Jumat, 13 Juli 2018

Tujuh

Edit Posted by with No comments


Matahari mulai meninggi, dan menyeruak menyusup celah-celah jendela kaca di kamar Aqilla. Aqilla bergegas mandi dan berseragam rapi. Setelah ia selesai mengemas barang-barang kebutuhan sekolahnya dalam tasnya, ia menuju dapur. Dan membantu mama dan bibi yang tengah menyiapkan sarapan pagi.
            “Pagi mama, pagi bibi.....,” seru Aqilla bersemangat.
            “Duuuhh...ada apa nih anak mama tumben-tebenan bangun pagi-pagi sekali,” goda mamanya.
            “Ish..mama ini. Anak gadisnya bangun pagi bukannya seneng malah di ledekin...,” ucap Aqilla.
            “Hahaha...iya..iya deh mama seneng akhirnya mama bener-bener punya anak gadis sekarang,” ucap mamanya yang masih dengan kekehannya.
            Aqilla pun kemudian mengambil mangkok dari tempatnya dan mengambil beberapa telur di kulkas.
            “Lah...non mau ngapain?” tanya bibi pembantunya yang heran dengan kelakuan majikannya itu.
            “Mau bikin omelet bi...,” ucap Aqilla.
            “Lah..kenapa non repot-repot nanti baju non kotor. Biar bibi aja yang buatin. Bibi sudah bisa kok masak omelet kesukaan non, bibi udah di ajarin sama mama enon,” ucap bibinya.
            “Omeletnya bukan buat Qilla bi, tapi buat Kak Kenzo. Dan cuman Qilla yang bisa masak omelet kesukaan Kak Kenzo,” ucap Aqilla dengan sedikit malu karena tanpa sengaja ia telah memberi penjelasan yang tidak perlu pada bibi pembantunya yang sebenarnya tidak mengenal siapa Kenzo itu, pasalnya bibinya bekerja baru beberapa bulan di keluarganya.
            Windha memberi kode kepada Bi Asih, nama pembantunya itu untuk membiarkan Aqilla melakukan apa yang dia inginkan.
            “Owalah, mau buat makanan buat calon non toh, yaudah bibi nggak bakal ganggu kalau gitu. Tapi non pake celemek ya biar baju seragam non nggak kotor,” ucap Bi Asih menggoda Aqilla.
            “Ish...bibi ini...,” Aqilla menahan malu dengan godaan Bi Asih terhadapnya. Namun kemudian, dia memakai celemek yang di berikan oleh pembantunya itu.
*****
            Setiap harinya Aqilla selalu membawakan bekal omelet untuk Kenzo, tapi Kenzo selalu menanggapinya dengan cuek dan tidak mau memakannya. Padahal, omelet adalah makanan favorit Kenzo untuk sarapan, dan Aqilla tahu kalau cowok itu jarang sarapan karena lelaki itu tinggal sendiri di kota ini tanpa orang tuanya. Sehingga tidak ada yang akan menyiapkan sarapan pagi untuk lelaki itu. Aqilla juga sering mendapati Kenzo sarapan omelet di kantin sekolah setiap pagi, jadi karena itulah ide untuk membawakan bekal bagi Kenzo muncul dalam benaknya.
            Meskipun selalu mendapatkan penolakan dari Kenzo, Aqilla tak pernah menyerah. Ia memang tak pernah berbicara pada Kenzo selain membawa bekal yang di bawanya untuk cowok itu. Ia hanya meletakkan bekal itu di bangku Kenzo, di ruang OSIS atau di tempat-tempat dimana cowok itu berada tanpa mengatakan apapun pada cowok itu.
            Fabian yang melihat kelakuan cewek yang sudah lama di sukainya itu hanya bisa geleng-geleng kepala dan tersenyum miris melihat betapa cewek itu masih mencintai cowok itu dari dulu sampai sekarang. Tapi, Fabian bukanlah cowok yang egois yang akan memaksa Aqilla untuk menyukai dirinya, baginya dia tak peduli siapa yang berada dalam hati cewek itu asalkan dirinya bisa selalu di sisi cewek itu. Terdengar egois memang, tapi itulah kenyataannya, karena Fabian hanya ingin menjaga seseorang yang diam-diam di cintainya itu.
