AUTHOR”S POV
Keheningan tercipta seketika baik
Anastasya ataupun Dinda sama-sama tidak ada yang memulai untuk berbicara.
Sementara Reynand dan Bimbo yang melihat kelakuan kedua gadis itu menjadi
jengkel.
"Ini sudah mendekati jam masuk
kelas, apa kalian akan tetap diam seperti ini?" tanya Bimbo memecah
kesunyian.
"Ya, kalian nggak bisa tetap
diem-dieman terus-menerus. Kalian bukan anak kecil lagi, mau sampai kapan
kalian seperti ini terus..?" tambah Reynand.
"Nand, bukankah udah gue bilang
kalau gue nggak ada yang mau di bicarain sama....," ucapan Anastasya
terputus oleh perkataan Dinda kemudian.
"Gue ada Cha," ucap Dinda
yang tentu saja membuat Anastasya yang sedari tadi berusaha untuk melepaskan
diri dari Reynand terduduk kembali dari posisi berdirinya.
"Cha..gu..gue... Ma'afin gue.....," ucap Dinda kemudian dengan susah
payah.
Anastasya yang mendengar perkataan
Dinda pun hanya membelalakkab matanya tidak percaya. Bertahun-tahun dia
menunggu, baru kali ini sahabatnya itu meminta ma'af kepadanya.
"Gue tahu gue salah Cha. Harusnya
gue nggak menghakimi loe seperti itu. Gue cuman...gue....,"
"Gue tahu Din, loe pasti terpukul
dengan kepergian Ana, tapi tidakkah loe juga mikirin bagaimana perasaan gue.
Gue saudara kembarnya, kami berbagi makanan yang sama saat masih dalam rahim
mama, kalau ditanya siapa yang lebih kehilangan dia, harusnya itu gue dan
bukannya loe, tapi loe...,"ucap Anastasya dengan isak tangisnya yang jatuh
seketika.
Setali tiga uang Dinda pun juga
meneteskan air matanya mendengar pernyataan Anastasya.
"Karena itu gue minta ma'af cha,
ma'afin gue. Gue nggak seharusnya ngejauhin loe, gue sebagai sahabat harusnya
menjadi tempat loe untuk berbagu, tapi nyatanya gue malah menjadi orang jahat
yang berjajar dengan orang-orang yang memusuhi loe. Ma'afin gue Cha, saat itu
gue hanya bertindak tanpa berpikir, gue...," Dinda kini terisak lebih
kencang dari sebelumnya.
Anastasya yang melihat Dinda seperti
itu, ia tahu bahwa sahabatnya itu benar-benar merasa bersalah. Akhirnya dia
bahkit dari posisi duduknya. Namun, Reynand tetap menggenggam pergelangan
tangan gadis itu. Akan tetapi setelah mendapat tatapan Anastasya yang
meyakinkan Reynand bahwa dirinya tidak akan pergi tapi hanya berpindah ke
tempat duduk di samping Dinda, akhirnya Reynand pun melepaskan genggamannya.
Anastasya duduk tepat di samping Dinda
dan kemudian dia memeluk sahabatnya yang tengah menangis itu. Pelukan Anastasya
merupakan obat penenang bagi Dinda, sehingga Dinda menghentikan tangisnya.
“Gue ma’afin loe…,” ujar Anastasya
yang tentu saja membuat Dinda senang bukan main karena ia dapat kembali
bersahabat dengan Anastasya.
“Loe, serius…?” tanya Dinda.
“Ya, tentu saja. Kecuali loe berubah
pikiran dan nggak mau bersahabat sama gue lagi,” cetus Anastasya sembari
mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.
“Sapa bilang gue nggak mau sahabatan
sama loe lagi. Gue malah seneng kali, gue mendapatkan sahabat gue kembali,”
ujar Dinda.
“Ya, tentu saja. Dan di atas sana, Ana
pasti juga senang kan kalau tahu kita kembali menjadi sahabat seperti dulu,”
“He’em….,” ucap Dinda.
Dan akhirnya mereka pun larut pada
dunia mereka berdua hingga melupakan Reynand dan Bimbo yang masih berada di
dekat mereka.
“Oh, gitu..jadi karena kalian udah
baikan seperti dulu, kalian sampai lupa siapa yang ada di sini?” celetuk Bimbo.
Dan akhirnya mereka pun tertawa sebelum akhirnya mereka kembali ke kelas karena
bel masuk sudah berbunyi.
Anastasya menatap mata Reynand seolah
berbicara pada lelaki itu dengan kontak matanya bahwa dirinya bahagia dan
berterima kasih atas semuanya, karena Anastasya tahu bahwa tidak hanya Bimbo,
tetapi lelaki itu juga turut campur tangan atas kembalinya persahabatannya
dengan Dinda.
