Rabu, 22 April 2020

Delapan

Edit Posted by with No comments

Keheningan terjadi di antara keduanya.Mereka duduk berdua dengan arah pandang menatap tepi pantai.Botol-botol, minuman kaleng sudah banyak yang kosong, karena keduanya hanya asyik minum dan berkelana dengan pikirannya masing-masing.Hingga akhirnya Alvi angkat bicara untuk memecah keheningan itu.
         “Ceritakan ke gue semua kebenarannya tanpa terkecuali…,” ucap Alvi.
         Niken menatap wajah lelaki yang duduk di sampingnya  itu. Lelaki itu bertanya tanpa memandang ke arahnya.Dan Niken pun tahu, bahwa lelaki itu mungkin masih memendam amarahnya.Dan akhirnya detik berikutnya dia pun mulai menceritakan semua hal pada Alvi.
         “Gue sebenarnya gak tahu harus memulai cerita ini dari mana.Karena cerita ini sungguh sangat rumit dan dulu aku menghabiskan begitu banyak waktuku hanya untuk mencari benang merah dari semua permasalahan ini,” ucap Niken sebagai pembuka ceritanya.
         “Semua ini berawal dari cerita lama dimana kakek, nenek loe dan kakek nenek gue adalah bersahabat.Dan benar adanya memang tentang perjodohan di antara keluarga kita.Tapi, dulu yang di jodohkan adalah Tante Selvi dengan Papa Dana. Papa sangat mencintai Tante Selvi, tapi tidak dengan Tante Selvi, dia mencintai lelaki lain. Hingga akhirnya Tante Selvi memilih pergi meninggalkan Papa Dana dan menikah dengan Om Bram, sementara Papa Dana akhirnya menikah dengan Mama Ratih,” jelas Niken.
         “Papa Dana menginginkan anak laki-laki sebagai penerus keluarganya, tapi yang ia dapatkan ternyata adalah anak perempuan yaitu gue yang dulu sering di panggil “Violin” dan adik gue “Viola”.Papa Dana tidak menginginkan kami dan akhirnya Oma menyerahkan gue dan Viola ke Tante Selvi. Dan kami pun menjadi anak Tante Selvi dan Om Bram dan menjadi keluarga Bramasta tanpa sepengetahuan Papa dan tentu saja Mama juga tidak tahu karena sejak awal Mama memang tidak pernah tahu apa-apa. Papa mengatakan pada Mama kalau anak yang dilahirkannya meninggal karena terlahir tidak normal, dan hal itu membuat Mama Ratih menjadi depresi,” jelas Niken yang kini kembali membuat matanya berkaca-kaca.
         Alvi menolehkan pandangannya pada Niken, ia tahu dari suara gadis itu yang berubah menjadi parau karena menahan tangisnya. Tapi, kemudian gadis itu berusaha untuk menyembunyikannya dan berusaha untuk tetap bersikap wajar, hingga kemudian gadis itu melanjutkan ceritanya setelah mengambil nafas panjang.
         “Suatu hari Papa Dana membawa pulang seorang bayi laki-laki yang entah di dapatkannya dari mana.Bayi laki-laki itu adalah loe, Alvi, dan papa memberikan marganya pada loe. Kedatangan loe ngebuat Mama Ratih sembuh dari depresinya, Mama mencintai loe dan menganggap loe sebagai pengganti kami. Mama menyayangi loe seperti anaknya sendiri, sementara gue dan Viola tak pernah mendapatkan sedikitpun cinta Mama dan Papa. Ketika usia gue 15 tahun, gue tahu kebenaran tentang hal itu. Waktu itu gue nggak sengaja denger pembicaraan Om Bram dan Tante Selvi, dan gue sungguh terkejut akan hal itu. Loe tahu apa yang loe rasakan ketika orang tua loe sendiri gak mau nerima anaknya sendiri dan malah memilih untuk mengasuh anak orang lain? Rasanya sungguh menyakitkan Vi, menyesakkan seakan loe kesulitan untuk bernafas meskipun sebenarnya udara tersedia cukup banyak untuk bisa loe hirup,”
