5 tahun kemudian….
AUTHOR’S
POV
Anastasya
menghabiskan hari liburnya seharian di kamar. Ia bahkan tidak ingin keluar
kamar sedikitpun bahkan untuk makan. Ia tak merasakan lapar sedikitpun, hingga
sore berganti malam ia hanya
tidur-tiduran di dalam kamar. Mama dan papanya yang sedari tadi khawatir
akhirnya menyerah sudah setelah berusaha meminta agar anak gadisnya mau keluar
kamar. Anastasya yang awalnya sibuk dengan beberapa buku tentang
bintang-bintang itupun akhirnya mau tidak mau membuka jendela kamar tidurnya
setelah mendengar ketukan yang cukup lama.
Ia
terkejut bukan main karena yang tengah berdiri di luar jendela kamarnya adalah
lelaki itu. Lelaki yang membuatnya tidak bisa tidur tenang beberapa hari.
Lelaki yang juga tentu saja sangat dirindukannya. Lelaki itu tersenyum dan berjalan
semakin mendekat, melompati jendela kamar Anastasya dan duduk di samping
ranjang. Sementara Anastasya berusaha untuk tidak menghiraukan lelaki itu. Ia menyibukkan
diri dengan melanjutkan kegiatannya sebelum lelaki itu masuk dengan seenaknya
ke dalam kamarnya. Melihat hal itu, Reynand hanya tersenyum. Ia melihat rambut
acak-acakan wanita itu, dan baju piyamanya yang kusut, yang entah sudah berapa
hari dikenakannya.
“Hey….,”
sapa Reynand, memulai pembicaraan tapi Anastasya tak menanggapi, dia hanya berdiam
diri dan memasang wajah dingin.
“Loe
nggak kangen sama gue…?” ucap Reynand yang tentu saja mendapatkan pengabaian
sekali lagi dari Anastasya. Melihat kelakuan Anastasya yang masih tetap sama,
ia pun akhirnya mengambil buku yang dibaca oleh Anastasya, dan hal itu tentu
saja membuat Anastasya bereaksi dengan berusaha mengambil buku itu dari tangan
Reynand, namun apa daya, tangan Reynand lebih panjang darinya, hingga ia tidak
bisa meraihnya dan yang terjadi malah dia terjatuh tepat di atas tubuh Reynand.
Anastasya menunduk malu, sementara Reynand malah senyum-senyum melihat pipi
Anastasya yang menyembul merah. Ketika Anastasya mencoba untuk bangkit, Reynand
malah menguatkan pelukannya, menahan Anastasya untuk tetap pada posisi itu.
“Gue
kangen loe….,” ucap Reynand di telinga Anastasya, dan itu tentu saja membuat
pipi Anastasya menjadi lebih memanas dan berwarna merah karena malu. Ia pun
akhirnya melepaskan diri dari Reynand setelah berusaha keras. Ia duduk dan
bersandar di kepala ranjang, begitu pula dengan Reynand, ia kemudian melakukan
hal yang sama, duduk namun dengan membaca beberapa judul buku yang berserakan
di atas tempat tidur Anastasya.
“Astronomi,
Perbintangan, Mitologi Yunani….,” ucap Reynand. “Kenapa…loe baca buku-buku
ini?” tanya Reynand kemudian. Mendengar pertanyaan Reynand, Anastasya melotot
kearah Reynand.
“Karena
nggak ada lagi yang ceritain tentang hal itu ke gue…,”
“Oh…jadi….karena
gue nggak ada lagi, loe jadinya baca sendiri buku itu buat ngatasin rasa
penasaran loe…,”
“Ish….bukan
urusan loe….,”
“Oh,
ya…kalau gue maunya ini jadi urusan gue gimana?”
“Ish….apa
sih maksud loe, Nand….?”
“Loe
nggak suka baca yang beginian, dan bukan gaya loe banget tuh pakek kacamata
kuda gitu sambil baca-baca buku beginian,”
“Sudah
gue bilang, bukan urusan loe, Nand…,”
“Dan
sudah gue bilang juga Cha, kalau gue mau ini jadi urusan gue…,”
“Loe
maunya apa sih, Nand… Belom cukup loe nyembunyiin banyak hal dari gue, belum
cukup loe buat gue seperti ini dan loe seenaknya aja pergi tanpa memberikan
penjelasan apapun ke gue. Loe tahu nggak, apa yang gue rasain, gue sakit hati,
Nand”
“Kenapa
loe harus sakit hati…?” tanya Reynand dengan santainya. Anastasya tak
menghiraukan pertanyaan Reynand itu, ia tahu bahwa lelaki itu bermaksud untuk
mempermainkannya. “Kenapa loe harus sakit hati?” tanya Reynand lagi dengan nada
suara yang lebih tinggi.
“Karena…gue…gue
suka sama loe. Gue suka sama loe, Abraham Reynand Pratama, puas loe…!” ucap
Anastasya dengan nada tinggi dan berurai air mata. Ia pun kemudian bergegas
bangkit dari tempat tidurnya untuk keluar kamar dan meninggalkan lelaki itu.
