ANASTASYA'S POV
Nyeri di kepala gue belum hilang sejak
semalem, dan akhirnya mama pun menelfon kepada wali kelas gue untuk meminta
izin kalau gue gak bisa masuk kelas hari ini. Bukan hanya karena kepala gue
yang pusingnya bukan main sih alasannya, tapi lebih karena gue nggak siap buat
datang ke sekolah hari ini. Gue gak siap ketemu dengan Dinda, sahabat gue
dengan Ana dulu yang kemudian menjauh dari gue karena kejadian kecelakaan lima
tahun yang lalu.
Gue tahu, Dinda sebenarnya orang yang
sangat baik. Bukan tanpa alasan ia mengatai gue pembunuh, mungkin itu karena
sama seperti gue, dia juga merasa sangat kehilangan Ana. Bagaimana mungkin
tidak? Dia dan Ana sudah berteman dengan akrab jauh sebelum gue tinggal di
Indonesia bersama dengan Mama dan Papa. Ya, sebelumnya gue memang tinggal di
luar negeri bersama dengan Tante dan Om gue. Tapi alasannya adalah bukan karena
Mama dan Papa lebih sayang dengan Ana, saudara kembar gue, tapi lebih kepada
kondisi kesehatan gue yang nggak begitu baik saat itu, hingga akhirnya mama dan
papa harus membuat pilihan tersulit untuk merelakan gue tinggal bareng Om dan
Tante gue karena pengobatan disana masih lebih baik di bandingkan di Indonesia
kala itu.
Gue masih ingat saat dia mengatakan
kata-kata yang sangat menyakitiku kala itu.
Flasback On
"Gue benci sama loe, loe itu
pembunuh...........!!!" ucap Dinda saat gue menemui dia di rumahnya tiga
bulan setelah kepergian Ana. Gue kala itu hanya bisa mematung di depan pintu
kamarnya dengan tubuh gemetar hebat melihat sahabat gue itu dalam keadaan yang
sama terpuruknya dengan gue.
"Kalau saja loe nggak balik ke
sini dan selamanya tetap di Amerika, Ana nggak akan mati. Kalau saja loe nggak
paksa Ana buat bonceng loe waktu itu, mungkin saja Ana nggak akan pergi
ninggalin gue !" teriak Dinda.
"Gue nggak mau lihat muka loe
lagi, dan mulai sekarang persahabatan kita berakhir....," ucap Dinda kala
itu.
Flashback Off
Sejak saat itu gue selalu berusaha
buat nggak nampakin wajah gue di depan Dinda. Namun, takdir berkata lain,
bukannya kami berjauhan malah kami di satukan dalam kelas yang sama. Hingga
akhirnya disana pun kami bersikap saling cuek dan tidak saling mengenal.
AUTHOR'S POV
Reynand menatap penuh selidik pada
kedua teman sekelasnya itu. Ia mencecap coffe di hadapannya dan menunggu kedua
temannya itu untuk menjelaskan perihal kejadian beberapa waktu lalu di sekolah.
"Jelaskan apa yang sebenarnya
terjadi," ucap Reynand tegas.
"Apa yang ingin loe denger?"
tanya Bimbo.
"Semuanya Bim, tanpa
terkecuali...," ucap Reynand.
"Ini tidak ada hubungannya dengan
loe Nand, jadi kita gak punya keharusan buat ceritain semuanya ke loe...,"
ujar Dinda yang masih bersikukuh untuk tidak menceritakan semua hal yang
terjadi pada Anastasya.
"Ada, jelas ini ada hubungannya
dengan gue...!" ucap Reynand tegas.
"Mak..sudmu....?" Dinda
bertanya pada Reynand.
"Gu...gue gak bisa ceritain ke
loe berdua alasannya sekarang, tapi gue janji suatu hari nanti gue bakal
ceritain semuanya ke kalian," jelas Reynand.
Bimbo menganggukkan kepalanya dan
kemudian beralih menatap ke arah Dinda untuk meminta persetujuan gadis itu.
Ketika Dinda menganggukkan kepalanya seraya memberi persetujuan akhirnya cerita
itupun mengalir.
REYNAND'S POV
Setelah pertemuan gue dengan Dinda dan
Bimbo sore tadi, akhirnya gue tahu apa yang terjadi dengan gadis itu. Sungguh
miris mendengarnya dimana dia harus hidup dalam rasa bersalah dalam waktu yang
begitu lama. Dia menyalahkan dirinya sendiri perihal kematian saudarinya dan tak
hanya itu kehilangan separuh jiwanya juga membuatnya mendapat beberapa trauma
yang mendarah daging.
