Rabu, 22 April 2020

Lima Belas

Edit Posted by with No comments

Seperti yang dijanjikannya kepada Alvi kemarin, Niken membawa Alvi ke rumah William. Rumah tersebut tidak terlalu besar, namun memiliki halaman yang cukup luas dengan rumput yang terawat dengan rapi. Bunga-bunga di taman tersebut juga indah ditata sedemikian rupa hingga tampak begitu mengagumkan.
Niken membunyikan bel di rumah itu. Tak selang beberapa lama seseorang membukakan pintu rumah. Ia adalah seorang wanita yang berusia terpaut tiga tahun di atas Niken. Ia menyambut Niken dengan pelukan dan senyuman mengembang. Mempersilakan Niken untuk masuk ke dalam rumahnya. Sementara Alvi yang mengikuti Niken dari belakang hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya untuk menyapa.
"Siapa...?" tanya Alvi kepada Niken dengan nada berbisik.
"Cathreen. Istri Will...," jawab Niken.
"Istri Will, Indo...?" tanya Alvi lagi yang di jawab Niken dengan anggukan kepala. "Aku pikir istrinya bule...," ujar Alvi masih dengan suara lirih agar tak terdengar sang pemilik rumah.
"Will suka gadis lokal. Lagipula, Will juga bukan seratus persen keturunan Amrik. Neneknya Will aja yang asli orang Amerika," jelas Niken.
Alvi pun mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mengerti penjelasan dari Niken. Melihat Will, memang lelaki itu tidak tampak seperti bule asli. Wajahnya masih mirip orang Indonesia, hanya warna mata dan postur tubuhnya yang membedakan bahwa ia terlihat seperti orang asing.
"Aunty Ken....," sambut seorang gadis kecil dengan rambut keriting yang di kuncir dua. Ia berlari dan memeluk kaki Niken. Niken pun mengambil gadia kecil itu dan menggendongnya.
"Andrea sayang, Aunty kangen....," ujar Niken sembari menciumi gadis kecil pemilik pipi chuby itu. 
Will yang mengetahui kedatangan Niken pun segera menyambutnya. Ia merentangkan tangan untuk memeluk Niken yang sedang menggendong Andrea. Tapi, sebuah tatapan tajam menghentikan kebiasaan William kepada sahabatnya itu.
"Eh...aku nggak tahu kalau kamu bawa pawang...," ujar William terkekeh. Sementara Alvi hanya memutar bola matanya malas. Ia memang sudah beberapa kali melihat Will di Indonesia bersama dengan Niken. Bahkan lelaki itupun hadir ketika keduanya melangsungkan pernikahan. Tapi, hanya sebatas itu, Alvi tidak mengenal William lebih dari itu. Bahkan ia semula mengira bahwa Will adalah kekasih Niken, tapi apa yang dilihatnya hari ini mampu mematahkan prasangkanya itu.
Niken sudah duduk di sofa ruang keluarga Will begitu pula dengan Alvi dan William. Sementara Cathreen, berjalan ke dapur untuk menyiapkan minuman dan beberapa cemilan untuk tamunya.
"Sejak kapan kamu tiba di Amrik?" tanya William pada Alvi. Pasalnya Niken sang sahabat tidak memberitahu apapun perihal kedatangan lelaki itu.
"Kemarin...," ujar Alvi singkat. Sementara William yang mendengar jawaban dari lelaki itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. 
"Kenapa tidak di ajak kemari dari kemarin...?" tanya William lagi yang kini diajukan kepada sang sahabat.
"Eh ya quality time dulu lah. Sudah tiga tahun nggak ketemu...," jelas Niken.
"Alah..sok-sok an kamu quality time, kangen juga kan nggak ketemu dia. Disuruh pulang nggak mau, jadi emang pinginnya di jemput ya...," ledek Will kepada Niken. Sementara Niken yang mendengar ledekan dari sahabatnya itu hanya cemberut. Berbeda dengan Alvi yang tersenyum, ia dapat melihat semburat merah di pipi Niken setelah mendapat ledekan dari Will.
"Ya, namanya juga wanita Will, bilangnya nggak mau tapi sebenarnya mau kan...," Alvi menambahkan pernyataan ejekan Will kepada Niken tadi yang tentu saja membuat Niken lebih cemberut.
"So...kalian....?" William kembali bertanya, tapi ia tak melanjutkan pertanyaannya karena kedua orang yang tengah duduk di hadapannya itu telah menganggukkan kepalanya untuk memberi jawaban atas pertanyaan Will yang belum tuntas tersebut.