         “Om Bram dan Tante Selvi menyuruh gue untuk menyimpan rahasia itu dari siapapun termasuk saudara kembar gue Viola, mengingat kondisi dia yang lemah dan sering sakit-sakitan. Tapi, gue gak pandai berbohong Vi, gue gak bisa berpura-pura baik-baik saja setiap kali gue lihat Papa setiap harinya mengingat Om Bram dan Tante Selvi bekerja untuk perusahaan Papa Dana. Dan akhirnya karena hal itulah Om Bram dan Tante Selvi mengirim gue ke luar negeri untuk melindungi gue, tidak saja agar terhindar dari Papa tapi juga musuh-musuh Papa,” jelas Niken.
         “Lalu, bagaiman Om Bram, Tante Selvi dan Viola bisa meninggal?” tanya Alvi.
         “Mereka di bunuh….,” ucap Niken yang tentu saja membuat Alvi terbelalak kaget.
         “Bag…bagaimana mungkin loe mengetahuinya?” tanya Alvi.
         “Sama seperti yang gue ceritain ke loe dulu, gue tahu semua itu dari adik gue. Viola mengatakan kepadaku kalau beberapa hari terakhir sebelum kematiannya, ia tengah di intai. Dan pelakunya tentu saja musuh papa.Musuh papa akhirnya tahu bahwa Viola adalah anak kandung papa, meskipun mereka tidak melihat wajah Viola secara langsung.Dan mereka pun kemudian melakukan balas dendam kepada papa dengan melakukan pembunuhan terhadap Viola. Dengan begitu, mereka berharap bahwa dengan kematian putrinya, papa akan hancur sehancur-hancurnya. Namun nyatanya lain, papa bahkan tidak bersedih sedikitpun atas kematian Viola. Ia hanya mementingkan perusahaannya, yang dipikirkannya hanyalah tentang bagaimana ia menjadikan perusahaannya menjadi leader diantara perusahaan-perusahaan yang lainnya,” jelas Niken yang kemudian dengan suara parau karena menhan tangisnya.
         Alvi yang mendengar penuturan cerita Niken, kini tak menemukan kebohongan di mata gadis itu ketika gadis itu menceritakan semuanya kepadanya.Ia juga tidak menyangka bagaimana rumit dan sulitnya kehidupan gadis yang berada di sampingnya itu. Dirinya merasa bersalah kepada gadis itu, bagaimana tidak ia hidup dalam kemewahan sejak kecil. Meski ia tidak tahu siapa orang tua kandungnya, tapi ia mendapatkan kasih saying yang sangat banyak dari orang tua kandung Niken, sementara gadis itu malah hidup dalam pelarian dan kesusahan sekalipun ia tahu bahwa keluarganya adalah keluarga terkaya kedua di negaranya.
         Alvi tidak dapat membayangkan betapa sedih rasanya ketika dirinya berada di posisi Niken, dimana kelahirannya tidak  di harapkan oleh papanya karena ambisi yang menguasainya. Keheningan tercipta beberapa waktu ketika Niken selesai dengan ceritanya.Hingga kemudian Alvi menanyakan beberapa pertanyaan lagi kepada gadis itu.
         “Loe bilang, loe peduli pada gue karena adik loe, apa maksudnya? Gue bahkan sama sekali nggak kenal sama adik loe?” tanya Alvi. Niken menatap kedua manik mata lelaki yang melontarkan pertanyaan itu kepada dirinya.
         “Em…it..itu karena….,” ucap Niken terbata-bata.
         “Why? Karena apa Ken?” tanya Alvi dengan rasa penasarannya.
         “Karena adik gue…jatuh cinta sama loe….,” ucap Niken dengan susah payah.
         Alvi yang mendengar jawaban Niken seolah tak percaya dengan apa yang di dengarnya dari gadis itu. Bagaimana mungkin dia percaya bahwa adiknya mencintai dirinya yang nyatanya adalah perebut kebahagiaannya.Ia merebut posisinya dan juga kasih saying kedua orang tuanya.
         Niken yang melihat tatapan mata lelaki dihadapannya yang menatapnya dengan banyak tanya dan menyiratkan ketidak percayaan lelaki itu pada jawaban darinya, segera menggelengkan kepalanya seraya member jawaban tidak, dirinya tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi.
