Jumat, 13 Juli 2018

Nine

Edit Posted by with No comments


ANASTASYA'S POV
Nyeri di kepala gue belum hilang sejak semalem, dan akhirnya mama pun menelfon kepada wali kelas gue untuk meminta izin kalau gue gak bisa masuk kelas hari ini. Bukan hanya karena kepala gue yang pusingnya bukan main sih alasannya, tapi lebih karena gue nggak siap buat datang ke sekolah hari ini. Gue gak siap ketemu dengan Dinda, sahabat gue dengan Ana dulu yang kemudian menjauh dari gue karena kejadian kecelakaan lima tahun yang lalu.
Gue tahu, Dinda sebenarnya orang yang sangat baik. Bukan tanpa alasan ia mengatai gue pembunuh, mungkin itu karena sama seperti gue, dia juga merasa sangat kehilangan Ana. Bagaimana mungkin tidak? Dia dan Ana sudah berteman dengan akrab jauh sebelum gue tinggal di Indonesia bersama dengan Mama dan Papa. Ya, sebelumnya gue memang tinggal di luar negeri bersama dengan Tante dan Om gue. Tapi alasannya adalah bukan karena Mama dan Papa lebih sayang dengan Ana, saudara kembar gue, tapi lebih kepada kondisi kesehatan gue yang nggak begitu baik saat itu, hingga akhirnya mama dan papa harus membuat pilihan tersulit untuk merelakan gue tinggal bareng Om dan Tante gue karena pengobatan disana masih lebih baik di bandingkan di Indonesia kala itu.
Gue masih ingat saat dia mengatakan kata-kata yang sangat menyakitiku kala itu.
Flasback On
"Gue benci sama loe, loe itu pembunuh...........!!!" ucap Dinda saat gue menemui dia di rumahnya tiga bulan setelah kepergian Ana. Gue kala itu hanya bisa mematung di depan pintu kamarnya dengan tubuh gemetar hebat melihat sahabat gue itu dalam keadaan yang sama terpuruknya dengan gue. 
"Kalau saja loe nggak balik ke sini dan selamanya tetap di Amerika, Ana nggak akan mati. Kalau saja loe nggak paksa Ana buat bonceng loe waktu itu, mungkin saja Ana nggak akan pergi ninggalin gue !" teriak Dinda. 
"Gue nggak mau lihat muka loe lagi, dan mulai sekarang persahabatan kita berakhir....," ucap Dinda kala itu.
Flashback Off
Sejak saat itu gue selalu berusaha buat nggak nampakin wajah gue di depan Dinda. Namun, takdir berkata lain, bukannya kami berjauhan malah kami di satukan dalam kelas yang sama. Hingga akhirnya disana pun kami bersikap saling cuek dan tidak saling mengenal. 
AUTHOR'S POV
Reynand menatap penuh selidik pada kedua teman sekelasnya itu. Ia mencecap coffe di hadapannya dan menunggu kedua temannya itu untuk menjelaskan perihal kejadian beberapa waktu lalu di sekolah.
"Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Reynand tegas.
"Apa yang ingin loe denger?" tanya Bimbo.
"Semuanya Bim, tanpa terkecuali...," ucap Reynand.
"Ini tidak ada hubungannya dengan loe Nand, jadi kita gak punya keharusan buat ceritain semuanya ke loe...," ujar Dinda yang masih bersikukuh untuk tidak menceritakan semua hal yang terjadi pada Anastasya.
"Ada, jelas ini ada hubungannya dengan gue...!" ucap Reynand tegas.
"Mak..sudmu....?" Dinda bertanya pada Reynand.
"Gu...gue gak bisa ceritain ke loe berdua alasannya sekarang, tapi gue janji suatu hari nanti gue bakal ceritain semuanya ke kalian," jelas Reynand.
Bimbo menganggukkan kepalanya dan kemudian beralih menatap ke arah Dinda untuk meminta persetujuan gadis itu. Ketika Dinda menganggukkan kepalanya seraya memberi persetujuan akhirnya cerita itupun mengalir.
REYNAND'S POV
Setelah pertemuan gue dengan Dinda dan Bimbo sore tadi, akhirnya gue tahu apa yang terjadi dengan gadis itu. Sungguh miris mendengarnya dimana dia harus hidup dalam rasa bersalah dalam waktu yang begitu lama. Dia menyalahkan dirinya sendiri perihal kematian saudarinya dan tak hanya itu kehilangan separuh jiwanya juga membuatnya mendapat beberapa trauma yang mendarah daging.
