Jumat, 13 Juli 2018

Sebelas

Edit Posted by with No comments


Dua bis sekolah sudah terpakir di parkiran SMA Tunas Bangsa. Para, anggota OSIS yang terpilih sudah berbaris rapi di depan bis, untuk mengantri kupon tempat duduk yang telah di kocok oleh panitia. Kenzo, terkejut bukan main mendapati Aqilla berdiri diantara salah satu anggota OSIS yang terpilih itu. Pasalnya, dia tidak tahu sama sekali dan tidak turut serta dalam pemilihan itu, karena pemilihan anggota OSIS yang baru adalah kuasa Kepala Sekolah, Usul guru-guru, Pembina OSIS dan masukan Ketua OSIS, sementara dia yang hanya menjabat sebagai wakil ketua tidak tahu apa-apa.
            Kenzo segera mengambil HP di saku celananya dan melakukan panggilan pada seseorang di seberang sana.
            “Hallo....,” ucap Kenzo.
            “Oh, iya Ken, ada apa?” tanya orang di seberang sana yang Kenzo panggil dengan sebutan Papa.
            “Pa, kenapa papa izinin Qilla ikut anggota OSIS?” tanya Kenzo geram.
            “Loh, kamu baru tahu toh. Papa pikir kamu sudah tahu, mengingat kamu juga anggota OSIS senior, makanya papa gak diskusi dulu sama kamu,”
            “Kenzo gak tahu pa. Dan Kenzo juga gak turut andil dalam pemilihan itu, jadi bagaimana mungkin Ken bisa tahu. Papa ini sukanya mutusin sendiri tanpa diskusi dulu. Papa tahu nggak jadi anggota OSIS itu sibuk banget karena harus bisa bagi waktu antara sekolah dan organisasi. Dan juga diklat ini akan dilakukan di pegunungan dan aktivitasnya sangat padat sekali, dan bagaimana kalau nanti Aqilla kenapa-kenapa,” ucap Kenzo sembari mendengus kesal dengan orang di seberang sana.
            “Eh, bocah sebenernya papanya Aqilla itu saya atau kamu sih, kok kamu lebih cerewet di bandingkan saya bahkan kamu juga lebih cerewet di bandingkan mamanya,” ucap orang itu sembari terkekeh.
            “Bukan gitu pa...mak..sud..nya....itu.....,”
            “Sudahlah, itu juga keinginan Qilla sendiri. Dia bilang itu salah satu cara buat dia bisa deket dengan kamu. Salah kamu sendiri sih, mencoba menghindar terus darinya. Jadi jangan salahkan papa. Kamu tahu sendirikan Qilla keras kepalanya minta ampun melebihi keras kepalanya kamu,” jelas orang itu. “Dia sekarang tanggung jawab kamu. Kalau terjadi apa-apa pada Qilla, maka kamu yang bakal mintai pertanggungjawaban,” ucap lelaki itu yang kemudian mematikan telponnya.
            “Tap...tapi...pa...pa....,”
            Kenzo hanya bisa mendengus kesal melihat telpon telah dimatikan oleh seseorang di seberang sana.
*****
            Pukul 08.00, semua OSIS dan anggota barunya pun memasuki bis sesuai dengan urutan nomor undian masing-masing. Kenzo menyambar nomor bangku terakhir dari tangan Rizky dan segera meninggalkan Rizky yang masih mematung di depan pintu bis. Lagi-lagi Kenzo mengernyitkan keningnya ketika dia mendapati seseorang yang dikenalnya.
            “Ngapain kalian berdua disini...?” tanya Kenzo pada Aqilla dan Fabian yang duduk di kursi yang hendak di dudukinya setelah ia meletakkan ranselnya di tempat yang disediakan.
            Fabian menunjukkan nomor urut yang di dapatkannya dari panitia ke arah Kenzo begitu pula dengan Aqilla. Aqilla mendapakan nomor 11, sementara Fabian mendapatkan nomor 13 dan dirinya mendapatkan nomor 12.
            “Huft....,” desahnya sebelum akhirnya ia menempati tempat duduk di samping Aqilla.
Sepertinya takdir telah mempermainkannya kali ini, hingga dia harus satu tempat duduk dengan cewek yang paling di rindukannya namun tak dapat di ungkapkannya kerinduannya itu pada cewek itu, juga dia juga satu tempat duduk dengan cowok yang selalu membuatnya kesal karena tuh cowok selalu berada di tempat dimana Aqilla berada, seolah mereka berdua adalah satu paket yang tidak bisa di pisahkan. Dan akhirnya menyadari kini dirinya adalah pemisah bagi kedua orang itu karena dirinya duduk diantara kedua orang itu, Kenzo jadi senyum-senyum sendiri dan itupun disadari oleh Aqilla.
“Loe kenapa senyam-senyum sendiri...?” tanya Aqilla dengan nada ketusnya.
“Terserah gue, gue mau senyum, nangis, marah, itu urusan gue...,” ucap Kenzo tak kalah ketusnya dengan Aqilla.
Mendengar kedua orang tersebut masih berdebat, hingga mengganggu dirinya yang hampir terlelap karena kantuk yang tidak bisa di tahannya akibat begadang semalaman suntuk, akhirnya Fabian pun melerai mereka.
“Bisa nggak loe berdua diem, ganggu tidur gue aja....,” ucap Fabian.“Sampai kapan sih kalian harus menjaga gengsi dan nggak mau menyerah dan mengakui bahwa perasaan kalian masih sama-sama saling mencintai?” batin Fabian. “Dan sampai kapan pula gue harus selalu berada di antara kalian dari dulu hingga sekarang,” gumam Fabian lagi sembari mengacak rambutnya karena frustasi.
“Tapi, Bi....ini semua karena.....,” Aqilla mencoba menjelaskan.
            “Qilla, diem...!!! Gue mau tidur, gue nggak tidur semaleman...,” ucap Fabian.
            “Kok loe jadi merintah gue sih Bi. Salah loe sendiri, siapa suruh loe nontonin bokep mulu semaleman....,” seru Aqilla kesal. Kali ini ia bukan hanya kesal dengan Kenzo tapi juga dengan Fabian. Pasalnya karena cowok itu menyuruhnya diam membuat dia jadi kalah adu mulut dengan Kenzo.
            Kenzo pun hanya geleng-geleng kan kepalanya tak percaya bahwa setelah dirinya, kini cewek itu mengajak sahabatnya sendiri berdebat. Tapi, kemudian cewek itu segera diam ketika cowok itu menatapnya dengan tatapan tajam.
            “Memang sedekat apa sih sebenarnya kalian berdua. Kenapa loe bisa nurut sama dia Qilla? Dan kenapa juga kamu tahu apa saja yang dilakukan oleh cowok itu?” batin Kenzo yang kemudian mencoba menutup kedua matanya mengikuti apa yang dilakukan Fabian yang duduk di samping kirinya.
*****




0 comments:

Posting Komentar