar romantis dengan baca buku ini kak?” tanyanya lagi.
         “Diem, bukan urusan loe….,” ucap Erlangga.
         “Duuuh kak loe tuh jadi makin aneh tau gak. Udah lama gak pulang-pulang, eh tiba pulang loe jadi aneh kayak gini. Dan ini, apa ini?” ucap Ares dengan mengacung-acungkan buku kecil di tangannya. “Sejak kapan kakak gue jadi mellow gini?”
         “Bodoh, siniin buku gue…,” ujar Erlangga sembari mengambil buku dalam genggaman Ares.
         “Hmm..loh tuh ya, keluar sono dikamar terus kayak ayam yang lagi mengerami telurnya aja, gak mau beranjak sama sekali dari tempat tidur,” ucap Ares.
         “Bodoh amat…,” ucap Erlangga.
         “Loh tuh ya kalau di bilangin. Pergi ke rumah Kak Brina sono, sejak loe pulang dari Singapura loe belum kesana kan?”
         “Itu urusan gue…,”
         “Loe ada masalah lagi sama dia. Berantem lagi?”
         “Nggak gue gak da masalah. Dan kita gak pernah berantem..,” ucap Erlangga.
         “Iya, gue tahu kalau kalian memang gak pernah berantem, adem ayem terus. Tapi, loe sadar gak kak kalau hubungan kalian yang kayak gitu terkesan membosankan..,” jelas Ares.
         “Maksud loe…?”
         “Gini ya kak, dalam hubungan pastilah ada yang namanya percekcokan entah itu karena masalah kecil atau sepele seperti perdebatan kecil dan sebagainya. Kadang memang sedikit membuat frustasi tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut, tapi itulah tantangannya. Kalian akan belajar bersama-sama untuk mengatasi masalah tersebut dan jika hal itu berhasil maka itu juga bisa membuat hubungan diantara kalian menjadi semakin erat,” jelas Ares.
         “Sok tahu loe….,”
         “Gue bukan sok tahu kak, tapi emang itu kenyataannya. Jujur sama gue sekarang, loe udah menghindar dari Kak Brina karena loe merasa bosan kan?”
         “Jangan sok tahu, gue gak gitu…,” ujar Erlangga.
         “Baiklah loe bisa bohongin gue kak, tapi loe gak bisa bohongin diri loe sendiri. Udah deh gue mau pergi kencan dulu ya….,” ucap Ares sembari meninggalkan Erlangga yang masih terpaku mencermati dengan saksama perkataan Ares.
         “Apa gue emang bener-bener bosan dengan hubungan ini….,” batinya. Dia memang memutuskan untuk menghindari Brina saat ini. Tapi, bukan karena bosan bertemu dengan Brina tapi ada sesuatu yang lain di hati dan pikirannya dimana seseorang yang lain menyita seluruh waktunya saat ini. Tidak, tidak hanya saat-saat ini, tapi dari dulu. Sejak tak lagi di temukannya kabar gadis itu sedikitpun, pikirannya tak henti-hentinya berpikir tentang gadis itu. Dan dia tak ingin Brina melihatnya tengah memikirkan gadis lain saat mereka bersama. Karena itulah Erlangga memutuskan untuk menghindar sementara dan segera menyelesaikan urusan hatinya itu. Dibuangnya pikiran seperti itu cepat-cepat dari pikirannya dan Erlangga pun kembali focus dengan buku biru kecil itu. Di bacanya lagi satu puisi yang ditulis gadis itu yang tentu saja membuat Erlangga kembali mengenang kenangannya dengan gadis itu dulu.
Dualitas Tak Terbantah
Seolah baru kemarin kita saling bertatap malu-malu
Seolah baru kemarin kita saling duduk diam dan membisu
Seolah baru kemarin kita bertengkar dan mengambek tanpa mau mengalah
Hingga waktu berjalan dan mengubah segala yang ada
Mengubah kediaman menjadi tawa
Mengubah kebisuan menjadi canda          
Mengubah amarah menjadi ramah
Kita,,yang dulu terlampau jauh dari kata dekat
Yang membatasi diri dengan jarak selengan, sejengkal..
