Matahari mulai meninggi dan cahayanya membuat Niken
harus membuka matanya karena silaunya. Namun, ketika ia mulai terbangun ia
merasakan ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Ketika ia mulai
membuka matanya betapa ia terkejut bahwa wajahnya kini berada dalam jarak yang
cukup dekat dengan Alvi. Ia yang kesadarannya kini telah kembali kemudian
menendang tubuh lelaki itu.
“Arrgghhhh…..,”
teriak Niken.
Alvi yang
mendapat dorongan dan mendengar teriakan Niken pun segera bangun dari posisi
jatuhnya.
“Ada apaan
sih Ken….?” Tanya Alvi dengan setengah kesadaran.
“Loe..ngapain
peluk-peluk gue….,”
“Oh
itu….,” ucap Alvi singkat tanpa member penjelasan dan kemudian ia kembali ke
tempat tidur untuk tidur kembali. Namun, Niken mengguncang tubuhnya.
“Eh..malah
tidur lagi. Beri penjelasan kenapa gue bisa tidur di pelukan loe…?” ucap Niken.
“Ish…loe
tuh ya.Gak ada penjelasan, gue cuman pingin meluk loe itu aja, titik.Dan
sekarang biarkan gue tidur lagi,” ucap Alvi.
“Ihhh…dasar
yaloe, kemarin loe udah nyuri ciuman gue dan sekarang loe tidur meluk-meluk
gue.Apa jangan-jangan ada yang salah dengan otak loe ya Vi karena masalah ini?”
duga Niken.
“Astaga
Niken, gue mau tidur lagi loe jangan ganggu gue dengan pikiran aneh loe itu.
Lagian loe itu kan udah jadi istri gue, jadi wajar kan kalau gue ngelakuin itu.
Untung aja gue cuman ngelakuin itu dan nggak minta hak gue sebagai suami ke
loe…,” seru Alvi.
Niken yang
sadar akan kebenaran perkataan Alvi pun manggut-manggut. Tapi setelah ia
mendengar hak Alvi sebagai suami ia malu dan segera berlari menuju kamar mandi,
karena dia takut bahwa lelaki itu akan beneran meminta hak nya pada dirinya.
Selepas kepergian Niken, Alvi hanya senyum-senyum sendiri melihat wajah Niken
yang memerah karena perkataannya.Ia kini memiliki senjata ampuh untuk
menghadapi gadis itu agar tidak merecoki dirinya.
*****
Keduanya
pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan menyelesaikan semua perseteruan yang
terjadi.Harus ada yang mengakhiri acara balas dendam yang cukup rumit ini, dan
hal itulah yang harus dilakukan oleh Alvi dan Niken.Oma Mia menunggu dengan
cemas di depan gerbang rumah keluarga Keysnandra, ia tidak tahu harus berbuat
seperti apa lagi. Kini benang rumit itu satu-persatu sudah mulai terurai. Satu
rahasia besar yang ia sembunyikan rapat-rapat tentang kelakuan anak lelakinya
kini sudah terkuak. Menantunya sudah mengetahui segalanya, tentang kebenaran
itu dan akibatnya kini pertengkaran hebat terjadi diantara anak lelaki dan
menantunya itu.
Alvi dan
Niken yang hendak memasuki gerbang rumah yang cukup megah itu, merasa bingung
dengan raut wajah khawatir oma nya.Mereka berdua pun segera menghampiri sesosok
yang berusia sekitar delapan puluhan itu.
“Oma..kenapa
oma mondar-mandir begitu?” tanya Alvi memecahkan keheningan.
“Iya, oma
kelihatan khawatir. Apa yang terjadi?” tanya Niken.
Oma mia
tak menanggapi pertanyaan keduanya.Ia hanya kemudian berhambur dan memeluk
tubuh Niken.Niken yang melihat oma nya seperti itu semakin khawatir.
“Ada apa
oma? Ceritakan pada Niken…,”
“Ma’fkan
oma nak. Oma nggak bisa menyembunyikan semua kebenaran itu lagi dari mama mu…,”
“Mak…maksud
oma?”Alvi semakin penasaran begitu pula dengan Niken.
“Mamamu,
Ratih, ia sudah mengetahui semua kebenarannya tentang kalian berdua, dan
tentang semua yang terjadi di masa lalu. Dan sekarang mereka berdua sedang
bertengkar hebat di dalam…,”
“Maksud
oma, mama Ratih dan papa Dana?” tanya Alvi.
“Iya, oma
tidak tahu harus berbuat apa lagi. Oma merasa bersalah karena menyembunyikan
semuanya dari mamamu Ratih, tapi oma juga tidak ingin dia depresi seperti dulu
lagi,”
“Oma…oma
tenang saja.Biar Alvi dan Niken yang akan melerai mereka,” jelas Alvi.
“Iya oma,
inilah satu-satunya cara agar semuanya
berakhir…,”ujar Niken.
Setelah
pertengkaran antara Papa dan Mamanya beberapa jam yang lalu, disinilah Niken
dan Alvi sekarang berada. Di sebuah rumah sakit, dimana tepat dihadapannya
terbaring seorang wanita separuh baya yang sangat di cintainya. Mamanya,
seseorang yang melahirkannya, meskipun ia tak ikut andil membesarkan dirinya.
Namun, Niken cukup paham situasi apa yang mendasari hal itu, hingga mama-nya
tidak bisa mencurahkan kasih sayangnya kepada dirinya dan adiknya. Niken
menangis tersedu, di samping ranjang tempat mamanya berbaring dengan berbagai
selang infus dan alat bantu pernafasan, menjalar di beberapa titik tubuh wanita
paruh baya itu.