Namun, Reynand lebih cepat darinya, ia berada di ambang pintu dan tak
membiarkan gadis itu memutar kenop pintu untuk meninggalkannya. Menyadari bahwa
dirinya tidak bisa kabur, akhirnya Anastasya berbalik, namun sebelum ia kembali
Reynand memeluknya dari belakang. Anastasya yang tidak bisa berbuat apa-apa
setelah berusaha melepaskan pelukan Reynand pun akhirnya pasrah dan membiarkan
lelaki itu memeluknya.
“Terima
kasih…untuk mengatakannya lebih dulu….,” ucap Reynand sembari menyembunyikan
wajahnya di ceruk leher Anastasya. Anastasya yang mendengar perkataan Reynand
pun terkejut seketika, ia tak dapat menghentikan degupan jantungnya yang seolah
berlari keluar, ia tak peduli lagi bahwa Reynand akan menertawakannya
setelahnya ketika lelaki itu menyadari bahwa jantungnya berdegup kencang.
“Ma’af
gue pengecut. Bukannya gue nggak ingin menyatakannya lebih dulu, hanya saja gue
takut, gue takut kalau loe masih marah ke gue dan nggak percaya dengan
perkataan gue, selain itu…gue juga nggak mau ngebebani loe, jika ternyata
perasaan gue ke loe nggak terbalaskan…,” ucap Reynand. Anastasya yang mendengar
hal itupun langsung berbalik dan menatap manic mata lelaki itu. Ia tidak
menemukan kebohongan dalam manic mata itu.
“Kenapa
loe berpikiran seperti itu…?”
“Loe
kan dulu sukanya sama Naufal, dan gue nggak mau ngebebani loe dengan menyatakan
perasaan gue ke loe…,”
“Dasar
bodoh…darimana loe tahu gue suka sama Naufal…,”
“Ish…semua
orang di sekolah kita dulu sudah pada tahu kalau loe suka sama si ketos itu,”
“Hah…kok
bisa…?”
“Ya
bisalah, mereka selalu memperhatikan loe, tahu…,”
“Bagaimana
mungkin, mereka benci gue. Terus kenapa mereka merhatiin gue…,”
“Ish…,”
Reynand menjitak kepala Anastasya. “Loe tahu nggak bahwa orang yang membenci
loe, itu adalah orang yang paling memperhatikan loe, karena mereka berusaha
keras untuk mencari kelemahan loe, makanya dia bisa tahu secara mendetail
tentang loe…,” jelas Reynand yang di jawab dengan anggukan kepala oleh
Anastasya.
“Gimana
kabar loe…?” tanya Reynand kemudian setelah keduanya keluar kamar dan
memutuskan untuk berbincang di balkon.
“Seperti
yang loe lihat, berantakan….,” ucap Anastasya. Yang tentu saja mendapat gelak
tawa dari Reynand.
“Apa
itu karena gue?” tanya Reynand.
“Siapa
lagi….?” ucap Anastasya masih ketus.
“Sorry….,”
“It’s
okay. Kalau loe, gimana kabar loe…,”
“Kayak
yang loe lihat, gue makin tinggi dan tampan, fans gue juga semakin bertambah
asal loe tahu…,” ucap Reynand yang tentu saja membuat Anastasya menjadi
mendengus kesal karenanya. Reynand pun akhirnya kembali memeluk Anastasya untuk
menghentikan kekesalan gadis itu.
“Nggak
usah ngambek gitu, sekalipun fans gue banyak di Australia, tapi gue cuman
sukanya sama fans gue yang satu ini…,” ucap Reynand sembari mencubit kecil
hidung Anastasya.
“Gue
bukan fans loe, asal loe tahu….,” ucap Anastasya membela diri.
“Tapi
loe suka sama gue, itu sama aja….,” ucap Reynand.
“Ish..nyebelin
loe tuh ya….,” ucapan Anastasya terhenti oleh kecupan yang Reynand berikan di
bibir Anastasya dengan tiba-tiba.
“Gue
nggak peduli dengan berapa banyaknya fans gue di luaran sana. Gue hanya peduli
dengan gadis berpiyama hello kitty dengan rambut acak-acakan dihadapan gue saat
ini. Karena percaya atau tidak, gue sukanya sama dia. Bahkan lebih dari suka,
gue cinta, gue cinta pada gadis dihadapan gue ini. Anastasya Christy Gracella,
gue cinta loe….,” ucap Reynand yang tentu saja membuat Anastasya tersenyum
bahagia, pipinya kembali dihiasi rona merah mendengar kata-kata hangat yang
keluar dari bibir Reynand.
“Gue
percaya, gue percaya kalau loe cinta sama gue…,” ucap Anastasya.
“Benarkah?
Atas semua yang telah terjadi di masa lalu, loe percaya pada pernyataan cinta
gue?” tanya Reynand yang tentu saja di jawab anggukan oleh Anastasya.
“Atas
semua yang terjadi di masa lalu, gue percaya. Gue percaya cinta loe, Nand.