Kini menjadi sedekat nadi
Sedekat nafas yang yang bahkan hembusannya dapat ku rasa di pipiku
Namun, sekali lagi waktu mengubah segala yang ada
Semua yang telah kita lalui bersama
Untuk waktu yang telah kita habiskan untuk merenda hari bersama
Kini telah mencapai pada kata akhir
Kita akan kembali pada suatu masa
Dimana kau menjadi asing untukku dan akupun menjadi asing bagimu
Terlalu banyak kata mengapa untuk mengetahui maksud Tuhan mempertemukan kita
Kita,,bersama saling berbagi cerita singkat hidup kita
Namun tak ada yang terjadi sampai akhir
Tak ada yang berubah antara kau dan aku
Selamanya kita akan tetap seperti ini
Tapi tak pernah ada sesal dalam hidupku
Aku tak akan menyalahkan temu, juga tak akan pernah menghakimi pisah
Karena selamanya temu akan selalu bersahabat dengan pisah
Itulah dualitas tak terbantah..
         Erlangga termenung mencoba untuk mengingat kembali masa lalu itu. Tak butuh waktu lama untuk mengingat kenangan itu. Karena puisi yang telah di bacanya itu mengantarkannya dengan cepat pada gerbang kenangan itu.
*****
         Aku masih ingat ketika kau menyuruhku mengatur jarak denganmu. Kau membatasi jarak tempat duduk kita dengan tangan kecilmu sebagai ukurannya. Satu jengkal. Ya, itu jarak yang kau perbolehkan kemudian setelah kau dengan lelahnya mengusirku menjauh darimu namun aku tetap saja bebal dan tak mau mendengarkanmu. Hingga aku mengejutkanmu saat itu. Aku berpindah dari tempat dudukku dan tidak memperhatikanmu yang asyik ngobrol dengan teman kita. Kemudian aku duduk dibelakangmu, menghembuskan nafasku tepat di samping pipimu. Dan tentu saja itu membuatmu terkejut dan refleks segera menjauh dariku.
         “Issshhhh…kamu ngapain,” ucapnya kala itu dengan raut muka jengkel.
         “Hahahaha…..,” aku hanya menjawabnya dengan tawa. Aku senang sekali melihat raut wajah jengkelnya. Lucu. Terlebih ketika mukanya blushing karena perlakuanku itu. Tak begitu tampak sih, karena dengan sempurnah dia bisa menyembunyikannya. Tapi, bukan Erlangga namanya kalau tidak tahu perihal Ara. Karena lebih dari apapun aku mengenal gadis itu bahkan mungkin melebihi aku mengenal diriku sendiri.
         Sejak saat itu dia mulai membatasi jarak diantara kami. Dia bilang gak boleh dekat-dekat nanti dosa atau apalah banyak sekali alasan dia. Tapi, aku tetap aku dan tidak bisa dia menentangku. Aku selalu saja menggodanya seperti biasa dan akhirnya dia menyerah dan membiarkan aku dekat dengannya kemudian. Dia tahu bahwa berdebat denganku tak akan pernah ada habisnya karenanya dia menyerah untuk membuatku menjauh darinya. Tapi apa kau tahu hal lain yang menjadi ciri khasnya kalau sedang merasa jengkel denganku. Aku akan menceritakannya. Menceritakan masa lalu yang lucu itu.
         Gadis kecil itu sering ku panggil bocah. Kau tahu kenapa karena sekalipun dia berusia lebih tua dariku kelakuannya tak ubahnya seperti bocah. Kadang dia memang bisa bersikap dewasa namun disisi lain dia lebih sering bersikap seperti bocah. Pasalnya sikap polosnya itulah yang menjadikan dia terlihat seperti bocah cilik yang suka usil dan sok tahu. Dia di juluki gadis aneh. Entah itu oleh teman-temannya sendiri maupun oleh kakak-kakak tingkat. Kau tahu kenapa dia di juluki seperti itu karena dia memang aneh. Dia sering berbicara sendiri, entah itu dengan handphonenya, leptop atau computer di kantor Lab, dia selalu mengajak mereka bicara. Dia juga selalu mengoceh sepanjang hari jika berada di dekatku. Entah cerita inilah cerita itulah kadang aku menyimaknya tapi lebih sering aku mencuekkannya.