"Jadi, itukah sebabnya sifat loe
yang sekarang sangat berbeda dengan apa yang dikatakan Alfan dulu? "gumam
Reynand sembari menatap jendela kamar Anastasya di balkon kamarnya.
AUTHOR'S POV
Akhirnya karena tak ingin memiliki
kekhawatiran yang berlebihan lagi, Reynand memutuskan untuk menemui gadis itu.
Ia melompat dari balkon kamarnya menuju balkon kamar Anastasya yang memang
terhubung. Dia mengetuk jendela kaca itu. Tiga kali ketukan dia tak mendapatkan
respon dari si pemilik kamar, namun ketika ia hendak mengetuk pintu yang
keempat kalinya terdengar suara gorden bergeser dan muncullah wajah gadis itu.
"Oh..heiii.....," ucap
Reynand sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal karna salah
tingkah.
Anastasya mengerutkan keningnya.
"Loe, ngapaiin...? tanyanya
kemudian.
"Ng...loe kenapa gak masuk
sekolah?" tanya Reynand dengan kikuk. Entah mengapa lelaki itu menjadi
sedikit kikuk di hadapan gadis itu. Reynand tahu pertanyaannya hanyalah basa
basi saja sebab ia tahu alasan kenapa gadis itu tidak masuk sekolah. Tapi, kali
ini Reynand memang sengaja berbasa-basi untuk menutupi maksud sebenarnya
kedatangannya menemui gadis itu.
"Gak kenapa-kenapa, gue cuman sedikit
gak enak badan, jadi gue istirahat aja tadi...," jelas Anastasya.
"Oh..jadi gitu. Sekarang udah
baik-baik aja kan? Jadi, besok loe masuk sekolah kan?"
"Loe aneh banget sih Nand, emang
kenapa sih kalau gue gak masuk lagi besok...?" tanya Anastasya yang gemas
melihat tingkah Reynand yang menurutnya aneh.
"Em...it...itu....karna....,"
Ucapan Reynand terhenti oleh perkataan
Anastasya.
"Eh...jangan-jangan loe kesepian
ya gak da gue di sekolah?" tebak Anastasya.
Reynand mengerutkan keningnya melihat
gadis di depannya terkikik karena dugaannya. Akhirnya Reynand pun mengiyakan
tebakan gadis itu agar gadis itu senang dan tersenyum.
"Ya, tentu aja gue kesepian. Gak
ada loe di sekolah gak rame tau...," ucap Reynand.
"Hah....," Anastasya tidak
menyangka bahwa dugaannya yang semula bercanda hanya untuk menggoda lelaki itu
mendapat tanggapan iya dari Reynand.
"Ya iyalah Anastasya, kalau gak
ada loe di sekolah gak da yang bisa gue kerjain, gue gak bisa tarik-tarik
rambut loe, gue gak bisa nendang-nendangin tempat duduk loe....," jelas
Reynand yang kemudian diikuti seringaian dan tawa keras melihat gadis di
hadapannya itu nampak mulai kesal seperti kebiasaannya setiap kali Reynand
mengganggunya.
"Sialan loe, jadi loe kangennya
cuman karena gak bisa gangguin gue?" ucap Anastasya.
"Iya, emang loe kira
apa,...?" tanya Reynand balik dengan terkikik.
"Ish...nyebelin. Udah pergi sono,
loe gangguin gue aja...," ucap Anastasya dengan kesal sembari mendorong
tubuh Reynand agar menjauh dari jendela kamar tidurnya.
"Hahaha...emank kenapa sih...gue
masih pingin disini...," ucap Reynand.
"Gak ada cepet pergi pokoknya.
Gak sopan tau mengunjungi kamar cewek malam-malam apalagi dengan cara loncat
dari balkon kamar loe....," ucap Anastasya dengan memasang muka kesalnya.
"Oh, jadi loe cewek ya Nas, gue
baru tahu....," seru Reynand.
Anastasya yang kesal akhirnya
berteriak.
"Reynand.....!!!!" Pekiknya.
Karena tak ingin menganggu ketentraman
orang-orang yang tengah istirahat tidur akibat teriakan Anastasya, Reynand pun
akhirnya berlari pergi melompati balkon dan menuju kamarnya.
Sesampainya dikamarnya.
"Akhirnya loe kembali seperti
sebelumnya....," gumam Reynand.
Disisi lainnya.
"Terima kasih Reynand....,"
ucap Anastasya lirih dan kemudian langsung menutup tirai dan jendela kamar
tidurnya.
*****
0 comments:
Posting Komentar