Rabu, 22 April 2020

Sembilan

Edit Posted by with No comments

Matahari mulai meninggi dan cahayanya membuat Niken harus membuka matanya karena silaunya. Namun, ketika ia mulai terbangun ia merasakan ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Ketika ia mulai membuka matanya betapa ia terkejut bahwa wajahnya kini berada dalam jarak yang cukup dekat dengan Alvi. Ia yang kesadarannya kini telah kembali kemudian menendang tubuh lelaki itu.
       “Arrgghhhh…..,” teriak Niken.
       Alvi yang mendapat dorongan dan mendengar teriakan Niken pun segera bangun dari posisi jatuhnya.
       “Ada apaan sih Ken….?” Tanya Alvi dengan setengah kesadaran.
       “Loe..ngapain peluk-peluk gue….,”
       “Oh itu….,” ucap Alvi singkat tanpa member penjelasan dan kemudian ia kembali ke tempat tidur untuk tidur kembali. Namun, Niken mengguncang tubuhnya.
       “Eh..malah tidur lagi. Beri penjelasan kenapa gue bisa tidur di pelukan loe…?” ucap Niken.
       “Ish…loe tuh ya.Gak ada penjelasan, gue cuman pingin meluk loe itu aja, titik.Dan sekarang biarkan gue tidur lagi,” ucap Alvi.
       “Ihhh…dasar yaloe, kemarin loe udah nyuri ciuman gue dan sekarang loe tidur meluk-meluk gue.Apa jangan-jangan ada yang salah dengan otak loe ya Vi karena masalah ini?” duga Niken.
       “Astaga Niken, gue mau tidur lagi loe jangan ganggu gue dengan pikiran aneh loe itu. Lagian loe itu kan udah jadi istri gue, jadi wajar kan kalau gue ngelakuin itu. Untung aja gue cuman ngelakuin itu dan nggak minta hak gue sebagai suami ke loe…,” seru Alvi.
       Niken yang sadar akan kebenaran perkataan Alvi pun manggut-manggut. Tapi setelah ia mendengar hak Alvi sebagai suami ia malu dan segera berlari menuju kamar mandi, karena dia takut bahwa lelaki itu akan beneran meminta hak nya pada dirinya. Selepas kepergian Niken, Alvi hanya senyum-senyum sendiri melihat wajah Niken yang memerah karena perkataannya.Ia kini memiliki senjata ampuh untuk menghadapi gadis itu agar tidak merecoki dirinya.
*****
       Keduanya pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan menyelesaikan semua perseteruan yang terjadi.Harus ada yang mengakhiri acara balas dendam yang cukup rumit ini, dan hal itulah yang harus dilakukan oleh Alvi dan Niken.Oma Mia menunggu dengan cemas di depan gerbang rumah keluarga Keysnandra, ia tidak tahu harus berbuat seperti apa lagi. Kini benang rumit itu satu-persatu sudah mulai terurai. Satu rahasia besar yang ia sembunyikan rapat-rapat tentang kelakuan anak lelakinya kini sudah terkuak. Menantunya sudah mengetahui segalanya, tentang kebenaran itu dan akibatnya kini pertengkaran hebat terjadi diantara anak lelaki dan menantunya itu.
       Alvi dan Niken yang hendak memasuki gerbang rumah yang cukup megah itu, merasa bingung dengan raut wajah khawatir oma nya.Mereka berdua pun segera menghampiri sesosok yang berusia sekitar delapan puluhan itu.
       “Oma..kenapa oma mondar-mandir begitu?” tanya Alvi memecahkan keheningan.
       “Iya, oma kelihatan khawatir. Apa yang terjadi?” tanya Niken.
       Oma mia tak menanggapi pertanyaan keduanya.Ia hanya kemudian berhambur dan memeluk tubuh Niken.Niken yang melihat oma nya seperti itu semakin khawatir.
       “Ada apa oma? Ceritakan pada Niken…,”
       “Ma’fkan oma nak. Oma nggak bisa menyembunyikan semua kebenaran itu lagi dari mama mu…,”
       “Mak…maksud oma?”Alvi semakin penasaran begitu pula dengan Niken.
       “Mamamu, Ratih, ia sudah mengetahui semua kebenarannya tentang kalian berdua, dan tentang semua yang terjadi di masa lalu. Dan sekarang mereka berdua sedang bertengkar hebat di dalam…,”
       “Maksud oma, mama Ratih dan papa Dana?” tanya Alvi.
       “Iya, oma tidak tahu harus berbuat apa lagi. Oma merasa bersalah karena menyembunyikan semuanya dari mamamu Ratih, tapi oma juga tidak ingin dia depresi seperti dulu lagi,”
       “Oma…oma tenang saja.Biar Alvi dan Niken yang akan melerai mereka,” jelas Alvi.
       “Iya oma, inilah  satu-satunya cara agar semuanya berakhir…,”ujar Niken.
         Setelah pertengkaran antara Papa dan Mamanya beberapa jam yang lalu, disinilah Niken dan Alvi sekarang berada. Di sebuah rumah sakit, dimana tepat dihadapannya terbaring seorang wanita separuh baya yang sangat di cintainya. Mamanya, seseorang yang melahirkannya, meskipun ia tak ikut andil membesarkan dirinya. Namun, Niken cukup paham situasi apa yang mendasari hal itu, hingga mama-nya tidak bisa mencurahkan kasih sayangnya kepada dirinya dan adiknya. Niken menangis tersedu, di samping ranjang tempat mamanya berbaring dengan berbagai selang infus dan alat bantu pernafasan, menjalar di beberapa titik tubuh wanita paruh baya itu.
