Selasa, 10 Juli 2018

Bab 15

Edit Posted by with No comments


Aku nyaris gila karena rasa khawatir ini
Kamu tidak membuka matamu dan itu membuatku tercekam ketakutan
Hingga aku lupa bagaimana caranya untuk bernafas
Melihatmu terbaring lemah tak berdaya lebih menyakitiku
Daripada saat ku tahu bahwa tak akan ada lagi cintamu untukku
Dan bukan lagi aku yang bertahta di hatimu
~Nendra~
            Mentari mulai meninggi dan sinarnya masuk melalui celah-celah jendela kaca. Reta menyipitkan matanya karena silaunya dan mau tak mau akhirnya dia pun mulai membuka matanya. Dia merasakan ada tangan yang menggenggam tangannya. Dan didapatinya seorang lelaki yang tertidur dengan terduduk di bangku dan kepalanya bersandar di tempat tidurnya dengan tangan yang menggenggam tangannya. Lelaki itu terbangun karena gerakan kecil yang di buat oleh Reta.
            “Kamu sudah bangun?” tanya lelaki itu.
            “Nendra...kamu disini. Ini...dimana?” tanya Reta yang baru menyadari bahwa dia berada di tempat asing, dia baru tersadar bahwa dirinya tidak tertidur di kamar tidurnya di kosan.
            “Kamu di rumah sakit,” jawab Nendra seolah tahu apa yang dipikirkan gadis itu.
            “Kenapa..aku...bisa berada di sini?” tanya Reta yang tidak mengingat sama sekali kenapa dia bisa terbangun di sebuah kamar rumah sakit tanpa tahu apa yang terjadi padanya sebelumnya.
            “Kenapa kau tidak mengatakannya padaku Reta. Kau sahabatku dan kau tidak membiarkan aku tahu apa yang selama ini menganggumu?” Nendra balik bertanya.
            “Apa maksudmu Nen...?”
            “Kamu menderita penyakit psikosomatik. Kamu pingsan tiba-tiba dan dokter bilang itu mungkin disebabkan karena kamu memiliki kecemasan yang berlebihan,” jelas Nendra.
            “Oh, penyakit itu lagi yang membuat aku pingsan...,” ucap Reta sembari mencoba untuk duduk dari posisi berbaringnya.
            “Sejak kapan kamu menderita penyakit ini?” tanya Nendra kemudian.
            “Sudah lama. Sejak aku duduk di sekolah dasar....,” ucap Reta. “Tapi penyakit itu sudah jarang datang lagi kok...,” jelas Reta seolah tahu bahwa lelaki di hadapannya di landa kecemasan.
            “Sudah lama kau menderita penyakit itu. Tapi kenapa kau sama sekali tak memberi tahuku Reta. Kau anggap aku ini apa?”
            “Nen...aku.....,” Reta tak dapat memberitahukan alasannya kepada Nendra. Karena dia pikir bahwa apa yang terjadi padanya tidak akan berpengaruh pada Nendra dan dia pun tak mau membuat Nendra berteman dengannya hanya karena rasa kasihan. “Ma’af....,” ucapnya kemudian karena ia tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Nendra selalu bercerita banyak hal kepadanya tapi dia malah menutup semua hal dari Nendra, padahal mereka berteman dekat sejak dulu.
            “Bodoh...kamu...memang gadis terbodoh yang pernah aku kenal,” ucap Nendra sembari memeluk Reta. “Kau tahu, aku sangat khawatirmenungguimu yang tidak bangun selama dua hari. Dan kamu tahu betapa aku nyaris akan gila setelah mendengar penuturan dokter bahwa kemungkinan terbesar dari penyakit itu adalah kamu bisa koma,” ucap Nendra.
            Reta sangat mendambakan pelukan Nendra sejak dulu, tapi entah mengapa sekarang pelukan itu tak menghangatkannya seperti dulu. Dia butuh pelukan Zelvin untuk membuatnya hangat dan menghilangkan semua kecemasannya. Tapi, nyatanya dia baru ingat bahwa tidak mungkin lagi baginya untuk bisa merasakan pelukan hangat dari lelaki itu lagi. Beberapa menit kemudian Nendra pun melepaskan pelukannya dari Reta.
            “Baiklah sekarang kalau kamu sudah merasa lebih baik, ceritakan semuanya padaku. Ceritakan padaku apa yang membuatmu menjadi seperti ini, kau tahu kan bahwa kau berutang banyak cerita padaku sebelum kejadian ini?” tanya Nendra.
            Dan akhirnya Reta pun menceritakan semuanya pada Nendra tanpa terkecuali. Tentang ancaman-ancaman Regina untuk membuatnya menjauhi Zelvin, tentang teror-teror yang juga Regina lakukan padanya hingga puncaknya ia jatuh pingsan di depan lokernya di kampus.
            Beberapa menit kemudian datanglah Ersa dan Putri yang akan menemani Reta menggantikan Nendra. Dan Nendra pun izin pergi meninggalkan Reta. Ada sesuatu hal yang penting yang harus dilakukannya saat ini.
*****
            Nendra mendaratkan motornya di sebuah rumah kos yang berwarna biru. Dia memencet bel pintu rumah hingga membuat seorang di dalam rumahnya keluar membukakan pintu gerbang dan pintu rumah. Seolah sudah hafal betul dengan tamu yang berkunjung itu, akhirnya sang pemilik rumah pun mempersilahkan dia masuk.
            Nendra langsung berjalan ke kamar dekat tangga yang terletak di lantai dua itu. Dia mengetuk pintu kamar itu dan melihat seseorang dengan wajah kusut dan berantakan membukakan pintu.
            “Ngapain kesini? Apa mau loe....?” tanya Zelvin sarkas.
            “Apa yang loe lakuin...?” Nendra balik bertanya melihat lelaki di hadapannya yang sangat berantakan dan juga kamarnya yang tak kalah berantakan dengan bekas botol bir dan rokok dimana-mana.
            “Gak usah sok peduli sama gue..,” ucap Zelvin seolah dia tahu sahabatnya itu tahu apa yang dilakukannya adalah hanya merusak dirinya sendiri.
            “Gue gak peduli sama loe. Bahkan loe mati sekalipun gue gak bakal peduli lagi sekarang. Tapi, apa loe sadar bahwa apa yang loe lakuin sekarang adalah salah !”
            “Bodoh...gue gak peduli...,”
            “Loe emang gak peduli pada diri loe sendiri. Tapi, apa loe gak mikirin perasaan cewek yang berjuang dengan keras setelah tak sadarkan diri dua hari hanya karena cintanya sama loe !” ucap Nendra geram.
            “Apa maksud loe. Siapa yang loe maksud?”
            “Siapa lagi kalau bukan Reta...!!!” bentak Nendra.
            “Bulshittt... Reta tidak mencintai gue, dia hanya mencintai loe baik dulu ataupun sekarang...,”
            “Jangan bodoh Vin. Kalau dia nggak mencintai loe, dia nggak bakal berkorban dengan perasaannya sendiri dan mencoba untuk merelakan dan melepaskan loe hanya karena tak ingin loe tersakiti,”
            “Apa maksud perkataan loe. Berhenti main-main dan jelaskan apa maksud dari semua perkataan loe..,”
           







0 comments:

Posting Komentar