         “Gue nggak tahu Vi, gue nggak tahu kenapa Viola bisa mencintai loe. Harusnya dia membenci loe sama sepertiku dan bukannya mencintai loe, karena loe telah mengambil semua kasih sayang orang tua kami. Tapi suatu hari dia berkata pada gue kalau cinta tidak pernah bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh,  ia juga tidak pernah meminta sebelumnya bahwa rasa cintanya akan jatuh pada loe. Dia bilang bahwa bukan salah loe kalau pada akhirnya gue dan dia kehilangan cinta orang tua kami karena nyatanya loe bahkan nggak tahu apa-apa tentang masalah ini.Karena itulah, ketika dia merasa bahwa harinya telah habis di dunia, dia meminta gue buat selalu ada bersama loe, disaat loe mengetahui semua kebenaran ini.Dia nggak ingin melihat loe terpuruk dan menyalahkan diri loe sendiri,” jelas Niken.
         “Niken Graviola Bramasta, seorang gadis yang bahkan tak pernah ku temui, tapi dia mencintai gue dengan begitu dalamnya. Apakah gue termasuk salah satu yang beruntung?” ujar Alvi.
         “Ya, tentu saja.Loe adalah orang paling beruntung sedunia karena mendapat cinta darinya.Dia gadis yang cantik, lugu dan berbakat.Ia berbakat dalam bermain piano apalagi biola.Ia dikagumi oleh banyak para lelaki, namun dia hanya tertuju pada loe, dia bodoh kan? Padahal apa coba yang dia liat dari loe….,” ucap Niken dan tentu saja  membuat Alvi sedikit tersinggung.
         “Heii…gue nggak terlalu buruk dan gue juga pantas di cintai….,” ucap Alvi sembari mengerucutkan bibirnya.
         “Ah…benarkah….?” Tanya Niken menggoda lelaki itu yang tentu saja membuat Alvi merasa sedikit kesal.
         Akhirnya ia pun membalas Niken dengan menggelitik tubuh gadis itu. Niken yang tidak tahan dengan geli itu pun berlari menghindari lelaki itu. Namun, bukan Alvi namanya jika ia tidak bisa mengejar gadis itu. Ia mengejar Niken dan akhirnya Niken pun tertangkap olehnya. Niken bernafas dengan terengah-engah akibat ia lelah berlari, ia berada dalam dekapan Alvi kali ini. Mereka sama-sama mengambil napas karena lelah berlarian.Akhirnya keheningan pun tercipta beberapa saat di antara mereka.Kemudian Alvi pun berkata.
         “Sudah malam bisakah kita beristirahat sekarang?” tanya Alvi.
         “Tentu saja.Hari ini hari yang panjang dan aku juga lelah…,” seru Niken.
         “Em…Ken….,”
         “Apa?”
         “Apa kita akan tidur satu ranjang?” tanya Alvi dengan malu-malu ketika mereka sudah sampai di dalam rumah di tepi pantai itu. Rumah itu adalah rumah pembelian Alvi, dimana dia sering menghabiskan waktunya disitu jika suasana hatinya sedang buruk seraya mencari ketenangan.
         “Ya tentu saja. Disini cuman ada satu kamar kan?” tanya Niken dan Alvi mejawab dengan anggukan. “Kita akan tidur sekamar, kecuali kalau kamu bersedia untuk tidur di sofa dan kamar itu gue yang nempati…,” ucap Niken dengan tersenyum licik.
         “Ish…enak aja loe.Ini rumah-rumah gue, harusnya gue yang tidur di kamar dan loe yang tidur di sofa…,”dengus Alvi.
         “Nggak mau, pokoknya loe tidur di sofa.Kalau loe nggak mau juga, ya sudah terpaksa kita tidur satu ranjang..,” ucap Niken.
         “Ya, tentu saja siapa takut…,” ucap Alvi yang langsung masuk ke kamar tidur mengikuti Niken dibelakang.
         Beberapa menit kemudian Niken pun tertidur pulas di samping Alvi.Alvi menatap gadis itu.Ia meletakkan rambut gadis itu di balik telinganya.
         “Terima kasih sudah bersedia menemaniku Ken.Ma’afkan aku atas semuanya. Bisakah loe menghilangkan rasa benci loe ke gue sama seperti yang dilakukan adik loe ke gue? Karena gue butuh loe sejak gue mulai merasakan sesuatu sama loe, dan gue harap suatu saat nanti loe juga mulai ada perasaan ke gue,” ucap Alvi lirih yang tidak mungkin terdengar oleh gadis yang tertidur pulas itu. Alvi mengecup kening Niken ringan dan ia mengambil tubuh gadis itu dan meletakkannya dalam pelukannya hingga dia tertidur kemudian.
*****



0 comments:

Posting Komentar