         “Gha….,” ucapnya.
         “Hmmm….,”tanggapku.
         “Kamu tahu gak,” dia selalalu memulai kalimatnya dengan kata itu. “Masak aku di bilang aneh sama Mas Jo…,” ucapnya kala itu.
         “Memang benar kan….,” ucapku.
         “Ishhhh kau nih. Dengerin dulu napa…,” ucapnya mulai nampak jengkel denganku.
         “Iya..iya apasih….gue dengerin…,” ucapku.
         “Mas Jo itu aneh, masak aku dibilang aneh hanya karena aku gak pernah pacaran. Aneh kan…,” ucapnya yang malah mengatai orang lain aneh padahal dirinya sendiri yang sebenarnya aneh.
         “Ya betulkan memang yang Mas Jo bilang…,” ucapku.
         “Betul bagaimana?”
         “Kamu memang aneh. Semua orang pernah pacaran Ra. Bahkan liat sekarang berapa usiamu,”
         “22 tahun…,”
         “Nah, kan dari lahir sampai usiamu 22 tahun kamu sama sekali belum pernah pacaran, sementara yang lainnya mungkin sudah 3 atau 5 kali pacaran dalam rentang usia begitu,” jelasku. Dia pun manggut-manggut mendengar penjelasanku sebelum mengatakan apa yang ingin dikatakannya kemudian.
         “Ahhh..begitu ya. Jadi aku dibilang aneh karena seperti itu. Semua orang pernah pacaran paling tidak sekali seperti kamu, ya kan?” ucapnya meminta pendapatku yang ku tahu itu juga merupakan sindiran untukku atas perkataannya.
         “Gak usah ngeledek…,” ucapku.
         “Hehehe…bukan ngeledek Gha, paling tidak kamu pernah walau hanya sekali kan. Sementara aku gak pernah sama sekali. Karena itu aku selalu jadi bahan bully-an anak-anak dan sering di katai aneh…,” ucapnya.
         “Ya, sudah cari pacar sana…,” pintaku tapi dia menggelengkan kepalanya. “Kenapa?”
         “Gak mau, bukankah Allah mengatakan sendiri dalam surat Al-Isra’: 32 “wa laa taqrabuz zinaa innahu kaana faahishatan wa saa a’sabiila : dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. Itu berarti Allah melarang pacaran kan…?” ucapnya.
         Aku tertohok dengan perkataannya. “Tapi, selama kita masih bisa menjaga diri dan tidak neko-neko kan gak papa Ra..,” ucapku.
         Namun dia hanya menggelengkan kepalanya. “Hmm..tetap saja aku gak mau pacaran…,”
         “Kau akan selalu di bully kalau keras kepala begitu. Dan terima saja nasibmu menjomblo seumur hidup karena pemikiranmu itu,” ucapku.
         “Menjadi jomblo dan memilih untuk tetap sendiri karena tidak mau pacaran itu bukan nasib Gha. Tapi, itu prinsip,” ucapnya sembari tersenyum lebar ke arahku. “Manis..,” batinku.
         Ya, itulah sifatnya kalau sudah menyangkut tentang prinsip yang dipegangnya tak akan ada siapapun yang mampu untuk membuatnya berubah pikiran. Dan aku suka keteguhan dirinya yang seperti itu. Walau dia terkesan polos tetapi pemikirannya bisa sangat dewasa jika menyangkut hal-hal seperti itu. Dia pun menerima segala konsekuensi yang terjadi atas keputusannya. Dia selalu mendapat bully-an dari teman-teman kami, teman-teman sekelasnya dan bahkan dari para adik tingkat.
         Tapi, dia tetap berfikir masa bodoh dan kadang menampilkan wajah melasnya di hadapan kami semua dan aku tahu kalau dia bukan benar-benar sedih, tapi dia hanya ingin menghibur kami semua dengan tingkahnya. Lebih dari apapun, lebih dari siapapun aku tahu bahwa dia kuat, dia wanita yang hebat yang akan mampu mempertahankan prinsip yang sudah jelas-jelas ia ketahui kebenarannya, tidak sepertiku sekalipun aku tahu kebenaran itu tepat di hadapanku tapi aku masih mengikuti keinginanku sendiri. Egois memang, tapi itulah aku.