"Kami akan kembali ke Indo...," ujar Alvi.
"Itu bagus.. bawa aja dia nih, biar nggak ngerusuh aja disini...," ujar Will.
"Ih...siapa yang ngerusuhin kamu sih Will...," ucap Niken tidak terima dengan pernyataan sang sahabat.
"Lah apa namanya tidak ngerusuh. Tiap hari datang cuman untuk memonopoli Cathreen buat curhat, kadang nangis-nangis karena kangen sama lakinya...," ucap Will yang tentu saja membuat Niken bersungut karena membongkar rahasianya di depan Alvi. "Makanya, kalau kangen ya samperin. Jangan dipendem sendiri aja...," tambah Will.
"Ih...Will mah....," Niken tampak malu karena rahasianya yang selama ini selalu merindukan Alvi terbongkar di depan lelaki itu.
"Sudah..sudah Will berhenti meledek Niken, tuh lihat pipinya udah merah kayak kepiting rebus," bela Cathreen yang datang dengan membawa minuman dan cemilan. Ia pun kemudian mendudukkan dirinya tepat disamping William, sang suami.
"Eh, bener kan Yang, tiga bulan yang lalu dia datang nangis-nangis minta cerai aja dari Alvi karena cemburu...," ucap William yang sontak mendapatkan pelototan tajam baik dari Niken maupun Cathreen. "Ups...sorry keceplosan..," ujar William sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Eh...cemburu kenapa?" tanya Alvi kepada Niken, namun Niken hanya menundukkan kepalanya sembari memeluk Andrea yang ada di pangkuannya. Tak mendapatkan jawaban dari sang istri, ia pun kembali mengajukan pertanyaan itu kepada William dan Cathreen.
"Apalagi kalau bukan scandal kamu dengan sang model terkenal "Irene Turano"," jelas Will.
Alvi menghirup udara banyak-banyak. Kemudian ia mengarahkan pandangannya pada wanita yang duduk disampingnya itu. 
"Kamu percaya gosip yang tidak mendasar itu? Hubungan aku sama Irene sudah berakhir lama dan kamu sendiri tahu tentang itu. Karena sejak kamu memberi tahu kebenaran tentang Irene dulu dan aku membuktikan kebenaran tentang ucapanmu, hubungan diantara aku dan Irene berakhir saat itu juga. Jadi, nggak mungkin banget kalau aku yang telah menghamili Irene...," jelas Alvi.
Niken yang mendengar penjelasan Alvi pun menganggukkan kepalanya. Ia memang tidak mempercayai apa yang dimuat di berita gosip itu. Tapi, tetap saja pemikiran-pemikiran buruk itu bersarang di kepala cantiknya.
"Lantas kenapa kamu masih meragukanku...?" tanya Alvi. 
Niken lantas menyerahkan Andrea kepada Cathreen setelah memberi penjelasan pada gadis kecil itu yang telah duduk nyaman dipangkuannya sedari tadi. Ia berjalan menuju ke sebuah kamar di rumah William. Ia yang memang sering menginap di rumah William memiliki kamar tersendiri yang disediakan oleh sang pemilik rumah untuk gadis itu.
Setelah beberapa menit ia pun kembali dengan membawakan sebuah kardus kecil. Setelah sampai ditempat duduknya semula ia menyerahkan kardus kecil itu kepada Alvi ia kembali menundukkan kepalanya. Tak berani menatap wajah lelaki itu.
Alvi mengernyitkan keningnya, menerima kardus kecil yang diberikan oleh Niken. Perlahan-lahan ia membuka tutup kardus itu. Dan ia terkejut mendapati apa yang ada di dalamnya. Disana banyak sekali foto dirinya dan Irene. Dan foto-foto itu banyak yang foto lama, yang baru hanya beberapa dan itu tampaknya di foto dengan tidak begitu jelas karena mungkin diambil dari jarak yang jauh.
"In..ini.....?"
"Irene yang mengirimkan surat-surat ancaman dan foto-foto itu pada Niken...," jelas Cathreen.
"Jadi alasan kamu tidak kembali juga karena ancaman-ancaman ini...?" tanya Alvi yang di jawab anggukan oleh Niken. 
"Ya, Tuhan...,"ujar Alvi.
Kemudian Alvi pun merengkuh Niken dalam pelukannya. Gadis yang sudah tak gadis lagi itu meneteskan air matanya. Isak tangis begitu memilukan terdengar dari Niken. Dan Alvi hanya bisa mengusap punggung gemetar gadis yang ada di dalam pelukannya itu.
*****





0 comments:

Posting Komentar