Jujur awalnya memang sulit bagi gue buat percaya ucapan nyokap loe kalau loe
sebenarnya suka sama gue, gue lebih nggak percaya lagi ketika gue tahu bahwa
ternyata loe deketin gue karena loe salah mengira bahwa gue adalah Ana, dan loe
perhatian sama gue karena janji loe pada Alfan buat ngejagain kekasihnya. Tapi,
kemudian gue sadar, bahwa loe tahu hal itu sudah beberapa bulan lamanya, namun
sikap loe ke gue nggak berubah, itulah yang kemudian ngebuat gue percaya bahwa
loe benar-benar suka gue….,”
“Ya
tentu saja….,”
“Terus,
boleh gue nanya satu hal yang masih nggak gue ngerti sampai saat ini?”
“Apa
itu?”
“Kenapa
loe milih ninggalin gue, bahkan tanpa penjelasan sedikitpun?”
“It..itu
karena…gue hanya nggak mau bahwa loe akan berpikir bahwa penjelasan gue
hanyalah bentuk pembelaan gue semata jika gue jelasin ke loe waktu itu,”
“Apa
karena kekeras kepalahan gue…,”
“Tepat,
loe itu kepala batu. Jadi, gue tahu bahwa loe pastinya nggak akan percaya
dengan mudah. Makanya gue kasih loe kesempatan agar otak loe, loe gunain buat
mikir…,”
“Dengan
cara ninggalin gue?”
“It’s
right….,”
“Ish…dasar…jahat…,”
“Tapi,
loe cinta kan sama orang jahat ini…,” goda Reynand yang tentu saja mendapat
hadiah cubitan kecil dari Anastasya karena sengaja mengejeknya.
“Terus
alasannya apa lagi…,”
“Seperti
yang gue bilang di awal, karena Naufal..,”
“Hah….?”
“Iya,
karena gue kira loe cinta mati sama Naufal, makanya gue pikir loe bakal bahagia
jika gue pergi dan loe sama Naufal…,”
“Ish…dasar…lagi..lagi…loe
ngejudge gue…,”
“Hehe…sorry….,”
“Terus
kenapa loe sekarang balik? Harusnya loe berpikir gue udah hidup bahagia, nikah
dan punya anak sama Naufal…,”
“Karena
gue punya mata-mata. Gue punya mata-mata yang bisa ngasih tahu gue semua hal
tentang loe, semua hal yang loe lakuin, tiap jam, tiap menit atau bahkan tiap
detik sekalipun…,”
“Hah…siapa?”
“Ada
nyokap gue, Dinda, Bimbo, Bibi Pembantu rumah loe, dan tentu saja nyokap loe…,”
“Ihh…pantes
aja mama selalu nanyain kabar gue tiap menit kalau gue lagi di kantor, itu
pasti karena kerjaan loe…,”
“Hehehe…sorry…,”
ucap Reynand. “Oh ya ada satu hal lagi,”
“Apa?”
“Loe
hanya boleh nikah dan punya anak sama gue, nggak sama naufal atau yang
lainnya…,”
“Ish…itu
perintah…,”
“Bukan…itu
keharusan…”
“Dasar
pria pemaksa, memangnya gue mau nikah sama kamu?”
“Tentu
saja,”
“Ih…kepedean…,”
ucap Anastasya sembari berjalan kembali ke kamarnya.
“Nggak
kepedean, ini kenyataannya. Tuh kan loe ngajak kita balik ke kamar…,”
“Ih…dasar
otak mesum. Gue mau tidur, ini sudah tengah malem dan gue besok harus kerja.
Lagian siapa juga yang ngajakin loe ke kamar gue, balik sono…,”
“Alah
Cha…ayolah..gue masih kangen sama loe. Nggak ngapa-ngapain nggak papa deh yang
penting gue sama loe malem ini…,”
“Dasar
gila, loe mau di gerbek orang satu kampung, kita bisa dinikahkan langsung
tahu….,”
“Itu
malah yang gue mau…,”
“Nggak
mau pokoknya, loe balik sono ke kamar loe…,”
“Tapi,
Cha, gue kan masih kangen. Gue bakal ceritain ke loe tentang rasi bintang deh,
em…tentang Andromeda, gue kan belum sempet ceritain itu ke loe…,”
“Ih…udah
lima tahun telat banget Nand, gue udah tahu ceritanya. Gue udah baca
buku-bukunya bahkan udah tanya ke mbah google, jadi gue nggak perlu lagi denger
cerita loe…,”
“Cerita
di buku nggak seru Cha, seruan denger cerita gue lagi…,”
Perdebatan
seperti dulu pun terjadi lagi antara dua sejoli itu. Lima tahun berpisah tak
membuat keduanya menjadi canggung. Mereka tetap saja masih sama seperti dulu,
seperti tom dan jerry yang selalu saja tak henti bertengkar. Namun, satu hal
yang membedakan mereka tidak lagi saling mengejar, karena mereka telah
memutuskan untuk saling berjalan bersama.
0 comments:
Posting Komentar