Jumat, 13 Juli 2018

Fifteen

Edit Posted by with No comments


5 tahun kemudian….
AUTHOR’S POV
            Anastasya menghabiskan hari liburnya seharian di kamar. Ia bahkan tidak ingin keluar kamar sedikitpun bahkan untuk makan. Ia tak merasakan lapar sedikitpun, hingga sore berganti malam ia hanya  tidur-tiduran di dalam kamar. Mama dan papanya yang sedari tadi khawatir akhirnya menyerah sudah setelah berusaha meminta agar anak gadisnya mau keluar kamar. Anastasya yang awalnya sibuk dengan beberapa buku tentang bintang-bintang itupun akhirnya mau tidak mau membuka jendela kamar tidurnya setelah mendengar ketukan yang cukup lama.
            Ia terkejut bukan main karena yang tengah berdiri di luar jendela kamarnya adalah lelaki itu. Lelaki yang membuatnya tidak bisa tidur tenang beberapa hari. Lelaki yang juga tentu saja sangat dirindukannya. Lelaki itu tersenyum dan berjalan semakin mendekat, melompati jendela kamar Anastasya dan duduk di samping ranjang. Sementara Anastasya berusaha untuk tidak menghiraukan lelaki itu. Ia menyibukkan diri dengan melanjutkan kegiatannya sebelum lelaki itu masuk dengan seenaknya ke dalam kamarnya. Melihat hal itu, Reynand hanya tersenyum. Ia melihat rambut acak-acakan wanita itu, dan baju piyamanya yang kusut, yang entah sudah berapa hari dikenakannya.
            “Hey….,” sapa Reynand, memulai pembicaraan tapi Anastasya tak menanggapi, dia hanya berdiam diri dan memasang wajah dingin.
            “Loe nggak kangen sama gue…?” ucap Reynand yang tentu saja mendapatkan pengabaian sekali lagi dari Anastasya. Melihat kelakuan Anastasya yang masih tetap sama, ia pun akhirnya mengambil buku yang dibaca oleh Anastasya, dan hal itu tentu saja membuat Anastasya bereaksi dengan berusaha mengambil buku itu dari tangan Reynand, namun apa daya, tangan Reynand lebih panjang darinya, hingga ia tidak bisa meraihnya dan yang terjadi malah dia terjatuh tepat di atas tubuh Reynand. Anastasya menunduk malu, sementara Reynand malah senyum-senyum melihat pipi Anastasya yang menyembul merah. Ketika Anastasya mencoba untuk bangkit, Reynand malah menguatkan pelukannya, menahan Anastasya untuk tetap pada posisi itu.
            “Gue kangen loe….,” ucap Reynand di telinga Anastasya, dan itu tentu saja membuat pipi Anastasya menjadi lebih memanas dan berwarna merah karena malu. Ia pun akhirnya melepaskan diri dari Reynand setelah berusaha keras. Ia duduk dan bersandar di kepala ranjang, begitu pula dengan Reynand, ia kemudian melakukan hal yang sama, duduk namun dengan membaca beberapa judul buku yang berserakan di atas tempat tidur Anastasya.
            “Astronomi, Perbintangan, Mitologi Yunani….,” ucap Reynand. “Kenapa…loe baca buku-buku ini?” tanya Reynand kemudian. Mendengar pertanyaan Reynand, Anastasya melotot kearah Reynand.
            “Karena nggak ada lagi yang ceritain tentang hal itu ke gue…,”
            “Oh…jadi….karena gue nggak ada lagi, loe jadinya baca sendiri buku itu buat ngatasin rasa penasaran loe…,”
            “Ish….bukan urusan loe….,”
            “Oh, ya…kalau gue maunya ini jadi urusan gue gimana?”
            “Ish….apa sih maksud loe, Nand….?”
            “Loe nggak suka baca yang beginian, dan bukan gaya loe banget tuh pakek kacamata kuda gitu sambil baca-baca buku beginian,”
            “Sudah gue bilang, bukan urusan loe, Nand…,”
            “Dan sudah gue bilang juga Cha, kalau gue mau ini jadi urusan gue…,”
            “Loe maunya apa sih, Nand… Belom cukup loe nyembunyiin banyak hal dari gue, belum cukup loe buat gue seperti ini dan loe seenaknya aja pergi tanpa memberikan penjelasan apapun ke gue. Loe tahu nggak, apa yang gue rasain, gue sakit hati, Nand”
            “Kenapa loe harus sakit hati…?” tanya Reynand dengan santainya. Anastasya tak menghiraukan pertanyaan Reynand itu, ia tahu bahwa lelaki itu bermaksud untuk mempermainkannya. “Kenapa loe harus sakit hati?” tanya Reynand lagi dengan nada suara yang lebih tinggi.
