Aku nyaris gila karena rasa khawatir
ini
Kamu tidak membuka matamu dan itu
membuatku tercekam ketakutan
Hingga aku lupa bagaimana caranya untuk
bernafas
Melihatmu terbaring lemah tak berdaya
lebih menyakitiku
Daripada saat ku tahu bahwa tak akan
ada lagi cintamu untukku
Dan bukan lagi aku yang bertahta di
hatimu
~Nendra~
Mentari mulai meninggi dan sinarnya
masuk melalui celah-celah jendela kaca. Reta menyipitkan matanya karena
silaunya dan mau tak mau akhirnya dia pun mulai membuka matanya. Dia merasakan
ada tangan yang menggenggam tangannya. Dan didapatinya seorang lelaki yang
tertidur dengan terduduk di bangku dan kepalanya bersandar di tempat tidurnya
dengan tangan yang menggenggam tangannya. Lelaki itu terbangun karena gerakan
kecil yang di buat oleh Reta.
“Kamu sudah bangun?” tanya lelaki
itu.
“Nendra...kamu disini.
Ini...dimana?” tanya Reta yang baru menyadari bahwa dia berada di tempat asing,
dia baru tersadar bahwa dirinya tidak tertidur di kamar tidurnya di kosan.
“Kamu di rumah sakit,” jawab Nendra
seolah tahu apa yang dipikirkan gadis itu.
“Kenapa..aku...bisa berada di sini?”
tanya Reta yang tidak mengingat sama sekali kenapa dia bisa terbangun di sebuah
kamar rumah sakit tanpa tahu apa yang terjadi padanya sebelumnya.
“Kenapa kau tidak mengatakannya
padaku Reta. Kau sahabatku dan kau tidak membiarkan aku tahu apa yang selama
ini menganggumu?” Nendra balik bertanya.
“Apa maksudmu Nen...?”
“Kamu menderita penyakit
psikosomatik. Kamu pingsan tiba-tiba dan dokter bilang itu mungkin disebabkan
karena kamu memiliki kecemasan yang berlebihan,” jelas Nendra.
“Oh, penyakit itu lagi yang membuat
aku pingsan...,” ucap Reta sembari mencoba untuk duduk dari posisi
berbaringnya.
“Sejak kapan kamu menderita penyakit
ini?” tanya Nendra kemudian.
“Sudah lama. Sejak aku duduk di
sekolah dasar....,” ucap Reta. “Tapi penyakit itu sudah jarang datang lagi
kok...,” jelas Reta seolah tahu bahwa lelaki di hadapannya di landa kecemasan.
“Sudah lama kau menderita penyakit
itu. Tapi kenapa kau sama sekali tak memberi tahuku Reta. Kau anggap aku ini
apa?”
“Nen...aku.....,” Reta tak dapat
memberitahukan alasannya kepada Nendra. Karena dia pikir bahwa apa yang terjadi
padanya tidak akan berpengaruh pada Nendra dan dia pun tak mau membuat Nendra
berteman dengannya hanya karena rasa kasihan. “Ma’af....,” ucapnya kemudian
karena ia tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Nendra selalu
bercerita banyak hal kepadanya tapi dia malah menutup semua hal dari Nendra,
padahal mereka berteman dekat sejak dulu.
“Bodoh...kamu...memang gadis
terbodoh yang pernah aku kenal,” ucap Nendra sembari memeluk Reta. “Kau tahu,
aku sangat khawatirmenungguimu yang tidak bangun selama dua hari. Dan kamu tahu
betapa aku nyaris akan gila setelah mendengar penuturan dokter bahwa
kemungkinan terbesar dari penyakit itu adalah kamu bisa koma,” ucap Nendra.
Reta sangat mendambakan pelukan
Nendra sejak dulu, tapi entah mengapa sekarang pelukan itu tak menghangatkannya
seperti dulu. Dia butuh pelukan Zelvin untuk membuatnya hangat dan
menghilangkan semua kecemasannya. Tapi, nyatanya dia baru ingat bahwa tidak
mungkin lagi baginya untuk bisa merasakan pelukan hangat dari lelaki itu lagi.
Beberapa menit kemudian Nendra pun melepaskan pelukannya dari Reta.
“Baiklah sekarang kalau kamu sudah
merasa lebih baik, ceritakan semuanya padaku. Ceritakan padaku apa yang
membuatmu menjadi seperti ini, kau tahu kan bahwa kau berutang banyak cerita
padaku sebelum kejadian ini?” tanya Nendra.
Dan akhirnya Reta pun menceritakan
semuanya pada Nendra tanpa terkecuali. Tentang ancaman-ancaman Regina untuk
membuatnya menjauhi Zelvin, tentang teror-teror yang juga Regina lakukan
padanya hingga puncaknya ia jatuh pingsan di depan lokernya di kampus.
Beberapa menit kemudian datanglah
Ersa dan Putri yang akan menemani Reta menggantikan Nendra. Dan Nendra pun izin
pergi meninggalkan Reta. Ada sesuatu hal yang penting yang harus dilakukannya
saat ini.
*****
Nendra mendaratkan motornya di
sebuah rumah kos yang berwarna biru. Dia memencet bel pintu rumah hingga
membuat seorang di dalam rumahnya keluar membukakan pintu gerbang dan pintu
rumah. Seolah sudah hafal betul dengan tamu yang berkunjung itu, akhirnya sang
pemilik rumah pun mempersilahkan dia masuk.
Nendra langsung berjalan ke kamar
dekat tangga yang terletak di lantai dua itu. Dia mengetuk pintu kamar itu dan
melihat seseorang dengan wajah kusut dan berantakan membukakan pintu.
“Ngapain kesini? Apa mau loe....?”
tanya Zelvin sarkas.
“Apa yang loe lakuin...?” Nendra
balik bertanya melihat lelaki di hadapannya yang sangat berantakan dan juga
kamarnya yang tak kalah berantakan dengan bekas botol bir dan rokok
dimana-mana.
“Gak usah sok peduli sama gue..,”
ucap Zelvin seolah dia tahu sahabatnya itu tahu apa yang dilakukannya adalah
hanya merusak dirinya sendiri.
“Gue gak peduli sama loe. Bahkan loe
mati sekalipun gue gak bakal peduli lagi sekarang. Tapi, apa loe sadar bahwa
apa yang loe lakuin sekarang adalah salah !”
“Bodoh...gue gak peduli...,”
“Loe emang gak peduli pada diri loe
sendiri. Tapi, apa loe gak mikirin perasaan cewek yang berjuang dengan keras
setelah tak sadarkan diri dua hari hanya karena cintanya sama loe !” ucap
Nendra geram.
“Apa maksud loe. Siapa yang loe
maksud?”
“Siapa lagi kalau bukan Reta...!!!”
bentak Nendra.
“Bulshittt... Reta tidak mencintai
gue, dia hanya mencintai loe baik dulu ataupun sekarang...,”
“Jangan bodoh Vin. Kalau dia nggak
mencintai loe, dia nggak bakal berkorban dengan perasaannya sendiri dan mencoba
untuk merelakan dan melepaskan loe hanya karena tak ingin loe tersakiti,”
“Apa maksud perkataan loe. Berhenti
main-main dan jelaskan apa maksud dari semua perkataan loe..,”
0 comments:
Posting Komentar