Rabu, 22 April 2020

Enam Belas

Edit Posted by with No comments

Alvi yang sudah menemani istrinya yang tertidur sehabis menangis itupun kembali ke ruang keluarga. Disana masih ada William yang tengah duduk di sofa sembari menonton televisi. Sementara Cathreen mungkin tengah tidur menemani Andrea yang tadi juga ikut menangis karena melihat Aunty-nya atau Niken menangis.
"Sudah tidur...," tanya Will pada Alvi yang kini mendaratkan bokongnya di sofa berdampingan dengan William.
"Sudah berapa lama ia mendapatkan surat-surat ancaman itu...?" tanya Alvi.
"Sejak di Indonesia. Sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengikutiku ke sini...," jelas William.
"Ken..kenapa....?"
"Ma'af Vi, aku tidak memberitahumu sejak dulu karena Niken melarangnya. Ia bilang, lebih baik kamu tidak tahu. Itu akan mudah untuk kamu melupakannya dan hidup bahagia..," jelas Will.
Alvi menggaruk gusar rambutnya. "Bagaimana mungkin dia berpikir seperti itu?"
"Aku mengenal Niken cukup lama dan aku tahu bahwa ia akan memberi keputusan yang rasional menurutnya meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri. Ia tidak ingin keluarganya yang sudah lama tidak diketahuinya itu menderita. Kamu tahu Vi, ketika ia mengetahui perihal keluarganya yang sebenarnya Niken sangat bahagia. Kebahagiaan yang mungkin sudah lama tak ia rasakan setelah orangtua angkatnya yaitu Tante Selvi dan Om Bram juga adiknya Viola meninggal dunia. Padahal, ia hanya bisa melihat keluarganya dari jauh, ia tidak mendapatkan kasih sayang yang semestinya dari kedua orang tua kandungnya. Tapi, ia bahagia dan ia menyembunyikan kebahagiaannya itu dalam kebencian. Ia tidak membenci orang tuanya yang tidak mengakuinya sebagai anak, ia hanya membenci karena memperlakukanmu sebagai alat untuk balas dendam. " jelas William," ucap Will.
William menghela napas dan kemudian melanjutkan ceritanya. 
"Dan karena kamulah, akhirnya ia menemukan tekadnya untuk menghentikan ayahnya. Ia belajar keras manajemen dan segala hal tentang bisnis, meskipun ia tidak pernah menyukai bidang itu. Salah satu hal yang sangat disukainya hanyalah bermain biola. Dan ia akan tampak sangat ceria setiap kali memainkan benda kecil yang digesek itu. Tapi, demi memutus kerumitan masalah keluarganya itu, ia melakukan apa yang tidak disukainya itu. Dan kemudian hadir di tengah keluarga kandungnya sendiri meski ia harus menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya. Ia juga bahagia ketika menikah denganmu, bukan tanpa alasan ia sangat menyukaimu. Aku bisa melihat binar bahagia dari matanya dulu, setiap kali Viola menceritakan tentang kamu kepada Niken. Namun, seolah Tuhan enggan membuatnya bahagia dalam waktu lama, kebahagiaan itu terenggut darinya. Setelah mendapati kenyataan bahwa ia menderita penyakit auto imun itu,"
Hening tercipta diantara keduanya. Alvi masih terdiam mendengarkan dengan saksama cerita William tentang istrinya. 
"Lantas, kenapa Irene bisa tahu bahwa dia menderita penyakit itu...?" Alvi pun akhirnya menanyakan pertanyaan yang sudah sejak tadi berkelebat dalam kepalanya.
William mengangkat bahunya. "Aku juga tidak tahu. Pasalnya, setelah didiagnosis penyakit tersebut oleh dokter di Indonesia tiga tahun yang lalu dia tidak pernah memberitahu kepada siapapun selain aku dan Cathreen. Bahkan Mamanya, Tante Ratih baru tahu penyakit tersebut tiga bulan yang lalu, ketika Niken memutuskan untuk meminta cerai darimu setelah mendengar gosip tentang kehamilan Irene,"
"Kamu sudah berusaha mencari tahu siapa orang yang membocorkan tentang penyakit Niken itu?" tanya Alvi lagi.
