AUTHOR'S POV
Darah berceceran dimana-mana
menggenangi sebagian jalanan. Suara sirine ambulans memekakkan telinga. Dua orang
gadis terletak di samping jalan dengan bersimbah dara. Ambulans segera menepi
dan memberi pertolongan pada kedua gadis itu. Seorang gadis di angkat dan
dimasukkan kedalam ambulans untuk diberikan pertolongan pertama dan seorang
gadis lainnya meninggal di tempat kejadian.
Anastasya menjerit dengan kencang dan
sontak membuat papa dan mamanya segera berlari untuk menuju ke kamar gadis itu.
Mamanya memeluk Anastasya yang penuh dengan peluh di dahinya, juga air mata
yang membasahi seluruh wajahnya. Tubuhnya bergetar bahkan setelah namun
perlahan-lahan berhenti setelah mamanya memberikan pelukan kepadanya.
"Ma, Ana..ma...Ana.....,"
ucap Anastasya pada mamanya dengan suara bergetar.
"Tidak apa-apa sayang. Ana sudah
baik-baik saja. Dia sudah beristirahat dengan tenang bersama Tuhan...,"
jelas mamanya sembari masih memeluk erat anak gadisnya itu.
"Tapi ma, pa, gara-gara
Acha....Ana jadi....,"
"Berhenti menyalahkan dirimu
sendiri nak. Semuanya sudah takdir...," jelas Papa Anastasya sembari ikut
memeluk anak gadisnya itu.
"Tap...tapi.....,"
"Kamu hanya mimpi buruk sayang.
Mama akan menemani kamu tidur. Ayo kamu harus beristirahat....," ucap
mamanya. Dan kemudian Anastasya pun menyetujui permintaan mamanya.
REYNAND'S POV
Pelajaran padat hari ini. Hampir tidak
ada jam kosong karena semua guru pada masuk. Gue tetep aja gak bisa
berkonsentrasi hari ini. Dan gue disini sekarang dengan perasaan cemas.
"Loe kenapa Nand, kasian tuh mie
loe aduk-aduk melulu....," ucap Bimbo teman sekelas gue yang sekarang
tengah nemenin gue makan di kantin sekolah.
"Gue lagi gak nafsu makan
Bim...," ucap gue.
"Nah loh, tadi loe yang ngajakin
kesini tapi sekarang loe malah gak nafsu makan?"
"Sudah deh, loe makan aja, ntar
gue yang bayar....,"
"Oke deh bro...gue pegang omongan
loe...," ucap Bimbo dengan cengar-cengir.
Gue hanya diam mematung memikirkan
tentang cewek itu. Hingga kemudian samar-samar gue denger beberapa temen cewek
sedang ngobrolin tentang Anastasya. Gue pun dengerin dengan saksama dengan
harapan gue tahu alasan kenapa cewek itu gak hadir di sekolah hari ini.
"Eh, loe tahu nggak, si Anastasya
gak masuk hari ini...," ucap cewek berambut sebahu dengan bandana pink.
"Serius loe? Kenapa lagi tuh anak
pakek gak masuk?" tanya si cewek berkepang dua.
"Gak tau tuh. Kayaknyq penyakit
gilanya kambuh tuh....," ucap si cewek berambut sebahu.
"Lah, dia gila lagi seperti tahun
waktu di SMP dulu...?"
"Iya kayaknya si gitu. Rasain
deh, memang ya pembunuh kayak dia tuh.....," ucapan si cewek berambut
sebahu pun terhenti ketika seorang cewek dengan rambut panjang yang gue kenal
bernama Dinda yang juga temen sekelas gue tiba-tiba menggebrak meja.
"Eh, Sil...jaga ya omongan loe.
Kalau gue denger lagi loe gosipin Anastasya kayak gitu gue gak segen-segen
buat....,"
"Apa loe nantangin gue. Dia tuh
emang cewek pembawa sial, pem..bu...nuh....,"
PLAK...!!!
Sebuah tamparan keras dari tangan
Dinda pun mendarat mulus di pipi gadis berambut sebahu. Namun, tuh cewek gak
terima dengan tamparan Dinda dan akhirnya tuh cewek menjambak rambut Dinda dan
perkelahian pun dimulai.
