Rabu, 22 April 2020

Sepuluh

Edit Posted by with No comments

Beberapa bulan ini Alvi sibuk mengurusi semua masalah perusahaan keluarga Dana. Ia bahkan sampai lupa makan maupun istirahat. Hari-harinya hanya dihabiskan untuk menyelesaikan kuliahnya dan mengurusi perusahaan. Alvi tidak lagi sempat untuk bermain-main lagi sepreti dulu, ia tidak lagi menyusup untuk kabur dari bodyguard-bodyguardnya hanya untuk bisa menghabiskan waktu bersama dengan kedua sahabatnya Fandy dan Bagas. Dan kini, seperti biasa meskipun sudah pulang dari kantor, Alvi masih berada di depan meja kerja Papanya di rumah. Ia menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum selesai. Dana yang melihat antusiasme Alvi untuk menggantikannya mengurus perusahaan pun senang, terlebih kini ia bisa lebih fokus dengan kesembuhan Ratih, istrinya.
         Namun, melihat Alvi yang terlalu keras bekerja ia pun merasa cemas. Walau bagaimanapun meskipun tidak ada hubungan darah diantara mereka Dana sangat menyayangi Alvi seperti anaknya sendiri. Dan kini, putranya itu tengah salah paham terhadapnya, tidak hanya putranya tapi juga putri kandungnya yang tinggal satu-satunya. Dana tidak tahu bagaimana harus menjelaskan kebenaran yang ada. Ia terlalu melukai kedua anak kesayangannya itu, dan apakah mungkin mereka percaya dengan semua penjelasannya nanti? Tapi, ia memutuskan untuk melakukan tindakan yang benar kali ini, ia akan menjelaskan semua yang terjadi kepada putranya itu lebih dulu, terlepas dari percaya atau tidaknya putranya itu kepadanya.
         “Vi...,” ucap Dana.
         Alvi yang mendengar seseorang memanggilnya pun mengalihkan pandangannya dari leptop di hadapannya ke arah seseorang yang memanggilnya itu yang tidak lain adalah Dana, Papanya. Alvi masih menyimpan rasa marah pada lelaki separuh baya itu, tapi ia juga tidak bisa membencinya. Walau bagaimanapun lelaki itu adalah orang tuanya yang membesarkannya sedari kecil dan memberikan kasih sayangnya, meski kerap kali ia terlalu keras dalam mendidik dirinya. Bagi Alvi, Dana tetap orang tuanya meskipun tidak ada hubungan darah diantara keduanya.
         “Iya,,,” ucap Alvi.
         “Ada yang mau Papa bicarakan, bisa minta waktu kamu sebentar?” tanya Dana.
         “Kalau yang mau Papa bicarakan terkait Proyek baru bersama dengan perusahaan Mitra Sejahtera semuanya sudah Alvi selesaikan Pa,” jelas Alvi.
         “Bukan, bukan itu. Ada hal lain yang ingin Papa bicarakan denganmu,” ucap Dana.
         Alvi mengerutkan keningnya sebelum akhirnya mengatakan sesuatu. “Tentang apa?” tanyanya.
         “Kemarilah, duduklah dulu....,” ujar Dana sembari duduk terlebih dahulu di sofa tepat di depan meja kerjanya yang memang dikhususkan untuk diletakkan disana jika sewaktu-waktu Dana ingin istirahat jika terlalu lelah bekerja.
         “Apa yang mau Papa bicarakan?” tanya Alvi lagi.
         “Ini tentang masa lalu, tentang kebenaran yang ada. Papa tidak peduli kamu percaya atau tidak dengan cerita Papa. Tapi, bukankah kamu juga perlu dengar cerita itu dari sudut pandang Papa?” jelas Papanya.
