Rabu, 22 April 2020

Empat Belas

Edit Posted by with No comments

Alvi menatap gadis yang tidur di sampingnya. Ah, mungkin bukan gadis lagi sebutannya sekarang karena apa yang sudah dilakukannya pada Niken beberapa saat yang lalu. Ia melihat Niken terlelap dalam pelukannya dirapikannya anak-anak rambut yang menutupi wajah Niken. Ia juga berkali-kali mencium kening Niken, hingga Niken merasa tidurnya terusik dan akhirnya ia pun bangun.
"Kenapa tidak tidur?" ucap Niken dengan suara seraknya khas bangun tidur.
Alvi mendekat ke arah Niken. Ia berbisik lirih di telinga Niken. "Pengen lagi...," ujarnya.
Niken sontak melototkan matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang Alvi katakan barusan. Bisa-bisanya lelaki itu mengatakan hal seperti itu.
"Dasar mesum...," ujar Niken sembari memukul dada bidang Alvi. Alvi terkekeh melihat wajah Niken yang dipenuhi oleh semburat merah.
"Kamu cantik kalau lagi blushing....," ujar Alvi sembari mengusap pipi Niken dengan lembut. Mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya tentu saja membuat Niken semakin malu.
"Bukannya aku menolak, tapi bener deh aku capek. Lagian ini yang pertama dan...," ucapan Niken terhenti oleh perkataan Alvi kemudian.
"Memangnya aku mau apa sayang. Kamu tuh yang pikirannya mesum...," ucap Alvi sembari menjitak kepala Niken, namun dengan penuh kelembutan.
"Eh...aku pikir kamu....,"
"Aku nggak akan sekejam itu minta lagi sama kamu di saat pertama kalinya buat kamu...," ucap Alvi yang tentu saja membuat Niken kembali bersemu merah karena malu. Ia malu akan pemikirannya sendiri. Bisa-bisanya dia berpikir kalau Alvi ingin...ah lupakan, batin Niken.
Alvi mencium kening Niken dengan lembut. Ia pun membelai rambut istrinya dengan lembut, sementara Niken menyembunyikan wajah malunya atas pemikirannya tadi ke dalam pelukan Alvi.
"Terima kasih karena sudah menjaganya untuk aku...," ujar Alvi kemudian.
Niken mendongak melihat wajah sumringah suaminya. Suami? Bahkan mengatakan kata itu saja sudah membuat Niken merasa malu. 
"Kamu suami aku, tentu saja aku menjaganya untukmu. Kenapa harus berterima kasih ?" ucapnya yang masih bingung kenapa suaminya malah berterima kasih atas apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang istri.
"Tentu saja aku harus berterima kasih kepada istriku yang cantik ini. Hidup di negeri orang terlebih dengan budaya yang sangat bebas seperti ini, tapi masih bisa menjaga diri dengan baik tentu aku harus mengapresiasi hal itu bukan?" ujarnya dengan nada menggoda yang tentu saja membuat Niken menjadi lebih malu lagi. 
Kemudian sebuah pemikiran muncul ketika Alvi pertama kali datang ke apartemen Niken beberapa waktu yang lalu. 
"Eh, tapi kamu tidak menyambut tamu kamu seperti saat kamu menyambutku tadi bukan?" tanya Alvi.
Niken memukul kecil dada Alvi. "Sembarangan mana mungkin....,"
"Buktinya tadi....,"
"Tidak ada yang bertamu sepagi itu kecuali kamu. Tentu saja aku baru bangun tidur tadi, makanya....," Niken tak meneruskan kata-katanya karena ia malu mengingat bahwa ia masih mengenakan gaun tidur tipis ketika ia membuka pintu apartemen untuk Alvi.
"Bahkan Will juga...?"
"Tentu. Will tidak pernah berkunjung tanpa pemberitahuan. Dia pasti akan memberitahu dulu sebelum datang...,"ucap Niken. Alvi mengerutkan kening, mendengar penjelasan Niken meskipun Niken tidak pernah menyambut Will seperti ketika ia menyambut dirinya tadi, tapi tetap saja ia mengetahui Will sering ke apartemen Niken.
Melihat perubahan raut wajah suaminya itu Niken pun tersenyum simpul. Ia tahu lelaki yang sah menjadi suaminya itu tengah cemburu.
"Nggak udah cemburu, Will nggak pernah kesini sendirian. Ia selalu membawa Catreen dan Andrea kesini...," jelas Niken.