Bimbo yang ngeliat kejadian itu segera
menghentikan acara makannya dan segera berlari melerai kedua cewek yang
berkelahi dan menjadi tontonan semua siswa siswi SMA Pelita Harapan.
"Berhenti....," Bimbo
mencoba melerai tapi kedua cewek itu masih tidak berhenti. " Berhenti
sekarang juga atau gue gak segen-segen ngelaporin kalian berdua ke guru
BP....!!! " seru Bimbo dengan nada suara yang meninggi.
Semua yang berada disana pada bergidik
ngeri ngeliat muka Bimbo yang geram, termasuk gue. Karena gue nggak tahu bahwa
seorang Bimbo yang biasanya terkesan cuek dan masa bodoh itu malah mencampuri
urusan kedua cewek itu dan bahkan melerai mereka dari perkelahian.
Akhirnya perkelahian pun berhenti
ketika Bimbo menarik tangan Dinda keluar dari kantin. Gue mengikuti langkah
mereka berdua yang menuju ke arah taman belakang sekolah. Gue yang mengenal
Bimbo baru satu bulan disekolah itupun makin terkejut dengan sifatnya yang
ternyata jauh dari yang gue kira sebelumnya.
Gue lihat Dinda menangis sesenggukan.
Dan Bimbo hanya diam di depan gadis itu hingga berkata kemudian.
"Sudah berapa kali gue bilang,
jangan pernah hiraukan omongan mereka. Tapi kenapa loe masih aja ngeladenin
mereka...!" ucap Bimbo dengan nada tinggi.
"Mereka jelek-jelekin Anastasya,
Bim...bagaimana mungkin gue diem aja...," seru Dinda.
"Kenapa loe harus
peduli....heh....,"
"Bagaimana mungkin gue gak
peduli, Acha..itu......,"
"Apa? Siapa dia bagi loe !
Bukannya loe sendiri yang memilih ngejauhin dia sejak kejadian kecelakaan itu.
Bukankah loe sendiri yang dulu menuduh sahabat loe sendiri sebagai seorang
pembunuh. Bukankah loe sendiri yang......,"
"Hentikan....berhenti
Bim....," seru Dinda sembari berurai air mata dan menutup telinganya
mendengar perkataan Bimbo.
"Gue tahu gue yang salah. Gue
tahu dan gue benar-benar merasa bersalah Bim. Dan untuk menebus rasa bersalah
itu gu...gue....,"
"Apa? Loe mau bilang kalau loe
mau menebus rasa bersalah lie dengan ngelindungin dia dari mereka, dari mereka
yang masih saja menganggapnya sebagai pembunuh? Bukan itu yang Acha harapkan
Dinda. Bukan. Acha nggak butuh semua yang loe lakukan. Satu-satunya yang dia
butuhkan hanya loe. Hanya loe tetap berada disisinya dan gak pergi ninggalin
dia di saat dia kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidup
dia," jelas Bimbo.
"Gue..tahu Bim...tap...tapi gue
belum siap, setiap kali gue lihat Acha, gue akan teringat....,"
"Ini sudah lima tahun Dinda.
Harusnya baik loe ataupun Acha sudah bisa melupakan kejadian itu. Bukan makin
tersiksa seperti ini...,"
Dinda pun luruh, tangisnya makin
kencang dan tubuhnya menjadi lemas hingga dia akhirnya terduduk di hadapan
Bimbo yang berdiri di depannya.
Bimbo pun akhirnya tak kuasa melihat
Dinda yang jatuh terduduk lemas dihadapannya dengan air mata yang berurai. Dia
pun akhirnya mensejajarkan tubuhnya dengan posisi Dinda dan meraih Dinda dalam
pelukannya.
Selama 20 menit lebih gue lihat
kejadian itu. Dan setelah melihat kondisi Dinda yang berangsur-angsur mulai
membaik gue pun menghampiri mereka.
"Apa yang sebenarnya
terjadi?"
Dan mendengar pertanyaan gue mereka
pun terkejut dan melotot ke arah gue.
*****
0 comments:
Posting Komentar