Ada seekor burung merpati yg hinggap di dahan pepohonan. Ia terdiam bertengger disana. Menatap langit hitam yang bergemuruh. "Ah, sepertinya, hujan akan turun," pikirnya.
Ia tak bergeming. Masih setia meringkuk di batang pepohonan itu. Menyembunyikan diri diantara rimbun dedaunan.
Tampak sepasang burung merpati lain terbang melintas di hadapannya. Ia hanya bisa menatap tanpa kata. Terlihat matanya seolah berkaca-kaca. Tapi bibirnya bungkam tanpa suara. Ia bertanya pada dirinya sendiri. "Katanya merpati tercipta berpasang-pasangan, tapi kenapa hanya aku yg sendiri?" Ujarnya dalam hati.
Sepasang merpati yg melintas itu tengah hilang dari pandangannya. Kembali ia sapukan pandangannya pada gerimis yang perlahan mulai turun membasahi bumi.
Hujan yang datang seolah menjadi lagu yg mengiringi kesedihannya. Air matanya pun tumpah ruah mengingat mungkin dosa-dosanya terlampau besar hingga Tuhan mengujinya untuk bersabar. "Ah, tak apa aku bisa. Tuhan tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya," gumamnya kemudian.
Seiring berhentinya hujan yang turun, berhenti pula gerimis-gerimis kecil yg tercipta dari kedua mata indahnya. Ia menghirup aroma petrikor yang menyejukkan. Ia kemudian mengepakkan sayapnya dan terbang. Melanjutkan perjalanan yang masih tak diketahuinya kemana ujung dari perjalanan itu.
-Sajak Tanpa Nama-
Pasuruan, 31 Mei 2020
0 comments:
Posting Komentar