         Niken tak ingin menghadapi situasi itu lagi.Ia tak mau kehilangan lagi. Sudah cukup ia kehilangan Om Bram dan Tante Selvi yang sudah dianggapnya sebagai orang tua kandungnya sendiri. Ia juga sudah kehilangan adik kesayangannya, satu-satunya yang paling dicintainya di dunia ini, dan kini ia tidak ingin kehilangan lagi, kehilangan wanita paruh baya di hadapannya itu. Ia ingin bertindak egois, untuk mendapatkan kasih sayang dari wanita itu yang tidak pernah di dapatkannya sebelumnya. Karenanya, ia meminta pada Tuhan, untuk kali ini, jangan, ia masih belum siap untuk kehilangan lagi, meskipun ia tahu bahwa dirinya juga pada akhirnya akan kembali kepada sang pemilik. Ia merasakan tangan hangat menepuk punggungnya dengan lembut, ia tahu pemilik tangan itu dan ia berbicara lirih pada pemiliknya.
         “Apa gue akan kehilangan lagi, Will?” tanya Niken pada sahabatnya yang berwajah setengah bule itu. Selepas pernikahan Niken, William memang tidak kembali ke Amerika, ia memilih untuk tetap tinggal beberapa waktu sembari menyelesaikan semua pekerjaannya yang ada di Indonesia, dan salah satunya juga karena ia sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu.
         “Hey, sejak kapan Niken gue, jadi cengeng begini?” tanya William yang lebih seperti pernyataan dibandingkan dengan pertanyaan.
         “Gue hanya ingin bersikap egois sekali saja Will, gue pingin ngerasain kasih sayang Mama, apa itu juga nggak pantas untuk gue dapetin?Satu persatu orang yang gue sayang pergi ninggalin gue.Atau mungkin benar perkataan orang-orang bahwa aku ini memang pembawa sial, hingga semua yang ada di samping gue menderita?” ujar Niken.
         “Honey, don’t think too much. Tidak ada yang salah dengan keinginanmu, anak mana yang tidak ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.Berhenti berpikir bahwa semua orang yang loe sayang ninggalin loe, karena nyatanya hingga detik ini gue masih bersama loe, kecuali loe nggak sayang ke gue.Dan berhenti memikirkan bahwa loe adalah pembawa sial.Because it’s bulshiit.Loe istimewa, bagi gue, bagi orang-orang yang ada di sekitar loe yang menyayangi loe dengan tulus.Mereka yang mengatakan bahwa loe adalah pembawa sial, adalah orang-orang yang iri, iri karena mereka tidak seistimewa loe,” jelas William yang membuat gadis yang kini berada di sampingnya itu tergugu dan menangis semakin kencang dihadapannya.Ia kemudian meraih gadis itu dalam pelukannya, seraya meredakan tangis yang sudah tak mampu ditahan lagi oleh gadis itu.
*****
         Di tempat lain, Alvi tengah bercakap dengan seseorang yang selama ini ia panggil dengan sebutan Papa, yang nyatanya seseorang itu bukanlah pendonor DNA untuknya. Sejak awal keberadaannya hanyalah alat untuk balas dendam bagi seorang pria separuh baya itu. Dan kini tibalah saatnya ia memenuhi keinginan lelaki itu.
         “Apa sebenarnya yang Papa mau? Apa Papa masih belum puas dengan semua yang papa dapatkan? Apa Papa juga mau mengorbankan mama demi keegoisan Papa?” tanya Alvi dengan nada geram menahan amarah, ini pertama kalinya ia berkata seperti ini pada lelaki paruh baya yang dipanggilnya dengan sebutan Papa.
         “Alvi, jaga bicara kamu! Kamu tidak berhak..!!” seru Papanya.
         “Kenapa?Karena nyatanya Alvi bukan anak kandung Papa?Karena nyatanya Papa tega membuang anak kandung Papa sendiri demi keegoisan Papa?Karena nyatanya Papa sengaja memungutku dan menjadikanku alat balas dendam untuk memenuhi ambisi Papa?” seru Alvi.
         “Alvi, kamu….!!!”
         “Alvi bersedia. Alvi bersedia mengambil alih perusahaan, perusahaan mana yang ingin papa hancurkan, Alvi akan jadi alat balas dendam papa…,” ujar Alvi kemudian dengan tegas kemudian ia keluar dari ruang kerja papanya untuk menemui mamanya yang kini mendapatkan penanganan dari rumah sakit karena serangan jantung tiba-tiba.
         Dana terduduk selepas kepergian anak lelakinya. Meskipun anak itu bukanlah anak kandungnya tapi ia sangat menyayangi anak itu. Namun, ia salah dalam memberikan kasih sayangnya, ia bersikap keras kepada anak itu. Anak itu bukanlah alat untuk balas dendamnya, ia mempersiapkan anak itu untuk mampu melindungi putrinya dari musuh-musuhnya. Ia sengaja membuat scenario membuang anaknya sendiri, untuk menyelamatkan mereka dari kejaran musuh-musuhnya. Tidak pernah ada yang tahu kebenaran dari scenario itu, hanya Selvi dan Bramlah yang tahu akan hal itu, namun kini mereka sudah pergi ke tempat yang sangat jauh, dengan membawa semua kebenaran itu.
         “Ratih…ma’af karena menyembunyikan segalanya darimu….,” batin Dana.
*****

        








0 comments:

Posting Komentar