*****

Di Batas Rindu

Edit Posted by with No comments


“When you’re gone, the piece of my heart are missing you
When you’re gone, the face I came to know is missing too
When you’re gone, the words I need to hear
To always get me through the day and make it ok
I miss you, I’ve never felt this way before
Everything that I do reminds me of you
~When You’re Gone, Avril Lavigne~

Berbalik Satu Waktu
Jika aku bisa mengulang waktu...
Aku ingin kembali ke masa itu...
Masa dimana untuk pertama kalinya aku bertemu dengannya...
Tak apa meski pada akhirnya ku tahu hanya kesakitan yang akan ku dapat
Saat aku memilih untuk berada disampingnya...
Tak apa meski air mataku akan habis karena menangis untuknya...
Aku hanya ingin bersamanya..
Menghabiskan hari-hariku bersamanya..
Meski hanya duduk diam tanpa suara..
Aerylin Bellvania Az-Zahra
         Erlangga meletakkan buku tersebut di meja. Dihempaskannya tubuhnya di atas sofa panjang di ruang tamunya itu. Sofa dengan warna cream yang bisanya membuatnya nyaman setelah melakukan rutinitasnya seharian itu kini tak berfungsi. Beberapa jam lebih dia rebahan di atas sofa itu, tapi matanya tak lekas terpejam seperti biasanya. Pikirannya berkecamuk kemana-mana setelah membaca puisi di buku yang dibelinya dari sebuah toko buku yang dilewatinya dari perjalanan pulang kuliah tadi. Hanya iseng untuk membeli tadi karena rasa penasarannya akan penulis buku itu. Seolah mirip dengan nama seseorang yang telah dikenalnya dimasa lalu. Dan ternyata benar seperti dugaannya. Dia benar gadis itu, penulisnya adalah gadis yang sama yang selalu mengganggu pikirannya kala kesepian menderanya.
         Bagaimana kabar gadis itu sekarang? Dimana dia tinggal? Masikah dia sama seperti dulu? Bukankah menulis hanya hobbynya? Ataukah sekarang dia ganti profesi menjadi seorang penulis daripada seorang akuntan? Bukankah cita-citanya menjadi dosen? Terus sekarang dia...
         Pertanyaan-pertanyaan itu yang kerap kali mengganggunya itu datang lagi. Sekarang malah dia sering memikirkan tentang gadis itu. Gadis yang telah pernah disakitinya dulu, gadis yang di sia-siakannya dulu. Entah apakah karena rasa bersalah itu dia selalu memikirkan gadis itu. Ataukah ada perasaan lain yang tak bisa diartikannya. Entah..
         Lagu Dear God-nya Avenged Savenfold tiba-tiba berkumandang dari handphonenya hingga membuatnya terperanjat dari lamunannya. Dilihatnya nama yang tertera di layar ponsel tersebut “mama”...
Mama Erlangga  Calling:
“Ega, sudah pulang kuliah??”
Erlangga Calling :
“Iya ma. Kenapa?”
Mama Erlangga  Calling:
“Katanya hari sabtu besok kamu pulang. Ujiannya sudah selesai kan?”

Erlangga Calling :
         “Iya ma,,,”
Mama Erlangga  Calling:
         “Ya sudah papa dan mama juga adikmu menunggumu di rumah ya. Cepet pulang..,”
Erlangga Calling :
“Iya...”
Tut..tut...sambungan pun terputus. Ujian memang sudah selesai. Dia hanya perlu menyempurnakan proposal untuk pengajuan tesisnya. Tak masalah untuk sejenak berlibur melepas lelah dengan kembali ke kampung halamannya. Sudah lebih dari enam bulan dia tak pulang menjengguk keluarganya. Bukan jarak yang menjadikannya enggan untuk kembali ke kampung halamannya. Karena jarak yang jauh dapat di jangkau hanya dengan beberapa jam saja naik pesawat. Toh dia bisa pulang bolak-balik kalau perlu karena tak ada masalah tentang keuangan sedikitpun dikeluarganya.