Niken
tak ingin menghadapi situasi itu lagi.Ia tak mau kehilangan lagi. Sudah cukup
ia kehilangan Om Bram dan Tante Selvi yang sudah dianggapnya sebagai orang tua
kandungnya sendiri. Ia juga sudah kehilangan adik kesayangannya, satu-satunya
yang paling dicintainya di dunia ini, dan kini ia tidak ingin kehilangan lagi,
kehilangan wanita paruh baya di hadapannya itu. Ia ingin bertindak egois, untuk
mendapatkan kasih sayang dari wanita itu yang tidak pernah di dapatkannya
sebelumnya. Karenanya, ia meminta pada Tuhan, untuk kali ini, jangan, ia masih
belum siap untuk kehilangan lagi, meskipun ia tahu bahwa dirinya juga pada
akhirnya akan kembali kepada sang pemilik. Ia merasakan tangan hangat menepuk
punggungnya dengan lembut, ia tahu pemilik tangan itu dan ia berbicara lirih
pada pemiliknya.
“Apa gue
akan kehilangan lagi, Will?” tanya Niken pada sahabatnya yang berwajah setengah
bule itu. Selepas pernikahan Niken, William memang tidak kembali ke Amerika, ia
memilih untuk tetap tinggal beberapa waktu sembari menyelesaikan semua
pekerjaannya yang ada di Indonesia, dan salah satunya juga karena ia sangat
mengkhawatirkan sahabatnya itu.
“Hey,
sejak kapan Niken gue, jadi cengeng begini?” tanya William yang lebih seperti
pernyataan dibandingkan dengan pertanyaan.
“Gue
hanya ingin bersikap egois sekali saja Will, gue pingin ngerasain kasih sayang
Mama, apa itu juga nggak pantas untuk gue dapetin?Satu persatu orang yang gue
sayang pergi ninggalin gue.Atau mungkin benar perkataan orang-orang bahwa aku
ini memang pembawa sial, hingga semua yang ada di samping gue menderita?” ujar
Niken.
“Honey,
don’t think too much. Tidak ada yang salah dengan keinginanmu, anak mana yang
tidak ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.Berhenti berpikir bahwa
semua orang yang loe sayang ninggalin loe, karena nyatanya hingga detik ini gue
masih bersama loe, kecuali loe nggak sayang ke gue.Dan berhenti memikirkan
bahwa loe adalah pembawa sial.Because it’s bulshiit.Loe istimewa, bagi gue,
bagi orang-orang yang ada di sekitar loe yang menyayangi loe dengan
tulus.Mereka yang mengatakan bahwa loe adalah pembawa sial, adalah orang-orang
yang iri, iri karena mereka tidak seistimewa loe,” jelas William yang membuat
gadis yang kini berada di sampingnya itu tergugu dan menangis semakin kencang
dihadapannya.Ia kemudian meraih gadis itu dalam pelukannya, seraya meredakan
tangis yang sudah tak mampu ditahan lagi oleh gadis itu.
*****
Di
tempat lain, Alvi tengah bercakap dengan seseorang yang selama ini ia panggil
dengan sebutan Papa, yang nyatanya seseorang itu bukanlah pendonor DNA
untuknya. Sejak awal keberadaannya hanyalah alat untuk balas dendam bagi
seorang pria separuh baya itu. Dan kini tibalah saatnya ia memenuhi keinginan
lelaki itu.
“Apa
sebenarnya yang Papa mau? Apa Papa masih belum puas dengan semua yang papa
dapatkan? Apa Papa juga mau mengorbankan mama demi keegoisan Papa?” tanya Alvi
dengan nada geram menahan amarah, ini pertama kalinya ia berkata seperti ini
pada lelaki paruh baya yang dipanggilnya dengan sebutan Papa.
“Alvi,
jaga bicara kamu! Kamu tidak berhak..!!” seru Papanya.
“Kenapa?Karena
nyatanya Alvi bukan anak kandung Papa?Karena nyatanya Papa tega membuang anak
kandung Papa sendiri demi keegoisan Papa?Karena nyatanya Papa sengaja
memungutku dan menjadikanku alat balas dendam untuk memenuhi ambisi Papa?” seru
Alvi.
“Alvi,
kamu….!!!”
“Alvi
bersedia. Alvi bersedia mengambil alih perusahaan, perusahaan mana yang ingin
papa hancurkan, Alvi akan jadi alat balas dendam papa…,” ujar Alvi kemudian
dengan tegas kemudian ia keluar dari ruang kerja papanya untuk menemui mamanya
yang kini mendapatkan penanganan dari rumah sakit karena serangan jantung tiba-tiba.
Dana
terduduk selepas kepergian anak lelakinya. Meskipun anak itu bukanlah anak
kandungnya tapi ia sangat menyayangi anak itu. Namun, ia salah dalam memberikan
kasih sayangnya, ia bersikap keras kepada anak itu. Anak itu bukanlah alat
untuk balas dendamnya, ia mempersiapkan anak itu untuk mampu melindungi
putrinya dari musuh-musuhnya. Ia sengaja membuat scenario membuang anaknya
sendiri, untuk menyelamatkan mereka dari kejaran musuh-musuhnya. Tidak pernah
ada yang tahu kebenaran dari scenario itu, hanya Selvi dan Bramlah yang tahu
akan hal itu, namun kini mereka sudah pergi ke tempat yang sangat jauh, dengan
membawa semua kebenaran itu.
“Ratih…ma’af
karena menyembunyikan segalanya darimu….,” batin Dana.
*****
0 comments:
Posting Komentar