            “Karena…gue…gue suka sama loe. Gue suka sama loe, Abraham Reynand Pratama, puas loe…!” ucap Anastasya dengan nada tinggi dan berurai air mata. Ia pun kemudian bergegas bangkit dari tempat tidurnya untuk keluar kamar dan meninggalkan lelaki itu. Namun, Reynand lebih cepat darinya, ia berada di ambang pintu dan tak membiarkan gadis itu memutar kenop pintu untuk meninggalkannya. Menyadari bahwa dirinya tidak bisa kabur, akhirnya Anastasya berbalik, namun sebelum ia kembali Reynand memeluknya dari belakang. Anastasya yang tidak bisa berbuat apa-apa setelah berusaha melepaskan pelukan Reynand pun akhirnya pasrah dan membiarkan lelaki itu memeluknya.
            “Terima kasih…untuk mengatakannya lebih dulu….,” ucap Reynand sembari menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Anastasya. Anastasya yang mendengar perkataan Reynand pun terkejut seketika, ia tak dapat menghentikan degupan jantungnya yang seolah berlari keluar, ia tak peduli lagi bahwa Reynand akan menertawakannya setelahnya ketika lelaki itu menyadari bahwa jantungnya berdegup kencang.
            “Ma’af gue pengecut. Bukannya gue nggak ingin menyatakannya lebih dulu, hanya saja gue takut, gue takut kalau loe masih marah ke gue dan nggak percaya dengan perkataan gue, selain itu…gue juga nggak mau ngebebani loe, jika ternyata perasaan gue ke loe nggak terbalaskan…,” ucap Reynand. Anastasya yang mendengar hal itupun langsung berbalik dan menatap manic mata lelaki itu. Ia tidak menemukan kebohongan dalam manic mata itu.
            “Kenapa loe berpikiran seperti itu…?”
            “Loe kan dulu sukanya sama Naufal, dan gue nggak mau ngebebani loe dengan menyatakan perasaan gue ke loe…,”
            “Dasar bodoh…darimana loe tahu gue suka sama Naufal…,”
            “Ish…semua orang di sekolah kita dulu sudah pada tahu kalau loe suka sama si ketos itu,”
            “Hah…kok bisa…?”
            “Ya bisalah, mereka selalu memperhatikan loe, tahu…,”
            “Bagaimana mungkin, mereka benci gue. Terus kenapa mereka merhatiin gue…,”
            “Ish…,” Reynand menjitak kepala Anastasya. “Loe tahu nggak bahwa orang yang membenci loe, itu adalah orang yang paling memperhatikan loe, karena mereka berusaha keras untuk mencari kelemahan loe, makanya dia bisa tahu secara mendetail tentang loe…,” jelas Reynand yang di jawab dengan anggukan kepala oleh Anastasya.
            “Gimana kabar loe…?” tanya Reynand kemudian setelah keduanya keluar kamar dan memutuskan untuk berbincang di balkon.
            “Seperti yang loe lihat, berantakan….,” ucap Anastasya. Yang tentu saja mendapat gelak tawa dari Reynand.
            “Apa itu karena gue?” tanya Reynand.
            “Siapa lagi….?” ucap Anastasya masih ketus.
            “Sorry….,”
            “It’s okay. Kalau loe, gimana kabar loe…,”
            “Kayak yang loe lihat, gue makin tinggi dan tampan, fans gue juga semakin bertambah asal loe tahu…,” ucap Reynand yang tentu saja membuat Anastasya menjadi mendengus kesal karenanya. Reynand pun akhirnya kembali memeluk Anastasya untuk menghentikan kekesalan gadis itu.
            “Nggak usah ngambek gitu, sekalipun fans gue banyak di Australia, tapi gue cuman sukanya sama fans gue yang satu ini…,” ucap Reynand sembari mencubit kecil hidung Anastasya.
            “Gue bukan fans loe, asal loe tahu….,” ucap Anastasya membela diri.
            “Tapi loe suka sama gue, itu sama aja….,” ucap Reynand.
            “Ish..nyebelin loe tuh ya….,” ucapan Anastasya terhenti oleh kecupan yang Reynand berikan di bibir Anastasya dengan tiba-tiba.
            “Gue nggak peduli dengan berapa banyaknya fans gue di luaran sana. Gue hanya peduli dengan gadis berpiyama hello kitty dengan rambut acak-acakan dihadapan gue saat ini. Karena percaya atau tidak, gue sukanya sama dia. Bahkan lebih dari suka, gue cinta, gue cinta pada gadis dihadapan gue ini. Anastasya Christy Gracella, gue cinta loe….,” ucap Reynand yang tentu saja membuat Anastasya tersenyum bahagia, pipinya kembali dihiasi rona merah mendengar kata-kata hangat yang keluar dari bibir Reynand.
            “Gue percaya, gue percaya kalau loe cinta sama gue…,” ucap Anastasya.
            “Benarkah? Atas semua yang telah terjadi di masa lalu, loe percaya pada pernyataan cinta gue?” tanya Reynand yang tentu saja di jawab anggukan oleh Anastasya.
