Alvi
dan kedua kawannya tengah mengawasi fakultas seni budaya yang berada di samping
fakultasnya. Kali ini tujuannya bukan untuk mencuri pandang ke arah kekasihnya
yang biasanya berlatih di ruang musik. Tapi, tujuannya kali ini lain dari
biasanya, dia seolah mencari sosok orang lain dan bukannya sosok Irene yang
biasanya kerap di carinya. Kedua temannya yang semula mengerti tujuan Alvi
mengamati fakultas seni budaya kini mereka kebingungan bukan main di buatnya.
“Loe
nyariin siapa si Vi?” tanya Fandy salah satu temannya.
“Iya,
loe tau kan ruang musik masih berada jauh di sudut lorong sana. Tapi kenapa loe
tetep nengok kesana kemari seolah baru pertama kalinya loe kesini,” Bagas
temannya yang lain menambahkan.
“Kalian
berdua diem aja deh, gue lagi mantau seseorang nie...,”
“Siapa....,”
“Shiiiittttssss......,”
ucap Alvi sembari meletakkan telunjuknya ke mulutnya memberi isyarat pada kedua
temannya untuk diam.
Sosok yang dicarinya kini berada sekitar
beberapa meter dari tempatnya dan kedua temannya berdiri. Semula dia tak
percaya bahwa gadis itulah yang di carinya. Tapi, ketika teman seorang gadis
itu memanggil nama sang gadis barulah Alvi percaya akan apa yang dilihatnya.
“Bulshiitttt....
dia beda banget dengan yang ada di foto..,” ucapnya yang jelas membuat kedua
rekannya terbelalak kaget karna tak mengerti apa yang dimaksud Alvi.
“Loe
liatin sapa sih Vi,” Bagas penasaran melihat temannya itu terheran-heran
melihat seseorang yang baru saja melesat pergi setelah beberapa detik berada
dalam jangkauan pandangannya. Tak hanya Bagas, Fandy pun ikut nimbrung melototi
gadis yang menyita perhatian Alvi sendari tadi. Dia pun bertanya pada sohibnya
itu, tentang siapa gadis yang baru saja dilihatnya.
“Siapa
gadis itu Vi? Loe kenal...?” tanya Fandy penasaran.
“Iya,
siapa sih? Sampek-sampek loe nyita waktu kita berdua buat nemenin loe. Gue
pikir kita bakalan liat yang bening-bening, eh nggak tahunya....,”
“Dia
tuh gadis di foto yang gue liatin ke kalian kemarin,” ucap Alvi yang langsung
membuat kedua temannya terbelalak tak percaya.
“Haaahhh.....,”
ucap Bagas dan Fandy serempak.
“Mana
mungkin Vi, loe pasti salah orang,” sangkal Bagas.
“Iya,
gadis di foto kemaren cakep banget. Eh sementara dia....,” Fandy menghentikan
kata-katanya karena di potong oleh Alvi.
“Makanya
itu, gue mau nyelidikin dia. Loe tahu oma gue bersikeras meneruskan kesepakatan
dengan almarhum temennya buat nerusin perjodohan antara gue dengan dia. Tapi
setelah gue tahu ternyata kayak gitu gue harus pikir-pikir lagi buat nerima
kemauan oma gue,”
“Oh,
jadi kalau ceweknya beneran yang di foto kemaren loe mau terima...,” Fandy
menyindir. Lantas si Irene mau loe kemanain...,” tambahnya.
“Iya,
bukannya langsung gue terima Dy, gue pikir-pikir dulu gitu...,” Alvi
mencari-cari alasan.
“Halah...
gak usah sok bijak deh loe. Gue juga langsung mau kalau di jodohin sama cewek
di foto kemarin. Tapi kalau cewek kampungan yang tadi...... Upss... sorry gue
gak maksud....,” ucap bagas keceplosan.
