Alvi menatap gadis yang tidur di sampingnya. Ah, mungkin
bukan gadis lagi sebutannya sekarang karena apa yang sudah dilakukannya pada
Niken beberapa saat yang lalu. Ia melihat Niken terlelap dalam pelukannya
dirapikannya anak-anak rambut yang menutupi wajah Niken. Ia juga berkali-kali
mencium kening Niken, hingga Niken merasa tidurnya terusik dan akhirnya ia pun
bangun.
"Kenapa tidak tidur?" ucap Niken dengan suara
seraknya khas bangun tidur.
Alvi mendekat ke arah Niken. Ia berbisik lirih di telinga
Niken. "Pengen lagi...," ujarnya.
Niken sontak melototkan matanya. Ia tidak percaya dengan apa
yang Alvi katakan barusan. Bisa-bisanya lelaki itu mengatakan hal seperti itu.
"Dasar mesum...," ujar Niken sembari memukul dada
bidang Alvi. Alvi terkekeh melihat wajah Niken yang dipenuhi oleh semburat
merah.
"Kamu cantik kalau lagi blushing....," ujar Alvi
sembari mengusap pipi Niken dengan lembut. Mendapat perlakuan seperti itu dari
suaminya tentu saja membuat Niken semakin malu.
"Bukannya aku menolak, tapi bener deh aku capek. Lagian
ini yang pertama dan...," ucapan Niken terhenti oleh perkataan Alvi
kemudian.
"Memangnya aku mau apa sayang. Kamu tuh yang pikirannya
mesum...," ucap Alvi sembari menjitak kepala Niken, namun dengan penuh
kelembutan.
"Eh...aku pikir kamu....,"
"Aku nggak akan sekejam itu minta lagi sama kamu di saat
pertama kalinya buat kamu...," ucap Alvi yang tentu saja membuat Niken
kembali bersemu merah karena malu. Ia malu akan pemikirannya sendiri.
Bisa-bisanya dia berpikir kalau Alvi ingin...ah lupakan, batin Niken.
Alvi mencium kening Niken dengan lembut. Ia pun membelai
rambut istrinya dengan lembut, sementara Niken menyembunyikan wajah malunya
atas pemikirannya tadi ke dalam pelukan Alvi.
"Terima kasih karena sudah menjaganya untuk
aku...," ujar Alvi kemudian.
Niken mendongak melihat wajah sumringah suaminya. Suami?
Bahkan mengatakan kata itu saja sudah membuat Niken merasa malu.
"Kamu suami aku, tentu saja aku menjaganya untukmu. Kenapa
harus berterima kasih ?" ucapnya yang masih bingung kenapa suaminya malah
berterima kasih atas apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang istri.
"Tentu saja aku harus berterima kasih kepada istriku
yang cantik ini. Hidup di negeri orang terlebih dengan budaya yang sangat bebas
seperti ini, tapi masih bisa menjaga diri dengan baik tentu aku harus
mengapresiasi hal itu bukan?" ujarnya dengan nada menggoda yang tentu saja
membuat Niken menjadi lebih malu lagi.
Kemudian sebuah pemikiran muncul ketika Alvi pertama kali
datang ke apartemen Niken beberapa waktu yang lalu.
"Eh, tapi kamu tidak menyambut tamu kamu seperti saat
kamu menyambutku tadi bukan?" tanya Alvi.
Niken memukul kecil dada Alvi. "Sembarangan mana
mungkin....,"
"Buktinya tadi....,"
"Tidak ada yang bertamu sepagi itu kecuali kamu. Tentu
saja aku baru bangun tidur tadi, makanya....," Niken tak meneruskan
kata-katanya karena ia malu mengingat bahwa ia masih mengenakan gaun tidur
tipis ketika ia membuka pintu apartemen untuk Alvi.
"Bahkan Will juga...?"
"Tentu. Will tidak pernah berkunjung tanpa
pemberitahuan. Dia pasti akan memberitahu dulu sebelum datang...,"ucap
Niken. Alvi mengerutkan kening, mendengar penjelasan Niken meskipun Niken tidak
pernah menyambut Will seperti ketika ia menyambut dirinya tadi, tapi tetap
saja ia mengetahui Will sering ke apartemen Niken.
Melihat perubahan raut wajah suaminya itu Niken pun tersenyum
simpul. Ia tahu lelaki yang sah menjadi suaminya itu tengah cemburu.
"Nggak udah cemburu, Will nggak pernah kesini sendirian.
Ia selalu membawa Catreen dan Andrea kesini...," jelas Niken.