"Ekhem....siapa yang cemburu....," ucap Alvi menyembunyikan rasa cemburunya dibalik wajah datarnya. Niken hanya terkekeh melihat kelakuan suaminya itu, lelaki dengan semua rasa gengsinya, pikirnya.
"Catreen dan Andrea, siapa?" tanya Alvi kemudian, mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
"Catreen, istri Will dan Andrea putri kecil mereka. Will dan Catreen sering menitipkan Baby An disini kalau mereka sedang ingin quality time...," jelas Niken.
"Orang tua yang egois. Masak ingin berduaan saja dan meninggalkan anaknya sama kamu," gerutu Alvi.
Niken meluruskan kening Alvi yang berkerut dengan jemari tangannya. Lelaki itu mengernyitkan kening sembari menggerutu.
"Bukan egois sayang. Terkadang mereka juga butuh waktu untuk berdua agar hubungan diantara kedua semakin erat. Terkadang bukan hanya untuk bersenang-senang saja, namun untuk menyelesaikan suatu persilisihan atau permasalah apapun. Mereka hanya tidak ingin anak mereka berpikir macam-macam tentang orang tua mereka. Karena itu kadang mereka menitipkan buah hati mereka kepada beberapa orang yang mereka percayai sanggup untuk menjaga anak mereka. Seperti Will dan Catreen yang mempercayakan Andrea padaku," jelas Niken panjang lebar.
"Kamu tidak kesulitan menjaga putri mereka siapa tadi namanya Andrea ya...?" Tanya Alvi yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Niken.
"Tidak sama sekali. Andrea gadis kecil yang lucu. Ia tidak pernah merepotkanku sama sekali. Malah terkadang aku terbantu dengan keberadaannya....," ujar Niken.
"Aku tidak sabar jadi ingin ketemu Andrea yang kamu maksud itu...,"
"Tentu, besok aku bisa mengajak kamu ke rumah Will...," ujar Niken. Dan Alvi pun menganggukkan kepala sebagai pertanda persetujuannya akan usul Niken tersebut.
"Lantas, apa rencana kita hari ini?" tanya Niken.
"Quality time....," sahut Alvi dengan menarik turun kan alisnya.
"Hmm..dasar mesum...," ucap Niken.
Dan Alvi hanya bisa terkekeh melihat tingkah Niken yang terkesan malu-malu tersebut.
Keduanya saling pandang, dan keheningan tercipta setelahnya. Namun kemudian terdengar suara yang membuat keduanya tertawa bersama.
Kruyuk...kryuk....
"Hahahaha....," tawa keduanya.
"Sepertinya kita perlu mengisi tenaga dulu sebelum bertempur kembali," ucap Alvi dengan nada menggoda. Sementara Niken hanya tersenyum malu mendengar ucapan Alvi yang terkesan vulgar.
"Ayo mandi bersama...," ujar Alvi kembali masih dengan nada menggoda.
"Ish...dasar mesum. Mas dulu sana yang mandi...," ucap Niken canggung.
"Mas....," ucap Alvi memberi penekanan dari perkataan Niken tadi. Niken yang menyadari sebutan yang ia buat untuk memanggil Alvi pun menunduk malu.
"Aku suka panggilan itu.."Mas"....," ujarnya sembari menoel pipi Niken yang menunduk malu. Ia pun kemudian beranjak menuju kamar mandi.
Niken pun membereskan kamar yang berantakan akibat ulah mereka berdua beberapa saat yang lalu. Mengingat semua kejadian itu tentu saja membuat semburat merah tak henti nampak di pipi Niken. Usai membersihkan semua kekacauan di kamarnya Niken menuju ruang tamu untuk mengambil koper Alvi. Ia menyiapkan pakaian ganti untuk Alvi di atas ranjang, sementara pakaian Alvi lainnya ia tata rapi di dalam lemari tepat disamping baju-baju miliknya. 
"Mas, pakaiannya ada di ranjang. Aku tinggal ke dapur dulu untuk menyiapkan makanan," ujarnya. Yang langsung mendapat sahutan "ya" dari seseorang yang tengah berada di kamar mandi tersebut. 
Niken lekas menuju dapur untuk menyiapkan makanan sembari menunggu gilirannya mandi usai Alvi. Tak lama bergulat di dapur ia pun selesai menyiapkan makanan untuk mereka berdua. Sepiring omelet dan segelas kopi untuk Alvi serta secangkir susu hangat untuk dirinya sendiri sudah tertata rapi di atas meja makan. 














0 comments:

Posting Komentar