Pengumuman
perekrutan anggota OSIS di tempel di mading sekolah. Semua siswa siswi
berkumpul di hadapan mading itu, berebut ingin membaca apa yang tertera di
sana. Begitu juga dengan Aqilla. Dia tersenyum simpul, karena mendapatkan ide
baru untuk mendekati Kenzo, yaitu salah satunya dengan menjadi anggota OSIS.
Aqilla langsung berjalan ke kesekretariatan untuk meminta formulir pendaftaran.
Ia meminta dua lembar formulir kepada panitia pendaftaran tersebut.
Usai mengambil formulir tersebut,
Aqilla langsung berjalan ke kelas X-4 untuk menemui seseorang yang sudah tiga
hari tak di temuinya itu. Dia tahu bahwa cowok itu mungkin masih ngambek atas
perkataannya tempo hari. Tapi, seperti dulu-dulu, dia tahu bahwa cowok itu tak
mungkin marah begitu lama padanya.
Aqilla tak berani masuk ke ruang
kelas itu, meskipun jam istirahat sudah tiba dan tidak banyak murid yang
tersisa di dalam kelas. Dia hanya mengintip kelas itu mencari sosok yang di
carinya. Ketika dia tahu keberadaan cowok itu yang tengah bercengkerama dengan
teman-temannya itu akhirnya dia segera membalikkan badannya. Ia memaju mundur
kan tubuhnya, kerana di liputi dilema apakah dia harus menemui Fabian atau
tidak.
Keinginannya adalah menemui cowok
itu, tapi dia malu ketika beberapa siswa siswi lain memandang ke arahnya.
Sementara Aqilla yang masih dilema dengan keputusannya untuk menemui Fabian
atau tidak, teman-teman Fabian yang bercengkerama dengan cowok itu mengamati
cewek yang berdiri di ambang pintu masuk.
“Loe lagi liatin apaan sih...?” seru
Alfian teman Fabian.
Reza, orang yang ditanya oleh Alfian
pun angkat bicara.
“Liat bidadari cantik...,” ucap
cowok itu. Yang sontak membuat Alfian dan Fabian geleng-geleng kepala.
Kemudian Alfian pun menjitak kepala
temannya itu.
“Aduh...,” ucap Reza. “Kok loe mukul
gue si Al...?” tanya Reza.
“Habis loe sih, masih siang juga,
ngayal mulu...,” ucapnya.
“Gue nggak bohong. Gue emang lagi
liat bidadari cantik. Dia dari tadi mondar-andir dan celingak-celinguk di depan
pintu kelas. Kayaknya dia bimbang deh mau nemuin gue atau nggak,” ucap Reza
yang kepedean.
“Duuuhhh...loe nie, ngayal terussss.......,”
ucap Alfian sementara Fabian hanya geleng-geleng kepala lagi ngeliat kelakuan
temannya itu.
“Ya, sudah kalau kalian nggak
percaya liat noh di depan pintu kelas. Tuh bidadari masih berdiri di situ...,”
ucap Reza yang langsung memutar kepala Alfian dan Fabian menuju ke arah yang
tadinya mereka belakangi.
Fabian terkejut melihat cewek itu
berdiri di depan ruang kelasnya. Pasalnya cewek itu tidak biasanya berada di
keramaian seperti ini saat jam istirahat. Di jam-jam segini biasanya cewek itu akan
menghabiskan waktunya di taman belakang sekolah sambil menikmati bekal makan
siangnya. Fabian terkikik geli melihat kelakuan cewek itu yang masih bingung
antara dia masuk ke dalam kelas Fabian atau tidak, hal itu dapat Fabian liat
dari kelakuan cewek itu yang memaju mundurkan langkahnya dan memutar balik
tubuhnya kemudian kembali lagi.
“Kita liat, apa loe berani masuk ke
kelas ini buat nyamperin gue atau tidak,” gumam Fabian dengan senyum-senyum
sendiri. Melihat temannya senyum-senyum sendiri melihat tingkah cewek itu kedua
temannya, Alfian dan Reza yang kini menggeleng-gelengkan kepalanya setelah
melihat dan mencium bau kecurigaan pada temannya itu.
Lima menit kemudian mata Aqilla
bertemu dengan mata Fabian. Dan akhirnya Aqilla pun tersenyum lebar karena dia
pikir cowok itu tahu bahwa dia telah mencari cowok itu. Aqilla menunggu Fabian
keluar tapi cowok itu tetap duduk di tempatnya sembari masih menatap Aqilla.
Aqilla memberi kode melalui matanya sebagai isyarat ia meminta cowok itu beranjak dari kursinya
dan menemuinya. Tapi, cowok itu malah tetep kekeh dan tak mau beranjak dari
duduknya.
Akhirnya mau tak mau sebelum waktu
istirahatnya berakhir cewek itu memberanikan dirinya dan masuk ke dalam kelas
itu. Tanpa memperhatikan tatapan orang-orang di sekelilingnya Aqilla berjalan
cepat dan langsung berdiri di depan Fabian.
“Biii.....,” ucapnya.
Fabian pun terkikik, melihat wajah
kesal Aqilla akibat ulahnya. Namun, ia berusaha menyembunyikannya dan bersikap
datar.
“Kenapa...?” tanya Fabian dengan
wajah datar.
“Gue perlu ngomong sama loe...,”
ucap Aqilla.
“Sama gue? Loe serius...?” Emang loe
kenal gue...,” ucap Fabian mencoba untuk mempermainkan emosi gadis yang dengan
gemetar berdiri di hadapannya itu.
“Biii....berhenti bercanda. Ayo ikut
gue sekarang....,” ucap Aqilla sembari menarik pergelangan tangan cowok itu.
Namun, Fabian tidak mau beranjak dari dudukna dan ia tahu betul bahwa gadis di
depannya itu tidak akan memiliki tenaga yang cukup untuk menariknya dengan
paksa.
“Kenapa? Kenapa gue harus ikut
loe...? Gue gak ada urusan sama loe, lagi pula gue kan bukan.....,”
Aqilla tahu apa yang hendak di
katakan oleh cowok itu. Ia tahu bahwa Fabian akan mengatakan bahwa dirinya
adalah bukan siapa-siapa bagi Aqilla.
“Loe sahabat gue, satu-satunya
sahabat terbaik yang gue punya di sepanjang hidup gue. Jadi sekarang loe adalah
orang yang berarti bagi gue. Dan gue nggak mau kehilangan loe....,” ucap Aqilla
yang sontak membuat kedua mata teman Fabian terbelalak kaget mendengar gadis
itu mengucapkan kata-kata seperti itu pada Fabian.
Semua orang di dalam kelas itu
sontak menertawakan kelakuan Aqilla yang menurut mereka terlalu memalukan. Dan
menyadari hal itu, Aqilla pun menundukkan wajahnya menahan malu. Dia pun
kemudian berjalan pergi dari ruang kelas itu dan membiarkan semua tatapan
mengejek yang diarahkan kepadanya itu. Aqilla berlari menuju taman belakang
sekolah tempat biasa dimana dia mendapatkan ketenangannya.
“Puas loe sekarang bikin gue di
ketawain banyak orang...,” ucap Aqilla dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
*****
0 comments:
Posting Komentar