"Ekhem....siapa yang cemburu....," ucap Alvi
menyembunyikan rasa cemburunya dibalik wajah datarnya. Niken hanya terkekeh
melihat kelakuan suaminya itu, lelaki dengan semua rasa gengsinya, pikirnya.
"Catreen dan Andrea, siapa?" tanya Alvi kemudian,
mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
"Catreen, istri Will dan Andrea putri kecil mereka. Will
dan Catreen sering menitipkan Baby An disini kalau mereka sedang ingin quality
time...," jelas Niken.
"Orang tua yang egois. Masak ingin berduaan saja dan
meninggalkan anaknya sama kamu," gerutu Alvi.
Niken meluruskan kening Alvi yang berkerut dengan jemari
tangannya. Lelaki itu mengernyitkan kening sembari menggerutu.
"Bukan egois sayang. Terkadang mereka juga butuh waktu
untuk berdua agar hubungan diantara kedua semakin erat. Terkadang bukan hanya
untuk bersenang-senang saja, namun untuk menyelesaikan suatu persilisihan atau
permasalah apapun. Mereka hanya tidak ingin anak mereka berpikir macam-macam
tentang orang tua mereka. Karena itu kadang mereka menitipkan buah hati mereka
kepada beberapa orang yang mereka percayai sanggup untuk menjaga anak mereka.
Seperti Will dan Catreen yang mempercayakan Andrea padaku," jelas Niken
panjang lebar.
"Kamu tidak kesulitan menjaga putri mereka siapa tadi
namanya Andrea ya...?" Tanya Alvi yang dijawab dengan anggukan kepala oleh
Niken.
"Tidak sama sekali. Andrea gadis kecil yang lucu. Ia
tidak pernah merepotkanku sama sekali. Malah terkadang aku terbantu dengan
keberadaannya....," ujar Niken.
"Aku tidak sabar jadi ingin ketemu Andrea yang kamu
maksud itu...,"
"Tentu, besok aku bisa mengajak kamu ke rumah
Will...," ujar Niken. Dan Alvi pun menganggukkan kepala sebagai pertanda
persetujuannya akan usul Niken tersebut.
"Lantas, apa rencana kita hari ini?" tanya Niken.
"Quality time....," sahut Alvi dengan menarik turun
kan alisnya.
"Hmm..dasar mesum...," ucap Niken.
Dan Alvi hanya bisa terkekeh melihat tingkah Niken yang
terkesan malu-malu tersebut.
Keduanya saling pandang, dan keheningan tercipta setelahnya.
Namun kemudian terdengar suara yang membuat keduanya tertawa bersama.
Kruyuk...kryuk....
"Hahahaha....," tawa keduanya.
"Sepertinya kita perlu mengisi tenaga dulu sebelum
bertempur kembali," ucap Alvi dengan nada menggoda. Sementara Niken hanya
tersenyum malu mendengar ucapan Alvi yang terkesan vulgar.
"Ayo mandi bersama...," ujar Alvi kembali masih
dengan nada menggoda.
"Ish...dasar mesum. Mas dulu sana yang mandi...,"
ucap Niken canggung.
"Mas....," ucap Alvi memberi penekanan dari
perkataan Niken tadi. Niken yang menyadari sebutan yang ia buat untuk memanggil
Alvi pun menunduk malu.
"Aku suka panggilan itu.."Mas"....,"
ujarnya sembari menoel pipi Niken yang menunduk malu. Ia pun kemudian beranjak
menuju kamar mandi.
Niken pun membereskan kamar yang berantakan akibat ulah
mereka berdua beberapa saat yang lalu. Mengingat semua kejadian itu tentu saja
membuat semburat merah tak henti nampak di pipi Niken. Usai membersihkan semua
kekacauan di kamarnya Niken menuju ruang tamu untuk mengambil koper Alvi. Ia
menyiapkan pakaian ganti untuk Alvi di atas ranjang, sementara pakaian Alvi
lainnya ia tata rapi di dalam lemari tepat disamping baju-baju miliknya.
"Mas, pakaiannya ada di ranjang. Aku tinggal ke dapur
dulu untuk menyiapkan makanan," ujarnya. Yang langsung mendapat sahutan
"ya" dari seseorang yang tengah berada di kamar mandi tersebut.
Niken lekas menuju dapur untuk menyiapkan makanan sembari
menunggu gilirannya mandi usai Alvi. Tak lama bergulat di dapur ia pun selesai
menyiapkan makanan untuk mereka berdua. Sepiring omelet dan segelas kopi untuk
Alvi serta secangkir susu hangat untuk dirinya sendiri sudah tertata rapi di
atas meja makan.
0 comments:
Posting Komentar