“Yaelah,
loe berdua tuh. Secantik apapun tuh cewek,
gue gak mungkin ninggalin Irene. Loe tahu sendiri bagaimana susahnya gue buat
dapetin dia...,”
“Ya...
ya gue tahu...,”
“Trus,
tadi yang kita lakuin ngapain..,”
“Cuman
pengen mastiin omongan oma gue aja, bener apa nggak. Dan foto kemarin ternyata
beda dari kenyataannya, mana mau gue sama gadis kayak gitu bisa turun pamor
gue...,”
“Yo’iii...pasti
foto itu hasil editan Vi, gue dikasih seribu gratisan gadis kayak gitu aja gak
bakalan gue sosor..,” timpal Bagas.
“Alah...
kalian tuh jangan terlalu mandang rendah orang dong. Tuh cewek kalau di poles
dikit aja pasti kayak Bidadari,” ucap Fandy.
“Iya,
bidadari turun dari angkot...,” timpal Bagas yang disertai dengan terkekeh yang
diikuti pula oleh Alvi.
“Sudah...sudah...
tapi, gue masih penasaran sama tuh cewek. Soal foto boleh jadi emang sengaja di edit oleh oma
gue, biar gue tertarik sama dia. Tapi, ada hal lain yang ngebuat oma gue getol
jodohin gue dengan dia. Apalagi kali ini diperparah oleh persetujuan dari papa
gue,” jelas Alvi.
“Apa?
Gila... bokap loe juga ikut-ikutan ngawur kayak oma loe...?” ucap Bagas tak
percaya.
“Ah..sudah..sudah...Oke..
baiklah.. Gue akan nyuruh anak-anak buat nyelidikin dia,”ucap Fandy.
*****
Niken sibuk mengemasi beberapa
buku-bukunya karena kuliah sudah usai. Hari ini adalah hari yang ditunggunya,
karena dia akan mengunjungi seseorang di suatu tempat. Tapi, dia dikejutkan
oleh lima orang berjas hitam yang berdiri di depan pintu keluar. Mereka berlima
mendekati Niken dan menyuruh Niken ikut serta bersama mereka. Niken tak
langsung menyetujui permintaan mereka, dia malah bertanya balik pada salah satu
dari mereka.
“Emang
kalian siapa? Preman?” ucap Niken sesuai dengan yang ada dalam pikirnya. Namun
tiba-tiba dia memikirkan dugaan yang lain. “Atau jangan-jangan
kalian....,”dugaan Niken terhenti oleh ucapan salah seorang dari mereka
berlima.
“Kami
bukan orang jahat. Kami kesini atas suruhan Nyonya Mia, untuk membawa anda ke
kediaman beliau. Anda pasti pernah mendengar tentangnya sebelumnya kan...?”
tanya balik dari orang itu.
Dengan ragu akhirnya Niken pun mengiyakan
pertanyaan mereka. Dia juga tak tahu bagaimana cara menolak ajakan kelima orang
itu, karena tampang mereka sangat garang dan menakutkan. Niken tahu, maksud
mereka mengajak Niken untuk menemui wanita tua itu, tapi dia tak sampai hati
juga tak berani untuk menolak kehendak dari wanita tua itu.
*****
Irene menunggu di halaman depan gerbang
kampus dengan wajah kusut. Sudah berjam-jam dia berdiri dan menunggu disana.
Tapi seseorang yang ditunggunya tak kunjung datang. Namun, tiba-tiba seseorang
nongol di hadapannya dari balik
pepohonan yang rimbun.
“Sorry,
loe nunggu lama...,” ucap orang itu.
“Loe
gimana sih.. Tau nggak, udah berjam-jam gue nunggu loe....,”
“Iya,
iya sorry. Loe tahu sendiri gue harus nyelinap diem-diem dari bodyguard
gue...,”
“Kalau
kayak gini terus gue capek pacaran ma loe Vi, serasa gak ada kebebasan sama
sekali. Loekan udah gede, masak dari SMA sampek loe kuliah tetep diawasin sama
bodyguard sih,”
“Sorry,
sorry... mau gimana lagi. Orang tua gue gak ngijinin gue pergi sendiri karena
takut terjadi sesuatu sama gue yang ujung-ujungnya jadi skandal yang
tidak-tidak,”
“Loe
harus ngomong sama orang tua loe dong. Sampek kapan loe kayak gini terus...,”
“Gue
udah coba ngomong beib, tapi....,”
“Kenapa?”