         Alvi terdiam, ia membenarkan perkataan Papanya. Sebenarnya ia juga tidak terlalu percaya dengan semua cerita Niken. Niken pernah membohonginya sebelumnya, dan belum tentu cerita kemarin adalah kebenarannya bukan? Meskipun neneknya juga menceritakan hal yang sama dengan yang Niken ketahui kepada Mama Ratih, tapi bisa jadi keduanya juga tidak tahu kebenaran yang sebenarnya terjadi. Karena itu ia kemudian menganggukan kepalanya seraya menyetujui pernyataan Papanya di awal, bahwa ia juga harus mendengarkan cerita itu dari sisi Papanya.
         “Kejadiannya sekitar 20 tahun yang lalu....,” ucap Papanya mulai bercerita.
         Dan akhirnya mengalirlah cerita dari sisi Papanya. Kejadian bermula ketika Papanya mulai mendirikan perusahaan bersama dengan rekan kerjanya. Dan perjalanan dari perusahaan yang dulu masih kecil menjadi perusahaan sebesar sekarang ini tidaklah mudah. Papanya dan Rekan kerjanya harus kerja ekstra keras dan mati-matian hingga akhirnya terciptalah Perusahaan Dana yang sebesar seperti sekarang ini. Perusahaan itu mencetak para musisi ternama, artis-artis dan penyanyi-penyanyi berbakat andalan perusahaan salah satunya Selvi Gacella Moudy seorang pemain biola berbakat juga Bramasta Prasetyo seorang composer lagu yang cukup berbakat dan terkenal.
         Suatu hari Selvi mendapat tawaran dari perusahaan lain, mereka bersedia merekrut Selvi dan membayar gaji Selvi lebih tinggi dari perusahaan Dana, akan tetapi Selvi menolak. Begitu pula dengan Bramasta. Bram yang tidak hanya sebagai composer lagu, ia juga merupakan rekan kerja Dana yang bersama-sama dengannya merintis perusahaan itu dari nol, juga mendapatkan tawaran yang sama. Bram berkali-kali diajak oleh perusahaan itu untuk menghianati Dana dan bergabung dengannya, tapi Bram menolak.
         Dan berawal dari semua itulah, seiring semakin majunya perusahaan Dana dan Bram, semakin banyak pula perusahaan-perusahaan lain yang ingin menghancurkan perusahaan Dana. Salah satunya The J Company, yang merupakan perusahaan Papanya Jacky. Sejak masih kuliah Papa Jacky adalah saingan Dana, tidak hanya dalam masalah perkuliahan termasuk juga masalah percintaan, yaitu untuk memperebutkan cinta Ratih yang juga merupakan teman sekolah mereka. Teror-teror pun akhirnya bermula ketika Jacky tahu Ratih lebih memilih Dana dibandingkan dirinya.
         Papa Jacky mulai mencoba untuk menghancurkan perusahaan Dana dengan mengadu domba antara Bram dengan Dana. Namun, Selvi dan Bram masih memegang kesetiaan akan persahabatannya dengan Dana, sehingga menggagalkan usaha Papa Jacky yang ingin memecah belah mereka. Akan tetapi, rencana Papa Jacky untuk menghancurkan Perusahaan Dana tidak berhenti sampai di situ. Ketika Papa Jacky mendengar bahwa Dana hendak memiliki anak dari wanita yang sangat di cintainya, ia semakin murka dan hendak membalas dendam kepada Dana lewat anak yang bahkan masih belum terlahir ke dunia. Akibatnya, beberapa kali ratih keguguran, hingga kemudian ia mengandung si kembar Niken dan Viola.
         Hal itulah yang mengakibatkan Dana, Selvi dan Bram akhirnya menciptakan sekenario itu. Memberikan kedua anak kandunganya di bawah asuhan Selvi dan Bram untuk menyembunyikannya dari kejahatan Papa Jacky, sementara ia mengambil Alvi dari sebuah panti asuhan dimana ia adalah donator tetap disana.