Beberapa menit setelah mendapat telfon dari ibunya dia kembali merebahkan tubuhnya di sofa itu. Dengan mata yang masih di usahakannya untuk terpejam. Tapi kemudian lamunannya membawanya kembali ke kisah beberapa tahun silam bersama gadis itu.
*****
Empat tahun yang lalu di telfon...
Bocah Cilik Calling :
“Assalamu’alaikum...Hallo....,”gadis itu selalu memulai percakapan di telfon dengan dua kata itu..
Erlangga Calling :
         “Wa’alaikum salam. Iya kenapa??”

Bocah Cilik Calling :
“Kamu dimana?”
Erlangga Calling :
         “Di kosan. Kenapa?”
Bocah Cilik Calling :
“Kenapa lagi. Skripsimu udah selesai?”
Erlangga Calling :
“Belum...,”
Bocah Cilik Calling :
“Loh, kenapa belom? Ibu Kepala sudah suruh kita semua menyelesaikan secepatnya. Tidak ada waktu lagi. Masih sampai bab berapa?”
Erlangga Calling :
“Bab 3,”
Bocah Cilik Calling :
“Hah...bab 3. Bukannya katanya kamu sudah sampai bab empat ya?”
Erlangga Calling :
“Iya sudah input, tapi terus gak paham mau diapain...,”
Bocah Cilik Calling :
“Hadehhh..kamu nih. Makanya bilang. Kalau ndak bisa bilang. Ada aku dan anak-anak yang bisa bantuin. Kalau kamu gak bilang kita juga gak bisa bantuin kamu,”
Erlangga Calling :
“........................,”
Bocah Cilik Calling :
“Kamu ndak hidup sendiri, kalau ndak bisa ya minta tolong gituloh...,”
Erlangga Calling :
“Iya...,”
Bocah Cilik Calling :
“Ya sudah besok datang ke lab besok tak bantuin..,”
Erlangga Calling :
“Iya, beneran loh...,”
Bocah Cilik Calling :
“Iya, bye....,”
Erlangga Calling :
“Oke, bye...,”
         Gadis itu selalu saja cerewet. Entah berapa banyak kata-kata yang tidak penting selalu keluar dari mulutnya. Celotehannya banyak sekali seolah tak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Tapi, dibalik cerewetannya itu kadang ada beberapa hal yang memang benar adanya. Seperti motivasi-motivasinya atau bahkan hal-hal lainnya. Dan yang paling penting adalah otaknya briliant. Kalau sudah berbicara dengan sesuatu yang menyangkut pelajaran otaknya pasti akan berkelana menyusuri setiap ilmu yang pernah di dapatkannya di sekolah dan mungkin pelajaran di sekolah dasar pun masih melekat di otaknya.
Gadis kecil yang cerewet itu selalu memenuhi pesan masuk di handphonenya. Berisi banyak hal, tentang pertanyaan-pertanyaan yang selalu di ajukan Erlangga tentang pelajaran yang tidak diketahuinya atau bahkan hanya sekedar ucapan “hati-hati” yang selalu di ucapkannya setiap kali Erlangga hendak pulang kampung. Tapi, kini gadis itu tidak ada lagi. Tidak ada disaat Erlangga membutuhkannya lagi, membutuhkan motivasinya disaat semangatnya lemah. Erlangga tak pernah mengerti, tak pernah menyadari sebelumnya, hingga saat ini baru disadarinya betapa sebenarnya letak gadis itu besar dalam hidupnya tak sekecil ukuran tubuhnya.
“Huft...,”lenguh Erlangga sambil beranjak dari sofa dan segera bergegas menuju ke kamar mandi. Dia butuh penyegaran saat ini. Dan salah satu caranya adalah dengan mandi. Selain ingin membersihkan dan menyegarkan tubuhnya, dia juga ingin membersihkan pikirannya dari memikirkan gadis kecil itu.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul 24.00 malam. Ketika mata Ara bahkan belum merasakan kantuk sedikitpun. Beberapa halaman lagi, hanya tinggal beberapa halaman lagi ia akan segera menyelesaikan novelnya. Tapi, tiba-tiba saja cairan merah itu keluar dari lubang hidungnya. Selalu seperti ini, beberapa hari ini sering terjadi. Kepalanya akan pusing bukan main dan bahkan terkadang ia sering jatuh pingsan. Mungkin inilah kelelahan yang berlebihan. Ia terlalu lelah untuk bisa mengejar deadline yang diberikan penerbit padanya.