“Ortu
gue baru mau bebasin gue dari bodyguard-bodyguard gue kalau gue nikah...,”
jelas Alvi.
Irene hanya diam saja mendengar
penjelasan dari Alvi. Pasalnya bukan kali ini dia ngomong tentang hal itu.
Pasti ujung-ujungnya dia bakal ngajakin Irene buat nikah. Irene memang menyukai
Alvi, tapi dia tak ingin nikah di usia muda. Dia masih ingin hidup bebas dan
bersenang-senang seperti anak muda lainnya. Meskipun dia tahu bahwa menikah
dengan Alvi memang sangat menjanjikan,
pasalnya Alvi adalah pewaris tunggal perusahaan K-Company yang terkenal dan kaya raya.
Tapi, dia juga ingin menjadi pianis yang terkenal seperti cita-citanya. Lagi
pula, dia berpacaran dengan Alvi juga bukan sepenuhnya karena menyukai lelaki
itu, tapi karena sesuatu hal yang membuatnya harus mendekati lelaki itu.
*****
Alvi pulang terlambat kali ini dan tanpa
pengawalan dari para bodyguardnya dan tentu saja itu membuat papanya menjadi
marah. Dimarahinya habis-habisan Alvi oleh papanya. Alvi langsung saja hendak
pergi ke kamarnya setelah mendengar ceramah yang berlangsung selama tiga puluh
menit itu. Tapi tiba-tiba di tengah jalan dia bertemu dengan seseorang yang
sudah pernah dilihatnya.
“Loe,
kenapa ada disini...?” tanya Alvi.
“Loe
kenal gue?” gadis itu malah balik bertanya.
“Gak
juga sih. Gue cuman liat loe dari foto. Oh, tidak-tidak sejujurnya tadi gue
sempet liat loe di kampus..,”
“Oh...,”gadis
itu hanya menanggapi ucapan Alvi dengan satu kata itu.
“Loe
beda banget sama di foto loe...,”
“Emangnya
kenapa? Loe mau bilang juga kalau foto itu hasil editan?” bentak gadis
itu.”Sudah gue buru-buru...,” bentak gadis itu lagi sembari meninggalkan Alvi
yang masih berdiri dengan kebengongannya.
“Wah..
tuh cewek galak amat. Gak salah tuh oma sama ortu gue kalau cari calon
menantu...?” gerutu Alvi dalam hati.
Selepas itu ia langsung menuju kamarnya
di lantai dua. Dibiarkannya gadis bertemperamen buruk itu pergi ngacir gitu aja
dari hadapannya. Tapi, dipikir-pikir dia emang gak bisa bener-bener lepas dari
mikirin tuh gadis. Pasalnya, dia tahu beberapa info tentang gadis itu dari
kedua sohibnya yang disuruhnya mencari info tentang gadis itu. Selain itu,
dengan memandangi lagi foto tuh cewek yang diberikan omanya, dia masih gak
percaya jika benar foto itu adalah foto gadis yang bertemu dengannya di halaman
rumah tadi. Baginya, gadis yang berpapasan dengannya itu tampangnya lebih
terlihat seperti cowok daripada cewek. Pasalnya dandanannya yang ala kadarnya
dengan gaya yang sudah seperti seorang cowok itu mustahil baginya untuk
mempercayai bahwa gadis itu adalah gadis yang sama dengan gadis di foto yang
kini tengah di pandanginya. Tapi, setelah melihat gadis itu berkeliaran di
rumahnya sudah dapat dipastikan bahwa memang benar tuh gadis adalah gadis yang
di foto, dan keberadaan tuh gadis di rumahnya pasti karena di undang oleh
omanya atau papanya. Mendengar beberapa info tentang tuh gadis, membuat Alvi
menjadi tidak tenang dan menduga yang bukan-bukan.
*****


0 comments:
Posting Komentar