Selasa, 10 Juli 2018

Bab 7

Edit Posted by with No comments


Aku tak tahu sebesar apa rasa cintanya padaku
Hingga membuatnya menjadi seperti ini
Pucat pasi seolah tak ada semangat hidup lagi
Aku memintanya pergi, sebenarnya bukan karena tak ingin dia disisi
Hanya saja aku tak mau dia lebih tersakiti
Karena hingga detik ini berjalan, aku masih saja terpaku pada kehilangan hati
~Reta~
            Akhirnya Reta pun masuk ke dalam kamar Zelvin.
            “Kau sakit?”
            Zelvin yang tengah duduk di sofa kecil dalam kamarnya itu memperhatikan gadis cantik yang tengah berbicara kepadanya. Dan tiba-tiba Zelvin memeluknya. Ini kedua kalinya Zelvin memeluk Reta. Tapi, pelukan kali ini sangat erat hingga Reta kesulitan bernapas.
            “Aku tidak bisa bernapas,”
            “Ah...ma’af...aku merindukanmu...,” ucap Zelvin.
            “Kau sakit apa hingga tak mau keluar kamar hingga beberapa hari,”
            “Oh...aku tidak apa-apa. Hanya saja aku...,”
            “Aku sudah tahu semuanya,” sela Reta. Zelvin terbengong mengamati pernyataan Reta. Reta angkat bicara lagi. “Aku tahu semua kebohongan kamu tentang Nico dan aku harap kamu tidak melakukannya lagi. Dan jika perlu kita tidak usah bertemu lagi !”
            “Reta...ak..aku...,”
            “Aku tidak bisa menjanjikan apapun untukmu. Aku bahkan tidak tahu sampai kapan aku bisa melupakannya dan kaupun tahu itu,” ucap Reta sembari meneteskan air matanya yang tengah ditahannya sedari tadi ketika dia mendapati cowok tampan dan ceria yang biasanya dikenalnya itu menjadi pucat pasi dan berantakan.
            “Reta..aku...,”
            Lagi-lagi Reta menyela perkataan Zelvin.
            “Aku tidak bisa menerima perasaannmu. Aku tidak ingin melihat kamu seperti ini lagi, terlebih itu semua karena aku,” ucap Reta sembari memegangi wajah Zelvin yang kusut seperti mayat hidup itu. “Berhentilah...ku mohon berhentilah...Aku tidak bisa menjanjikan...,”
            “Aku akan menunggumu,” sela Zelvin yang sontak membuat Reta terkaget. “Aku akan menunggumu sampai kau bisa melupakannya. Aku akan menunggumu sampai hatimu mampu menerima hatiku seutuhnya,” ucap Zelvin.
            “Tapi, aku tidak tahu sampai kapan?”
            Zelvin mengusap air mata Reta dan berkata lembut. “Asalkan kamu tidak mengusirku lagi yang selalu menempel di dekatmu, cepat atau lambat kau pasti bisa melupakannya,”
            Reta memandangi wajah cowok yang berada begitu dekat dihadapannya itu. Cowok itu masih sibuk menyeka air mata Reta. Sebelum akhirnya mata mereka saling bertemu dan berpandangan.
            “Jangan menangis Reta,” desah Zelvin yang samar tak terdengar lagi karena kini bibirnya dengan bibir Reta melekat menjadi satu. Reta membiarkan Zelvin menciumnya. Kehangatan merasuk tubuhnya dan kekhawatiran karena akan menyakiti cowok di hadapannya itupun lenyap. Kini dia seolah sedang berada di dunia lain. Dimana yang ia rasakan hanyalah kehangatan.
            Zelvin melepaskan ciumannya dan menggantikannya dengan pelukan. Seolah dapat merasakan betapa lemahnya tubuh cowok yang ada dihadapannya itu, Reta menyuruhnya untuk beristirahat dan dia berpamitan untuk pulang.
            “Tidak bisakah kau disini sedikit lebih lama? Aku sering bermimpi buruk akhir-akhir ini dan ku pikir kau mungkin bisa mengusir mimpi buruk itu untukku,” ucap Zelvin.
            “Kau ini bicara apa?” tanya Reta. Tapi Zelvin masih menggandeng tangannya meski dia telah terkulai lemas di tempat tidur.
            “Ku mohon, tinggallah sampai aku tertidur...,” pinta Zelvin. Dan mau tak mau Reta pun akhirnya mengiyakan permintaan Zelvin. Dia menunggu di kursi di samping tempat tidur Zelvin sambil mengompreskan air dingin di kening Zelvin yang demam. Setelah demamnya turum dan Zelvin tidur, diapun bergegas pulang.
*****
            Ketika menuruni anak tangga Reta melihat seorang cewek menaiki tangga berpapasan dengannya. Cewek itu mengenakan tanktop dan rok mini serta higheels yang tingginya kira-kira 7 cm. Sangat modis penampilannya jika dibandingankan dengan dia yang terkesan sederhana.
            Tapi kemudian dia berhenti memperhatikan ke kamar mana gadis itu pergi ketika Davy menyapanya.
            “Sudah mau pulang mbak?” tanya Davy.
            “Ah...Iya...,” jawab Reta.
            “Mau saya antar? Saya yakin Kak Zelvin nggak bakal marah jika saya mengantar mbak pulang,”
            “Oh, tidak usah Dav, aku bisa pulang sendiri,”
            “Emm...baiklah kalau begitu,”
            Reta menolak tawaran Davy, yang ingin mengantarnya pulang. Dia tahu Davy orang yang baik dan tidak akan berbuat macam-macam padanya dan itu pula yang telah di ceritakan Zelvin. Tapi, dia memilih untuk pulang sendiri.
*****






0 comments:

Posting Komentar