         “Jadi..Alvi……?” ucap Alvi parau mengetahui kebenaran akan identitasnya sebenarnya. Ia sampai tidak bisa menyelesaikan ucapannya saking terkejutnya.
         “Kamu anak panti asuhan Vi,….,” jelas Dana. Dana melihat raut wajah anak yang sudah di adopsinya sedari kecil itu pucat pasi.
         “Jadi, Alvi anak tidak jelas dari panti….,”
         “Bukan anak tidak jelas Vi, tidak semua anak yang tinggal di panti asuhan tidak jelas asal usulnya.Salah satunya kamu.Ibumu meninggal setelah melahirkanmu, sementara Ayahmu meninggal karena sakit-sakitan. Dan karena mereka tidak mempunyai keluarga yang lain, makanya ayahmu menitipkanmu di panti asuhan tepat beberapa hari sebelum ia meninggal dunia. Mungkin, ia sudah mendapatkan firasat bahwa waktunya tidak lama lagi untuk hidup di dunia, karena itulah kamu di titipkan dip anti asuhan itu.
         “Alvi….,”
         “Panti Asuhan Nirmala. Jika kamu ingin mengenal lebih jauh tentang siapa diri kamu dan keluarga kamu yang sesungguhnya kamu bisa bertanya ke Ibu Panti yang ada disana.Belia kenal dekat dengan orang tuamu….,” jelas Dana.Dan Alvi pun menganggukkan kepalanya. Entah ia akan pergi untuk mencari tahu kebenaran itu atau tidak, ia masih bingung. Karena ia masih sangat shock dengan penjelasan papanya bahwa dirinya adalah seorang anak yatim piatu.
         Dana hendak meninggalkan ruang kerjanya untuk kembali mengurus ratih yang masih terbaring lemah karena sakitnya. Namun, sebelum ia menutup pintu ruangan itu ia berujar pada Alvi, anak yang sangat di sayanginya sampai kapanpun juga sekalipun tak ada ikatan darah di antara mereka.
         “Satu hal yang harus kamu tahu Vi, terlepas dari siapapun kamu, sekalipun kamu bukan darah daging Papa, percayalah Papa mencintaimu kamu dan sudah menganggapmu sebagai anak kandung Papa sendiri.Kalau tidak, Papa tidak mungkin menyerahkan dan mempercayakan Putri semata wayang Papa padamu….,” ujar Dana.
         Ia pun tersenyum simpul pada Alvi, sebelum akhirnya pintu ruang kerja itu tertutup. Sementara Alvi, hanya bisa terduduk lesu di kursi ruang kerja itu. Ia menggaruk gusar rambutnya yang tidak gatal itu. Ia sungguh bingung apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Beberapa waktu lalu ia dikejutkan dengan kebenaran bahwa dirinya bukanlah anak kandung Dana. Dan sekarang ia dikejutkan kembali dengan kebenaran tentang identitas dirinya yang seorang yatim piatu. Ia bingung, apakah ia perlu mencari tahu siapa sebenarnya orang tua kandungnya, yang bahkan sudah tidak lagi menapak di bumi ini. Ataukah, ia hanya harus menyimpan dan menguburnya saja tanpa perlu mengetahui identitas orang tua yang telah melahirkannya ke dunia ini. Alvi menyenderkan kursinya ke dinding ruang kerja itu, dimana di belakangnya terdapat sebuah pintu yang menyerupai dinding, hingga siapapun tidak akan mengira bahwa tempat dimana kursi itu disandarkan adalah sebuah pintu geser.
         “Apa yang harus gue lakuin?” tanya Alvi.
         Beberapa menit kemudian tersengan pintu yang menyerupai dinding di belakang kursi kerja Alvi itu pun bergeser.Dan tampaklah seorang gadis cantik itu.Ia memeluk leher lelaki itu dari belakang.
         “Ikuti kata hatimu…Alvi…..,” ujar gadis itu.
*****










0 comments:

Posting Komentar