Seperti yang dijanjikannya kepada Alvi kemarin, Niken membawa Alvi ke
rumah William. Rumah tersebut tidak terlalu besar, namun memiliki halaman yang
cukup luas dengan rumput yang terawat dengan rapi. Bunga-bunga di taman
tersebut juga indah ditata sedemikian rupa hingga tampak begitu mengagumkan.
Niken membunyikan bel di rumah itu. Tak selang beberapa lama
seseorang membukakan pintu rumah. Ia adalah seorang wanita yang berusia terpaut
tiga tahun di atas Niken. Ia menyambut Niken dengan pelukan dan senyuman
mengembang. Mempersilakan Niken untuk masuk ke dalam rumahnya. Sementara Alvi
yang mengikuti Niken dari belakang hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya
untuk menyapa.
"Siapa...?" tanya Alvi kepada Niken dengan nada
berbisik.
"Cathreen. Istri Will...," jawab Niken.
"Istri Will, Indo...?" tanya Alvi lagi yang di
jawab Niken dengan anggukan kepala. "Aku pikir istrinya bule...,"
ujar Alvi masih dengan suara lirih agar tak terdengar sang pemilik rumah.
"Will suka gadis lokal. Lagipula, Will juga bukan
seratus persen keturunan Amrik. Neneknya Will aja yang asli orang
Amerika," jelas Niken.
Alvi pun mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mengerti
penjelasan dari Niken. Melihat Will, memang lelaki itu tidak tampak seperti
bule asli. Wajahnya masih mirip orang Indonesia, hanya warna mata dan postur
tubuhnya yang membedakan bahwa ia terlihat seperti orang asing.
"Aunty Ken....," sambut seorang gadis kecil dengan
rambut keriting yang di kuncir dua. Ia berlari dan memeluk kaki Niken. Niken
pun mengambil gadia kecil itu dan menggendongnya.
"Andrea sayang, Aunty kangen....," ujar Niken
sembari menciumi gadis kecil pemilik pipi chuby itu.
Will yang mengetahui kedatangan Niken pun segera
menyambutnya. Ia merentangkan tangan untuk memeluk Niken yang sedang
menggendong Andrea. Tapi, sebuah tatapan tajam menghentikan kebiasaan William
kepada sahabatnya itu.
"Eh...aku nggak tahu kalau kamu bawa pawang...,"
ujar William terkekeh. Sementara Alvi hanya memutar bola matanya malas. Ia
memang sudah beberapa kali melihat Will di Indonesia bersama dengan Niken.
Bahkan lelaki itupun hadir ketika keduanya melangsungkan pernikahan. Tapi,
hanya sebatas itu, Alvi tidak mengenal William lebih dari itu. Bahkan ia semula
mengira bahwa Will adalah kekasih Niken, tapi apa yang dilihatnya hari ini
mampu mematahkan prasangkanya itu.
Niken sudah duduk di sofa ruang keluarga Will begitu pula
dengan Alvi dan William. Sementara Cathreen, berjalan ke dapur untuk menyiapkan
minuman dan beberapa cemilan untuk tamunya.
"Sejak kapan kamu tiba di Amrik?" tanya William
pada Alvi. Pasalnya Niken sang sahabat tidak memberitahu apapun perihal
kedatangan lelaki itu.
"Kemarin...," ujar Alvi singkat. Sementara William
yang mendengar jawaban dari lelaki itu hanya mengangguk-anggukkan
kepalanya.
"Kenapa tidak di ajak kemari dari kemarin...?"
tanya William lagi yang kini diajukan kepada sang sahabat.
"Eh ya quality time dulu lah. Sudah tiga tahun nggak
ketemu...," jelas Niken.
"Alah..sok-sok an kamu quality time, kangen juga kan
nggak ketemu dia. Disuruh pulang nggak mau, jadi emang pinginnya di jemput
ya...," ledek Will kepada Niken. Sementara Niken yang mendengar ledekan
dari sahabatnya itu hanya cemberut. Berbeda dengan Alvi yang tersenyum, ia
dapat melihat semburat merah di pipi Niken setelah mendapat ledekan dari Will.
"Ya, namanya juga wanita Will, bilangnya nggak mau tapi
sebenarnya mau kan...," Alvi menambahkan pernyataan ejekan Will kepada
Niken tadi yang tentu saja membuat Niken lebih cemberut.
"So...kalian....?" William kembali bertanya, tapi
ia tak melanjutkan pertanyaannya karena kedua orang yang tengah duduk di
hadapannya itu telah menganggukkan kepalanya untuk memberi jawaban atas
pertanyaan Will yang belum tuntas tersebut.
"Kami akan kembali ke Indo...," ujar Alvi.