            Ini pertama kalinya Fabian marah dan melarang Aqilla untuk membuatkan bekal lagi untuk Kenzo. Dia melihat jari-jari cewek itu penuh dengan luka dan plester di sana-sini.
            “Hentikan Aqilla, dia tidak akan peduli dengan perjuanganmu. Sudah cukup apa yang loe lakukan selama ini untuknya...!!!” ucap Fabian geram. Sembari memegang jari-jari Aqilla yang di balut dengan plester itu.
            “Loe apa-apaan sih Bi, itu urusan gue mau berhenti atau tidak. Ini gak ada hubungannya dengan loe...,” ucap Aqilla.
            “Gue khawatir sama loe Aqilla. Liat apa yang terjadi dengan jari-jari loe. Kalau loe tetap ngelakuin apa yang loe lakuin sekarang bukan tidak mungkin loe bakal kehilangan jari-jari loe saat loe menyiapkan bekal untuknya...!!”
            “Loe gak usah lebay de Bi, ini cuman tergores dan gue gak akan kehilangan satu jaripun hanya karena gue tergores pisau...,” ucap Aqilla mulai kesal karena sikap Fabian yang kini tidak lagi memihak padanya dan malah menyuruh dia berhenti untuk memperjuangkan Kenzo.
            “Tapi, dia sama sekali tidak peduli dengan usaha loe Aqilla. Loe harus sadar bahwa sampai kapan pun dia nggak bakal akan ngehargai usaha loe...,” teriak Fabian.
            “Gue gak peduli Bi. Dan lagi, loe bukan siapa-siapa gue jadi loe gak berhak buat ngelarang-ngelarang gue untuk ngelakuin apa yang gue mau...,” teriak Aqilla tak kalah kencang dari teriakan Fabian tadi terhadap loe.
            “Ya, gue tahu gue memang bukan siapa-siapa loe. Sejak dulu sampai sekarang loe emang nggak pernah anggap gue ada,” ucap Fabian sembari meninggalkan Aqilla dengan amarah yang coba di redamnya karena gadis itu keras kepala dan tidak mau mendengar kata-katanya.
            Aqilla mematung melihat kepergian Fabian. Ia terlihat murung. Ia menyadari bahwa ia sudah keterlaluan kali ini pada Fabian. Ia terlalu egois dan memperhatikan dirinya sendiri tanpa peduli pada perasaan cemas yang di rasakan Fabian terhadapnya. Dia bukannya tidak tahu bahwa laki-laki itu menyukainya. Dia hanya berpura-pura tidak tahu saja karena tidak ingin menyakiti lelaki itu. Tapi, kali ini perkataannya yang mengatakan kalau cowok itu bukan siapa-siapa baginya sungguh sangat menyakiti cowok yang kini menjadi sahabatnya itu.
            “Ma’afin gue Bi, gue nggak bermaksud bikin loe marah. Loe sahabat gue. Gue nggak mau kehilangan loe..,” batin Aqilla sembari menitikkan air mata.
            Semetara itu, sepasang mata dari kejauhan yang melihat kejadian itu berlangsung, hanya tersenyum miris. Hatinya terasa sesak melihat wajah cewek yang biasanya terlihat riang dan ceria itu kini terlihat murung.
            “Kenapa loe harus berjuang keras demi gue Qilla, padahal di samping loe sudah ada seseorang yang begitu perhatian dan mencintai loe...,” gumam cowok itu yang kemudian berlalu pergi setelah melihat Aqilla mulai beranjak untuk kembali ke kelasnya.
*****


   









0 comments:

Posting Komentar