Reynand pun mengangguk mengiyakan rasa
terima kasih Anastasya yang di sampaikan melalui kedua matanya itu, dan
kemudian mereka pun saling melemparkan senyum.
ANASTASYA’S POV
Gue seneng banget hari ini, karena gue
mendapatkan kembali persahabatan gue yang dengan Dinda yang dulu hancur karena
kesalapahaman. Gue membuka-buka foto album masalalu kami dan mengenang kembali
masa lalu kami yang menyenangkan.
“Andai saja loe masih di sini Na, loe
pasti juga dapat ngerasain kebahagian gue…,” batin Anastasya.
Gue yang fokus pada foto-foto di Album
itu tidak sadar bahwa ada seorang cowok yang nongol di jendela kamar gue.
“Ngapain loe ngelamun…,” ucap cowok
itu yang tentu saja ngebuat gue terperanjat kaget.
“Ish…loe ngapain sih Nand, tiba-tiba
nongol gitu, ngagetin tahu…,” ucap gue.
“Lah, gue kan emang sering nongol
tiba-tiba Cha, dan gue juga udah pernah bilang kali ke loe kalau gue bakal
lewat balkon kalau mau bertamu,”
“Ish…loe tuh gak sopan tahu. Ada pintu
ngapain lewat sini…,” ucap gue sembari mengerucutkan bibir gue karena kesal.
“Hahahaha…loe nggak usah monyong
gitu…,” ujar nya.
“Biarin, suka-suka guelah…bibir bibir gue
kok loe yang sewot…,” ucap gue.
“Loe lagi ngapain sih cha?” tanyanya
kemudian. Belum sempat gue jawab dia langsung masuk ke dalam kamar gue lewat
jendela kamar dan langsung duduk di samping gue yang tengah bersandar di
ranjang. “Oh, loe lagi asyik liatin foto-foto lama ya?” tanya-nya yang langsung
gue jawab dengan anggukan.
Ia terus mengikuti setiap gerakan mata
gue yang melihat-lihat foto-foto lama gue bersama dengan Ana. Hingga gue sampai
pada sebuah foto yang membuat dia kemudian berkomentar.
“Ini foto Alfan ya?” tanyanya.
“Iya…,” jawab gue. “Loe kok tahu, loe
kenal Alfan?” tanya gue.
“Iya, tentu saja, dia sahabat gue…,”
ujarnya.
“Waah…ternyata dunia itu sempit ya…,”
“Iya, gue juga nggak nyangka kalau loe
kenal Alfan. Dan di foto ini kalian keliatan mesra banget,” ujarnya.
Kening gue langsung berkerut mendengar
pernyataannya itu. Gue menatap wajah lelaki itu dan dia pun menyadari kemudian
kalau gue ingin mengatakan sesuatu.
“Apa?” tanyanya.
“Itu bukan gue…,” ucap gue.
“Maksud loe…?” tanyanya.
“Yang di foto itu bukan gue. Yang
berfoto dengan Alfan yang tampak kelihatan mesra katamu itu bukan gue..,” ucap
Gue.
Dan ketika gue mengatakan hal itu gue
melihat ekspresi terkejut di wajahnya. Lelaki itu nampaknya telah salah mengira
dan salah mengenali siapa yang ada di foto itu.
“Kal…lau..ini bukan loe, ini
berarti…?”
“Itu Ana, saudari kembar gue…,” ucap
gue. Dan gue kembali mendapati raut wajah terkejut Reynand untuk yang kedua
kalinya hari ini. Seolah masih tak percaya dengan penjelasan gue, lelaki itu mengajukan
pertanyaannya kembali.
“Tap..tapi…Alfan bilang kalau dia
adalah Acha. Dan Acha adalah nama panggilan loe kan?” tanyanya dengan kening
yang masih berkerut.
“Iya, dia memang selalu menggunakan
nama panggilan gue ketika kecil. Dan kami pun dulu juga sering bertukar
identitas. Dan karena kami begitu mirip maka tidak akan pernah ada yang dapat
membedakan kita berdua kecuali orang tua kita dan sahabat-sahabat dekat kita,”
jelas gue.
Setelah mendengar penjelasan gue,
Reynand pun langsung terdiam dan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi.
Raut wajahnya menciptakan kebingungan dan dapat gue lihat juga bahwa dia nampak
sibuk dengan pemikirannya hingga gue yang memanggil namanya berkali-kali tak
disahutinya. Lelaki itupun kemudian pamit pulang dan tidak berkata apa-apa lagi
setelahnya.
“Ada apa denganmu Nand?” gumam gue
selepas kepergiannya.
*****
0 comments:
Posting Komentar