Di ambilnya beberapa tisu yang selalu disediakannnya di meja kerjanya. Diusapnya darah segar yang menetes itu sembari dengan menengadahkan wajahnya ke atas agar tak banyak darah yang akan keluar lagi. Setelah dirasa tak ada darah yang akan keluar lagi, ia kembali terfokus pada layar persegi panjang yang berpendar di hadapannya. Sekitar dua jam lebih ia akhirnya berhasil menyelesaikan beberapa halaman yang kurang dari novelnya. Nyeri dipunggungnya akhirnya dapat sedikit terobati ketika ia mulai berbaring dan rebahan di atas ranjang.
“Alhamdulillah...akhirnya selesai...,” gumam Ara dalam hati.
            Mata Ara masih belum terpejam saat itu. Ara masih teringat beberapa kisah lagi tentang masa lalu. Tentang dirinya dan seseorang itu. Seseorang yang selalu ia jaga dalam do’a. Terkadang orang bertanya kenapa begitu? Karena hati tak bisa menjaganya. Karenanya ia menjaganya lewat do’a-do’a yang dilantunkannya di setiap sujud malamnya. Dan akhirnya do’a itupun berubah menjadi sebuah keajaiban.


Message From : Cowok Jelek
“Aku lulus.....,” ucapnya ketika seseorang itu mengirim pesan pada Ara tiga tahun yang lalu.
Message To : Cowok Jelek
“Benarkah.....,” Ara terkejut mendengar berita baik yang diceritakannya lewat sms.
Message From : Cowok Jelek
“Yah, aku lulus. Aku benar-benar lulus. Dan ini semua berkat bantuanmu...,”ucap orang itu.
            Itulah kata terakhir yang dikirimkan oleh orang itu. Tak pernah satu kalipun seseorang itu menulis ucapan terima kasih untuk Ara atas semua keberhasilannya. Bagi Ara tak masalah karena melihat orang itu bahagia sudah cukup untuknya. Tapi, bohong jika Ara tak mengharapkan itu darinya. Ara berharap bahwa orang itu tidak hanya bicara melalui pesan singkat itu, melainkan langsung datang menemuinya dan menceritakan kabar gembira itu langsung padanya. Harapan itu hanyalah tinggal sebuah pengharapan yang sia-sia. Karena selain dua pesan sms itu, tak ada lagi pesan-pesan berikutnya yang menyusul. Orang itu sudah meraih segalanya, dan Ara bukanlah orang terpenting dalam hidupnya yang akan dibaginya pesan kegembiraan itu.
            Mengingat semua itu, air mata Ara menetes lagi. Tak mampu lagi ditahannya sesak yang menyiksa itu dan akhirnya isakan itupun beralih menjadi hujan air mata. Segera di ambilnya air wudhu agar batinnya menjadi tenang dan tak lagi mengingat lelaki di masa lalunya itu.
            “Tuhan, sampaikanlah aku pada batas rinduku. Agar aku tak lagi mengingatnya. Agar rasa sesak itu tak lagi ku rasa. Karena sungguh rindu itu begitu menyiksa. Tuhan, sampaikanlah aku di batas rinduku. Untuk menggulung semua tangis dan luka. Dan kemudian menyembunyikannya. Agar aku tetap dapat melangkah. Tanpa mengingat pedih kenangan bersamanya. Tuhan, sampaikanlah aku di batas rinduku. Mampukanlah aku untuk mengikhlaskan. Lapangkanlah dadaku untuk merelakan. Dia, yang belum halal untukku,” batin Ara.
            Selepas itu, Ara pun segera mengganti bajunya dengan piyama tidurnya dan segera mematikan lampu kamar tidurnya dan menyalakan lampu tidur di nakas tempat tidurnya. Do’a di rapalkan sebelum ia akhirnya memejamkan matanya dan berjalan di alam bawah sadarnya.
*****