Jumat, 13 Juli 2018

Dua Belas

Edit Posted by with No comments


Hari mulai sore ketika mereka semua tiba di tempat tujuan. Semua peserta turun dan mulai berjalan menuju tenda-tenda yang telah di siapkan oleh beberapa panitia yang datang terlebih dahulu. Mereka harus berjalan kaki dengan membawa serta barang mereka karena lokasi yang mereka tuju masih berada di dalam hutan yang dimana jalannya tidak dapat di lalui oleh kendaraan karena hanya berupa jalan setapak.
            Aqilla mencoba untuk tetap kuat berjalan, dengan irama jantungnya yang mulai berjalan tidak normal karena aktivitasnya yang sudah di luar batasnya. Dia tetap berjalan meskipun Fabian sudah menawarinya untuk membantunya membawa barang-barangnya. Tapi,, keras kepala Aqilla memang tidak ada tandingannya hingga ia menyerah untuk memberi bantuan pada cewek itu. Hingga kemudian kaki Aqilla pun akhirnya terkilir, karena ia mencoba untuk menahan pusingnya yang berakibat pada keseimbangan kakinya yang bermasalah. Kenzo yang melihat hal itu langsung berbalik dan berjalan ke arah cewek itu. Dia tadi memang berjalan mendahului Aqilla namun dia masih bisa mendengar tawaran bantuan yang diajukan oleh Fabian dan di tolak oleh cewek itu.
            “Makanya kalau di kasih bantuan itu di terima, jangan nolak dan sok gengsi gitu. Jadinya kan kayak gini...,” celoteh Kenzo pada Aqilla tanpa melihat wajah cewek itu yang terkejut karena fokusnya hanya pada kaki kiri Aqilla yang terkilir. “Gak ada yang ngelarang loe buat minta tolong Qilla, dan gak ada pula yang larang loe buat nolak pertolongan orang lain. Loe nggak hidup sendiri di dunia ini, loe hidup bersama yang lainnya, jadi loe harus pandai bersosialisasi dari sekarang dan loe.....,” ucapan Kenzo terhenti ketika menyadari cewek itu tidak mendengarkannya dan malah menatapnya.
            “Loe ngerti nggak sih kalau....................,”
            “Sudah lama gue nggak denger ceramah loe, Zoey...,” ucap Aqilla dengan senyum lebarnya yang tentu saja membuat Kenzo merasakan panas di pipinya karena cewek itu menatapnya tepat di manik matanya dan memanggilnya dengan sebutan kesayangan yang diberikan Aqilla dulu.
            “Sudahlah...kayaknya loe baik-baik aja. Percuma gue khawatirin loe...,” ucap Kenzo yang kemudian berdiri dari posisi berjongkoknya.
            “Aduhh..duh...., gue masih sakit nie Zoey, gimana dong...,” ucap Aqilla yang tentu saja membuat cowok yang tadinya membalikkan badannya itu kembali menghadap Aqilla. Dia tahu benar bahwa Aqilla sedang berusaha untuk mempermainkannya. Tapi, di juga punya tanggung jawab untuk menjaga cewek itu. Dan dia juga nggak mau menerima hukuman dari papanya nanti setelah pulang dari acara ini karena dia mengabaikan Aqilla, mengingat bahwa papanya mempunyai sejuta mata untuk menegtahui apa yang dia dan Aqilla lakukan.
            Akhirnya Kenzo pun berjongkok, memberikan punggungnya dn memberi isyarat pada Aqilla untuk segera menaiki punggungnya. Ia tahu betul bahwa di gendong di punggungnya adalah hal yang paling membuat Aqilla senang bukan main sewaktu kecil dan mungkin sampai saat ini cewek itu juga masih menggilai gendongan Kenzo. Kenzo meletakkan tas nya di gendongan depan, dan Aqilla menggantikan letak ransel itu di punggungnya.
            “Bi...toong bawain dong, tadi loe nawarin kan...hehe....,” ucap Aqilla pada Fabian yang di jawabi dengusan kesal oleh Fabian. Sudah dari tadi ditawari nggak mau, eh sekarang malah nitip pada Fabian karena gadis itu naik ke punggung Kenzo dan tidak ingin membuat Kenzo menjadi lebih menderita karena harus menenteng dua tas dan juga dirinya tentunya.
            Fabian pun berjalan mendahului Kenzo dan Aqilla karena tidak ingin melihat pemandangan yang akan membuatnya merasa seakan sesak nafas meskipun udara di hutan tersebut banyak dan segar.
