Jumat, 13 Juli 2018

Delapan

Edit Posted by with No comments


Pengumuman perekrutan anggota OSIS di tempel di mading sekolah. Semua siswa siswi berkumpul di hadapan mading itu, berebut ingin membaca apa yang tertera di sana. Begitu juga dengan Aqilla. Dia tersenyum simpul, karena mendapatkan ide baru untuk mendekati Kenzo, yaitu salah satunya dengan menjadi anggota OSIS. Aqilla langsung berjalan ke kesekretariatan untuk meminta formulir pendaftaran. Ia meminta dua lembar formulir kepada panitia pendaftaran tersebut.
            Usai mengambil formulir tersebut, Aqilla langsung berjalan ke kelas X-4 untuk menemui seseorang yang sudah tiga hari tak di temuinya itu. Dia tahu bahwa cowok itu mungkin masih ngambek atas perkataannya tempo hari. Tapi, seperti dulu-dulu, dia tahu bahwa cowok itu tak mungkin marah begitu lama padanya.
            Aqilla tak berani masuk ke ruang kelas itu, meskipun jam istirahat sudah tiba dan tidak banyak murid yang tersisa di dalam kelas. Dia hanya mengintip kelas itu mencari sosok yang di carinya. Ketika dia tahu keberadaan cowok itu yang tengah bercengkerama dengan teman-temannya itu akhirnya dia segera membalikkan badannya. Ia memaju mundur kan tubuhnya, kerana di liputi dilema apakah dia harus menemui Fabian atau tidak.
            Keinginannya adalah menemui cowok itu, tapi dia malu ketika beberapa siswa siswi lain memandang ke arahnya. Sementara Aqilla yang masih dilema dengan keputusannya untuk menemui Fabian atau tidak, teman-teman Fabian yang bercengkerama dengan cowok itu mengamati cewek yang berdiri di ambang pintu masuk.
            “Loe lagi liatin apaan sih...?” seru Alfian teman Fabian.
            Reza, orang yang ditanya oleh Alfian pun angkat bicara.
            “Liat bidadari cantik...,” ucap cowok itu. Yang sontak membuat Alfian dan Fabian geleng-geleng kepala.
            Kemudian Alfian pun menjitak kepala temannya itu.
            “Aduh...,” ucap Reza. “Kok loe mukul gue si Al...?” tanya Reza.
            “Habis loe sih, masih siang juga, ngayal mulu...,” ucapnya.
            “Gue nggak bohong. Gue emang lagi liat bidadari cantik. Dia dari tadi mondar-andir dan celingak-celinguk di depan pintu kelas. Kayaknya dia bimbang deh mau nemuin gue atau nggak,” ucap Reza yang kepedean.
            “Duuuhhh...loe nie, ngayal terussss.......,” ucap Alfian sementara Fabian hanya geleng-geleng kepala lagi ngeliat kelakuan temannya itu.
            “Ya, sudah kalau kalian nggak percaya liat noh di depan pintu kelas. Tuh bidadari masih berdiri di situ...,” ucap Reza yang langsung memutar kepala Alfian dan Fabian menuju ke arah yang tadinya mereka belakangi.
            Fabian terkejut melihat cewek itu berdiri di depan ruang kelasnya. Pasalnya cewek itu tidak biasanya berada di keramaian seperti ini saat jam istirahat. Di jam-jam segini biasanya cewek itu akan menghabiskan waktunya di taman belakang sekolah sambil menikmati bekal makan siangnya. Fabian terkikik geli melihat kelakuan cewek itu yang masih bingung antara dia masuk ke dalam kelas Fabian atau tidak, hal itu dapat Fabian liat dari kelakuan cewek itu yang memaju mundurkan langkahnya dan memutar balik tubuhnya kemudian kembali lagi.
            “Kita liat, apa loe berani masuk ke kelas ini buat nyamperin gue atau tidak,” gumam Fabian dengan senyum-senyum sendiri. Melihat temannya senyum-senyum sendiri melihat tingkah cewek itu kedua temannya, Alfian dan Reza yang kini menggeleng-gelengkan kepalanya setelah melihat dan mencium bau kecurigaan pada temannya itu.
            Lima menit kemudian mata Aqilla bertemu dengan mata Fabian. Dan akhirnya Aqilla pun tersenyum lebar karena dia pikir cowok itu tahu bahwa dia telah mencari cowok itu. Aqilla menunggu Fabian keluar tapi cowok itu tetap duduk di tempatnya sembari masih menatap Aqilla. Aqilla memberi kode melalui matanya sebagai isyarat  ia meminta cowok itu beranjak dari kursinya dan menemuinya. Tapi, cowok itu malah tetep kekeh dan tak mau beranjak dari duduknya.
            Akhirnya mau tak mau sebelum waktu istirahatnya berakhir cewek itu memberanikan dirinya dan masuk ke dalam kelas itu. Tanpa memperhatikan tatapan orang-orang di sekelilingnya Aqilla berjalan cepat dan langsung berdiri di depan Fabian.
            “Biii.....,” ucapnya.
            Fabian pun terkikik, melihat wajah kesal Aqilla akibat ulahnya. Namun, ia berusaha menyembunyikannya dan bersikap datar.
            “Kenapa...?” tanya Fabian dengan wajah datar.
            “Gue perlu ngomong sama loe...,” ucap Aqilla.
            “Sama gue? Loe serius...?” Emang loe kenal gue...,” ucap Fabian mencoba untuk mempermainkan emosi gadis yang dengan gemetar berdiri di hadapannya itu.
            “Biii....berhenti bercanda. Ayo ikut gue sekarang....,” ucap Aqilla sembari menarik pergelangan tangan cowok itu. Namun, Fabian tidak mau beranjak dari dudukna dan ia tahu betul bahwa gadis di depannya itu tidak akan memiliki tenaga yang cukup untuk menariknya dengan paksa.
            “Kenapa? Kenapa gue harus ikut loe...? Gue gak ada urusan sama loe, lagi pula gue kan bukan.....,”
            Aqilla tahu apa yang hendak di katakan oleh cowok itu. Ia tahu bahwa Fabian akan mengatakan bahwa dirinya adalah bukan siapa-siapa bagi Aqilla.
            “Loe sahabat gue, satu-satunya sahabat terbaik yang gue punya di sepanjang hidup gue. Jadi sekarang loe adalah orang yang berarti bagi gue. Dan gue nggak mau kehilangan loe....,” ucap Aqilla yang sontak membuat kedua mata teman Fabian terbelalak kaget mendengar gadis itu mengucapkan kata-kata seperti itu pada Fabian.
            Semua orang di dalam kelas itu sontak menertawakan kelakuan Aqilla yang menurut mereka terlalu memalukan. Dan menyadari hal itu, Aqilla pun menundukkan wajahnya menahan malu. Dia pun kemudian berjalan pergi dari ruang kelas itu dan membiarkan semua tatapan mengejek yang diarahkan kepadanya itu. Aqilla berlari menuju taman belakang sekolah tempat biasa dimana dia mendapatkan ketenangannya.
            “Puas loe sekarang bikin gue di ketawain banyak orang...,” ucap Aqilla dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
*****

0 comments:

Posting Komentar