"Jadi, itukah sebabnya sifat loe yang sekarang sangat berbeda dengan apa yang dikatakan Alfan dulu? "gumam Reynand sembari menatap jendela kamar Anastasya di balkon kamarnya.
AUTHOR'S POV
Akhirnya karena tak ingin memiliki kekhawatiran yang berlebihan lagi, Reynand memutuskan untuk menemui gadis itu. Ia melompat dari balkon kamarnya menuju balkon kamar Anastasya yang memang terhubung. Dia mengetuk jendela kaca itu. Tiga kali ketukan dia tak mendapatkan respon dari si pemilik kamar, namun ketika ia hendak mengetuk pintu yang keempat kalinya terdengar suara gorden bergeser dan muncullah wajah gadis itu.
"Oh..heiii.....," ucap Reynand sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal karna salah tingkah.
Anastasya mengerutkan keningnya.
"Loe, ngapaiin...? tanyanya kemudian.
"Ng...loe kenapa gak masuk sekolah?" tanya Reynand dengan kikuk. Entah mengapa lelaki itu menjadi sedikit kikuk di hadapan gadis itu. Reynand tahu pertanyaannya hanyalah basa basi saja sebab ia tahu alasan kenapa gadis itu tidak masuk sekolah. Tapi, kali ini Reynand memang sengaja berbasa-basi untuk menutupi maksud sebenarnya kedatangannya menemui gadis itu.
"Gak kenapa-kenapa, gue cuman sedikit gak enak badan, jadi gue istirahat aja tadi...," jelas Anastasya.
"Oh..jadi gitu. Sekarang udah baik-baik aja kan? Jadi, besok loe masuk sekolah kan?"
"Loe aneh banget sih Nand, emang kenapa sih kalau gue gak masuk lagi besok...?" tanya Anastasya yang gemas melihat tingkah Reynand yang menurutnya aneh.
"Em...it...itu....karna....,"
Ucapan Reynand terhenti oleh perkataan Anastasya.
"Eh...jangan-jangan loe kesepian ya gak da gue di sekolah?" tebak Anastasya.
Reynand mengerutkan keningnya melihat gadis di depannya terkikik karena dugaannya. Akhirnya Reynand pun mengiyakan tebakan gadis itu agar gadis itu senang dan tersenyum.
"Ya, tentu aja gue kesepian. Gak ada loe di sekolah gak rame tau...," ucap Reynand.
"Hah....," Anastasya tidak menyangka bahwa dugaannya yang semula bercanda hanya untuk menggoda lelaki itu mendapat tanggapan iya dari Reynand.
"Ya iyalah Anastasya, kalau gak ada loe di sekolah gak da yang bisa gue kerjain, gue gak bisa tarik-tarik rambut loe, gue gak bisa nendang-nendangin tempat duduk loe....," jelas Reynand yang kemudian diikuti seringaian dan tawa keras melihat gadis di hadapannya itu nampak mulai kesal seperti kebiasaannya setiap kali Reynand mengganggunya.
"Sialan loe, jadi loe kangennya cuman karena gak bisa gangguin gue?" ucap Anastasya.
"Iya, emang loe kira apa,...?" tanya Reynand balik dengan terkikik.
"Ish...nyebelin. Udah pergi sono, loe gangguin gue aja...," ucap Anastasya dengan kesal sembari mendorong tubuh Reynand agar menjauh dari jendela kamar tidurnya.
"Hahaha...emank kenapa sih...gue masih pingin disini...," ucap Reynand.
"Gak ada cepet pergi pokoknya. Gak sopan tau mengunjungi kamar cewek malam-malam apalagi dengan cara loncat dari balkon kamar loe....," ucap Anastasya dengan memasang muka kesalnya.
"Oh, jadi loe cewek ya Nas, gue baru tahu....," seru Reynand.
Anastasya yang kesal akhirnya berteriak.
"Reynand.....!!!!" Pekiknya.
Karena tak ingin menganggu ketentraman orang-orang yang tengah istirahat tidur akibat teriakan Anastasya, Reynand pun akhirnya berlari pergi melompati balkon dan menuju kamarnya.
Sesampainya dikamarnya.
"Akhirnya loe kembali seperti sebelumnya....," gumam Reynand.
Disisi lainnya.
"Terima kasih Reynand....," ucap Anastasya lirih dan kemudian langsung menutup tirai dan jendela kamar tidurnya.
*****







0 comments:

Posting Komentar