*****
            Perjalanan sudah sampai setengah dari tempat yang hendak mereka tuju. Keheningan di antara Kenzo dan Aqilla pun pecah seketika ketika cewek itu mulai angkat bicara.
            “Rasanya sudah lama sekali gue gak ngerasain enaknya bersandar di punggung loe,” ucap Aqilla sembari membenamkan wajahnya di punggung Kenzo.
            Kenzo hanya diam dan berpura-pura tidak mendengar perkataan Aqilla. Dia tahu kemana arah pembicaraan Aqilla selanjutnya dan karena itulah dia mencoba mengalihkan arah pembicaraan itu.
            “Orang yang loe panggil Bi, bi,,,, itu siapa sih sebenarnya namanya?” tanya Kenzo.
            “Oh, itu namanya Fabian....,” jelas Aqilla.
            “Lalu, kenapa loe panggil Bi...?”
            “Biar keliatan akrab...,” jawab Aqilla.
            “Oh, gitu jadi panggilan itu sama dengan panggilan Zoey yang loe berikan ke gue dulu?” tanya Kenzo yang namoak seperti interogasi bagi Aqilla.
            Aqilla pun terkekeh mendengar nada bicara Kenzo yang tersimpan nada kecemburuan di sana.
            “Hal itu berbeda, Zoey. Panggilan Zoey untuk loe adalah panggilan sayang gue buat loe, sementara panggilan Bi, untuk Fabian adalah panggilan akrabgue ke dia karena dia satu-satunya sahabat yang gue punya...,” jelas Aqilla.
            “Oh..gitu....,” ucap Kenzo.
            “Iya gitu, Dari dulu gue selalu manggil dia dengan sebutan itu, dan tunggu...bukannya dulu loe juga pernah nanya hal yang sama ya?” tanya Aqilla.
            “Maksud loe...?”
            “Loe nggak inget siapa dia Zoey?” tanya Aqilla dan Kenzo pun menggeleng. “Dia itu cowok gendut yang berkacamata yang sering loe juluki boboho itu loh. Cowok yang sering ngikutin gue pulang sekolah waktu kita kecil....,” jelas Aqilla.
            Kenzo mencoba memutar otaknya. Dan seketika ingatannya tentang cowok dengan pipi tembem dan kacamata bulat itu kini menyeruak.
            “Oh...jadi dia.....,”
            Seolah tahu bahwa Kenzo sudah mengingat siapa Fabian, akhirnya Aqilla pun menyelanya.
            “Iya, itu dia Zoey. Loe kaget ya, dia bisa jadi setampan ini sekarang? Gue juga kaget pas pertama kali ketemu dia...,” seru Aqilla. “Sudah lima tahun nggak ketemu, dia bisa berubah menjadi setampan itu kan, gue juga gak percaya awalnya...,” celoteh Aqilla yang membuat hawa kecemburuan menghampiri Kenzo lagi.
            “Kalau dibandingin dengan gue, gimana?”
            “Maksud loe...?” Aqilla mengernyit.
            “Kalau di bandingin dengan gue, siapa yang lebih cakep?” tanya Kenzo.
            Aqilla tersenyum simpul mendengar nada kecemburuan Kenzo lagi kepada Fabian, dan itu artinya Aqilla bisa benar-benar yakin bahwa lelaki itu masih mencintainya.
            “Em..kalau di bandingin dengan loe, gimana ya....,”
            “Gimana apanya, cepetan jawab....,”
            “Em...kalau dia itu perkembangannya kalau di bandingkan dengan dulu dia makin tampan, tapi kalau loe....karena loe sudah tampan dari dulu....sekarang...,”
            “Sekarang..gue yang sekarang gimana Aqilla...?” tanya Kenzo mulau geram.
            “Loe ma...kin....ber...isi...dan..itu ngebuat loe makin....seksi....,” ucap Aqilla yang kemudian menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Kenzo karena menahan malu.
            “Sejak kapan loe jadi mesum gini heh....?” tanya Kenzo yang tentu saja membuat Aqilla terdiam dan tak mampu menjawab karena malu. Dia malah menyembunyikan kepalanya semakin dalam di ceruk leher Kenzo. Hingga membuat Kenzo dapat merasakan nafas Aqilla di lehernya. Hal itupun membuat Kenzo jadi merasakan getaran yang aneh di tubuhnya.
            “Kalau loe kayak gini terus, gimana gue bisa nahannya Qilla...,” batin Kenzo yang kemudian mengacak rambut Aqilla.
*****

           




0 comments:

Posting Komentar