"Itu bagus.. bawa aja dia nih, biar nggak ngerusuh aja
disini...," ujar Will.
"Ih...siapa yang ngerusuhin kamu sih Will...," ucap
Niken tidak terima dengan pernyataan sang sahabat.
"Lah apa namanya tidak ngerusuh. Tiap hari datang cuman
untuk memonopoli Cathreen buat curhat, kadang nangis-nangis karena kangen sama
lakinya...," ucap Will yang tentu saja membuat Niken bersungut karena
membongkar rahasianya di depan Alvi. "Makanya, kalau kangen ya samperin.
Jangan dipendem sendiri aja...," tambah Will.
"Ih...Will mah....," Niken tampak malu karena
rahasianya yang selama ini selalu merindukan Alvi terbongkar di depan lelaki
itu.
"Sudah..sudah Will berhenti meledek Niken, tuh lihat
pipinya udah merah kayak kepiting rebus," bela Cathreen yang datang dengan
membawa minuman dan cemilan. Ia pun kemudian mendudukkan dirinya tepat
disamping William, sang suami.
"Eh, bener kan Yang, tiga bulan yang lalu dia datang
nangis-nangis minta cerai aja dari Alvi karena cemburu...," ucap William
yang sontak mendapatkan pelototan tajam baik dari Niken maupun Cathreen.
"Ups...sorry keceplosan..," ujar William sembari menggaruk tengkuknya
yang tidak gatal.
"Eh...cemburu kenapa?" tanya Alvi kepada Niken,
namun Niken hanya menundukkan kepalanya sembari memeluk Andrea yang ada di
pangkuannya. Tak mendapatkan jawaban dari sang istri, ia pun kembali mengajukan
pertanyaan itu kepada William dan Cathreen.
"Apalagi kalau bukan scandal kamu dengan sang model
terkenal "Irene Turano"," jelas Will.
Alvi menghirup udara banyak-banyak. Kemudian ia mengarahkan
pandangannya pada wanita yang duduk disampingnya itu.
"Kamu percaya gosip yang tidak mendasar itu? Hubungan
aku sama Irene sudah berakhir lama dan kamu sendiri tahu tentang itu. Karena
sejak kamu memberi tahu kebenaran tentang Irene dulu dan aku membuktikan
kebenaran tentang ucapanmu, hubungan diantara aku dan Irene berakhir saat itu
juga. Jadi, nggak mungkin banget kalau aku yang telah menghamili
Irene...," jelas Alvi.
Niken yang mendengar penjelasan Alvi pun menganggukkan kepalanya.
Ia memang tidak mempercayai apa yang dimuat di berita gosip itu. Tapi, tetap
saja pemikiran-pemikiran buruk itu bersarang di kepala cantiknya.
"Lantas kenapa kamu masih meragukanku...?" tanya
Alvi.
Niken lantas menyerahkan Andrea kepada Cathreen setelah
memberi penjelasan pada gadis kecil itu yang telah duduk nyaman dipangkuannya
sedari tadi. Ia berjalan menuju ke sebuah kamar di rumah William. Ia yang
memang sering menginap di rumah William memiliki kamar tersendiri yang
disediakan oleh sang pemilik rumah untuk gadis itu.
Setelah beberapa menit ia pun kembali dengan membawakan
sebuah kardus kecil. Setelah sampai ditempat duduknya semula ia menyerahkan
kardus kecil itu kepada Alvi ia kembali menundukkan kepalanya. Tak berani
menatap wajah lelaki itu.
Alvi mengernyitkan keningnya, menerima kardus kecil yang
diberikan oleh Niken. Perlahan-lahan ia membuka tutup kardus itu. Dan ia
terkejut mendapati apa yang ada di dalamnya. Disana banyak sekali foto dirinya
dan Irene. Dan foto-foto itu banyak yang foto lama, yang baru hanya beberapa
dan itu tampaknya di foto dengan tidak begitu jelas karena mungkin diambil dari
jarak yang jauh.
"In..ini.....?"
"Irene yang mengirimkan surat-surat ancaman dan
foto-foto itu pada Niken...," jelas Cathreen.
"Jadi alasan kamu tidak kembali juga karena
ancaman-ancaman ini...?" tanya Alvi yang di jawab anggukan oleh
Niken.
"Ya, Tuhan...,"ujar Alvi.
Kemudian Alvi pun merengkuh Niken dalam pelukannya. Gadis
yang sudah tak gadis lagi itu meneteskan air matanya. Isak tangis begitu memilukan
terdengar dari Niken. Dan Alvi hanya bisa mengusap punggung gemetar gadis yang
ada di dalam pelukannya itu.
*****
0 comments:
Posting Komentar