Dua
bis sekolah sudah terpakir di parkiran SMA Tunas Bangsa. Para, anggota OSIS
yang terpilih sudah berbaris rapi di depan bis, untuk mengantri kupon tempat
duduk yang telah di kocok oleh panitia. Kenzo, terkejut bukan main mendapati
Aqilla berdiri diantara salah satu anggota OSIS yang terpilih itu. Pasalnya,
dia tidak tahu sama sekali dan tidak turut serta dalam pemilihan itu, karena pemilihan
anggota OSIS yang baru adalah kuasa Kepala Sekolah, Usul guru-guru, Pembina
OSIS dan masukan Ketua OSIS, sementara dia yang hanya menjabat sebagai wakil
ketua tidak tahu apa-apa.
Kenzo segera mengambil HP di saku
celananya dan melakukan panggilan pada seseorang di seberang sana.
“Hallo....,” ucap Kenzo.
“Oh, iya Ken, ada apa?” tanya orang
di seberang sana yang Kenzo panggil dengan sebutan Papa.
“Pa, kenapa papa izinin Qilla ikut
anggota OSIS?” tanya Kenzo geram.
“Loh, kamu baru tahu toh. Papa pikir
kamu sudah tahu, mengingat kamu juga anggota OSIS senior, makanya papa gak
diskusi dulu sama kamu,”
“Kenzo gak tahu pa. Dan Kenzo juga
gak turut andil dalam pemilihan itu, jadi bagaimana mungkin Ken bisa tahu. Papa
ini sukanya mutusin sendiri tanpa diskusi dulu. Papa tahu nggak jadi anggota
OSIS itu sibuk banget karena harus bisa bagi waktu antara sekolah dan
organisasi. Dan juga diklat ini akan dilakukan di pegunungan dan aktivitasnya
sangat padat sekali, dan bagaimana kalau nanti Aqilla kenapa-kenapa,” ucap
Kenzo sembari mendengus kesal dengan orang di seberang sana.
“Eh, bocah sebenernya papanya Aqilla
itu saya atau kamu sih, kok kamu lebih cerewet di bandingkan saya bahkan kamu
juga lebih cerewet di bandingkan mamanya,” ucap orang itu sembari terkekeh.
“Bukan gitu
pa...mak..sud..nya....itu.....,”
“Sudahlah, itu juga keinginan Qilla
sendiri. Dia bilang itu salah satu cara buat dia bisa deket dengan kamu. Salah
kamu sendiri sih, mencoba menghindar terus darinya. Jadi jangan salahkan papa.
Kamu tahu sendirikan Qilla keras kepalanya minta ampun melebihi keras kepalanya
kamu,” jelas orang itu. “Dia sekarang tanggung jawab kamu. Kalau terjadi
apa-apa pada Qilla, maka kamu yang bakal mintai pertanggungjawaban,” ucap
lelaki itu yang kemudian mematikan telponnya.
“Tap...tapi...pa...pa....,”
Kenzo hanya bisa mendengus kesal
melihat telpon telah dimatikan oleh seseorang di seberang sana.
*****
Pukul 08.00, semua OSIS dan anggota
barunya pun memasuki bis sesuai dengan urutan nomor undian masing-masing. Kenzo
menyambar nomor bangku terakhir dari tangan Rizky dan segera meninggalkan Rizky
yang masih mematung di depan pintu bis. Lagi-lagi Kenzo mengernyitkan keningnya
ketika dia mendapati seseorang yang dikenalnya.
“Ngapain kalian berdua disini...?”
tanya Kenzo pada Aqilla dan Fabian yang duduk di kursi yang hendak di dudukinya
setelah ia meletakkan ranselnya di tempat yang disediakan.
Fabian menunjukkan nomor urut yang
di dapatkannya dari panitia ke arah Kenzo begitu pula dengan Aqilla. Aqilla
mendapakan nomor 11, sementara Fabian mendapatkan nomor 13 dan dirinya
mendapatkan nomor 12.
“Huft....,” desahnya sebelum
akhirnya ia menempati tempat duduk di samping Aqilla.
Sepertinya
takdir telah mempermainkannya kali ini, hingga dia harus satu tempat duduk
dengan cewek yang paling di rindukannya namun tak dapat di ungkapkannya
kerinduannya itu pada cewek itu, juga dia juga satu tempat duduk dengan cowok
yang selalu membuatnya kesal karena tuh cowok selalu berada di tempat dimana
Aqilla berada, seolah mereka berdua adalah satu paket yang tidak bisa di
pisahkan. Dan akhirnya menyadari kini dirinya adalah pemisah bagi kedua orang
itu karena dirinya duduk diantara kedua orang itu, Kenzo jadi senyum-senyum
sendiri dan itupun disadari oleh Aqilla.
“Loe
kenapa senyam-senyum sendiri...?” tanya Aqilla dengan nada ketusnya.
“Terserah
gue, gue mau senyum, nangis, marah, itu urusan gue...,” ucap Kenzo tak kalah
ketusnya dengan Aqilla.
Mendengar
kedua orang tersebut masih berdebat, hingga mengganggu dirinya yang hampir
terlelap karena kantuk yang tidak bisa di tahannya akibat begadang semalaman
suntuk, akhirnya Fabian pun melerai mereka.
“Bisa
nggak loe berdua diem, ganggu tidur gue aja....,” ucap Fabian.“Sampai kapan sih
kalian harus menjaga gengsi dan nggak mau menyerah dan mengakui bahwa perasaan
kalian masih sama-sama saling mencintai?” batin Fabian. “Dan sampai kapan pula
gue harus selalu berada di antara kalian dari dulu hingga sekarang,” gumam Fabian
lagi sembari mengacak rambutnya karena frustasi.
“Tapi,
Bi....ini semua karena.....,” Aqilla mencoba menjelaskan.
“Qilla, diem...!!! Gue mau tidur,
gue nggak tidur semaleman...,” ucap Fabian.
“Kok loe jadi merintah gue sih Bi.
Salah loe sendiri, siapa suruh loe nontonin bokep mulu semaleman....,” seru
Aqilla kesal. Kali ini ia bukan hanya kesal dengan Kenzo tapi juga dengan
Fabian. Pasalnya karena cowok itu menyuruhnya diam membuat dia jadi kalah adu
mulut dengan Kenzo.
Kenzo pun hanya geleng-geleng kan
kepalanya tak percaya bahwa setelah dirinya, kini cewek itu mengajak sahabatnya
sendiri berdebat. Tapi, kemudian cewek itu segera diam ketika cowok itu
menatapnya dengan tatapan tajam.
“Memang sedekat apa sih sebenarnya
kalian berdua. Kenapa loe bisa nurut sama dia Qilla? Dan kenapa juga kamu tahu
apa saja yang dilakukan oleh cowok itu?” batin Kenzo yang kemudian mencoba
menutup kedua matanya mengikuti apa yang dilakukan Fabian yang duduk di samping
kirinya.
*****
0 comments:
Posting Komentar