            “Atas semua yang terjadi di masa lalu, gue percaya. Gue percaya cinta loe, Nand. Jujur awalnya memang sulit bagi gue buat percaya ucapan nyokap loe kalau loe sebenarnya suka sama gue, gue lebih nggak percaya lagi ketika gue tahu bahwa ternyata loe deketin gue karena loe salah mengira bahwa gue adalah Ana, dan loe perhatian sama gue karena janji loe pada Alfan buat ngejagain kekasihnya. Tapi, kemudian gue sadar, bahwa loe tahu hal itu sudah beberapa bulan lamanya, namun sikap loe ke gue nggak berubah, itulah yang kemudian ngebuat gue percaya bahwa loe benar-benar suka gue….,”
            “Ya tentu saja….,”
            “Terus, boleh gue nanya satu hal yang masih nggak gue ngerti sampai saat ini?”
            “Apa itu?”
            “Kenapa loe milih ninggalin gue, bahkan tanpa penjelasan sedikitpun?”
            “It..itu karena…gue hanya nggak mau bahwa loe akan berpikir bahwa penjelasan gue hanyalah bentuk pembelaan gue semata jika gue jelasin ke loe waktu itu,”
            “Apa karena kekeras kepalahan gue…,”
            “Tepat, loe itu kepala batu. Jadi, gue tahu bahwa loe pastinya nggak akan percaya dengan mudah. Makanya gue kasih loe kesempatan agar otak loe, loe gunain buat mikir…,”
            “Dengan cara ninggalin gue?”
            “It’s right….,”
            “Ish…dasar…jahat…,”
            “Tapi, loe cinta kan sama orang jahat ini…,” goda Reynand yang tentu saja mendapat hadiah cubitan kecil dari Anastasya karena sengaja mengejeknya.
            “Terus alasannya apa lagi…,”
            “Seperti yang gue bilang di awal, karena Naufal..,”
            “Hah….?”
            “Iya, karena gue kira loe cinta mati sama Naufal, makanya gue pikir loe bakal bahagia jika gue pergi dan loe sama Naufal…,”
            “Ish…dasar…lagi..lagi…loe ngejudge gue…,”
            “Hehe…sorry….,”
            “Terus kenapa loe sekarang balik? Harusnya loe berpikir gue udah hidup bahagia, nikah dan punya anak sama Naufal…,”
            “Karena gue punya mata-mata. Gue punya mata-mata yang bisa ngasih tahu gue semua hal tentang loe, semua hal yang loe lakuin, tiap jam, tiap menit atau bahkan tiap detik sekalipun…,”
            “Hah…siapa?”
            “Ada nyokap gue, Dinda, Bimbo, Bibi Pembantu rumah loe, dan tentu saja nyokap loe…,”
            “Ihh…pantes aja mama selalu nanyain kabar gue tiap menit kalau gue lagi di kantor, itu pasti karena kerjaan loe…,”
            “Hehehe…sorry…,” ucap Reynand. “Oh ya ada satu hal lagi,”
            “Apa?”
            “Loe hanya boleh nikah dan punya anak sama gue, nggak sama naufal atau yang lainnya…,”
            “Ish…itu perintah…,”
            “Bukan…itu keharusan…”
            “Dasar pria pemaksa, memangnya gue mau nikah sama kamu?”
            “Tentu saja,”
            “Ih…kepedean…,” ucap Anastasya sembari berjalan kembali ke kamarnya.
            “Nggak kepedean, ini kenyataannya. Tuh kan loe ngajak kita balik ke kamar…,”
            “Ih…dasar otak mesum. Gue mau tidur, ini sudah tengah malem dan gue besok harus kerja. Lagian siapa juga yang ngajakin loe ke kamar gue, balik sono…,”
            “Alah Cha…ayolah..gue masih kangen sama loe. Nggak ngapa-ngapain nggak papa deh yang penting gue sama loe malem ini…,”
            “Dasar gila, loe mau di gerbek orang satu kampung, kita bisa dinikahkan langsung tahu….,”
            “Itu malah yang gue mau…,”
            “Nggak mau pokoknya, loe balik sono ke kamar loe…,”
            “Tapi, Cha, gue kan masih kangen. Gue bakal ceritain ke loe tentang rasi bintang deh, em…tentang Andromeda, gue kan belum sempet ceritain itu ke loe…,”
            “Ih…udah lima tahun telat banget Nand, gue udah tahu ceritanya. Gue udah baca buku-bukunya bahkan udah tanya ke mbah google, jadi gue nggak perlu lagi denger cerita loe…,”
            “Cerita di buku nggak seru Cha, seruan denger cerita gue lagi…,”
            Perdebatan seperti dulu pun terjadi lagi antara dua sejoli itu. Lima tahun berpisah tak membuat keduanya menjadi canggung. Mereka tetap saja masih sama seperti dulu, seperti tom dan jerry yang selalu saja tak henti bertengkar. Namun, satu hal yang membedakan mereka tidak lagi saling mengejar, karena mereka telah memutuskan untuk saling berjalan bersama.


0 comments:

Posting Komentar