William menganggukkan kepala. "Sudah, tapi hasilnya nihil. Aku sudah bertanya pada beberapa dokter yang ku kenal bekerja di rumah sakit tempat Niken melakukan pemeriksaan tapi hasilnya Nihil. Mungkin, ada seseorang yang sangat berkuasa di sana yang bisa mengakses semua informasi pribadi dengan mudah, hingga Irene bisa mengetahui informasi tentang penyakit Niken yang seharusnya rahasia," ujar Will.
Alvi memutar otaknya mencari tahu kemungkinan-kemungkinan orang yang sangat berkuasa tiga tahun yang lalu. Seseorang yang berada di balik layar yang bisa membatu Irene untuk mendapatkan informasi rahasia itu. Dan satu nama melintas di kepalanya.
"Aku tahu orang itu...," cetus Alvi kemudian.
"Siapa?" tanya William penasaran.
"Siapa lagi kalau bukan Jacky, Jacky Malik Rusdiantoro. Keluarga Rusdiantoro cukup berkuasa saat itu. Jadi ia tentu saja bisa melakukan apapun dengan nama keluarganya untuk membantu Irene mendapatkan informasi rahasia itu," jelas Alvi.
"Untungnya buat dia apa?" tanya Will.
"Karena dia memiliki dendam kepadaku. Tidak hanya dia tapi seluruh keluarganya menaruh dendam kepada keluarga Keysnandra...," ujar Alvi.
"Jad..jadi bisa jadi dia...,"
Alvi menganggukkan kepalanya seraya memberi jawaban "iya" atas pertanyaan Will yang belum tuntas. 
"Kemungkinan besar mereka dalangnya. Mereka akan melakukan segala cara untuk menggoyahkan posisi Keluarga Keynandra dalam hal apapun baik itu di bidang bisnis perusahaan atau menghancurkan keluarga Keysnandra satu persatu. Seperti yang terjadi pada Tante Selvi dan Om Bram yang sudah dianggap sebagai keluarga Keysnandra, juga Viola saudara kembar Niken. Dan sekarang yang menjadi targetnya adalah Niken. Mereka berusaha untuk membuat Niken terpuruk akan kondisinya...," 
"Iya, bisa jadi benar. Karena saat itu pertama kalinya Niken mendapatkan surat-surat ancaman itu, ia sempat histeris dan depresi. Karena itulah aku menyiapkannya kamar dirumahku ini untuknya, agar ia tidak sendirian di apartemen dan membuat aku dan Cathreen tidak bisa menjaganya saat ia kembali mendapat teror-teror itu...," jelas Will. "Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya William.
"Aku akan menyuruh beberapa detektif mencari tahu kebenaran dugaan kita itu serta mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk bisa memenjarakan mereka dan keluarganya," jelas Alvi.
"Ya... aku setuju...,"
"Oh, ya kamu juga punya bukti-bukti yang sudah dikumpulkan Niken terkait dengan kematian Tante Selvi, Om Bram dan Viola kan?" tanya Alvi.
"Iya, aku tahu dimana Niken menyimpannya. Aku juga ikut serta membantunya mengumpulkan bukti-bukti itu jadi sedikit banyak aku tahu. Tapi, kami menghentikan pencarian bukti-bukti itu lagi sejak tiga tahun lalu, mengingat aku harus memprioritaskan untuk menjaga kondisi Niken dari..,"
"Ya, aku tahu. Tidak masalah, kita bisa melanjutkan pencarian bukti-bukti itu lagi. Terima kasih Will. Kamu menjaga Niken yang seharusnya menjadi tugasku...," ujar Alvi.
"Tidak masalah. Niken sahabatku, aku mengenalnya sejak kecil dan ia sudah seperti keluargaku sendiri. Jadi, kamu tidak perlu berterima kasih kepada sesama saudara...," ujar Will.
"Ekhm....,"
"Ya....?"
"Selain itu, aku juga minta ma'af padamu Will...," ujar Alvi.
William mengerutkan kening, ia bingung dan tidak mengerti maksud perkataan Alvi. 
"Minta ma'af untuk..?"
"Karena pernah berpikir buruk tentangmu. Bahwa kamu adalah selingkuhan Niken...," ujar Alvi.
Mendengar hal itu William hanya bisa tertawa. "Ya Tuhan, kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu..?"
"Ya namanya juga....,"
"Cemburu...," goda Will. Yang tentu saja membuat Alvi mendengus. 
Sementara William masih dengan tawanya yang tak henti-henti. Alvi akhirnya melangkahkan kaki kembali ke kamar yang ditempati Niken di rumah Will, tanpa menghiraukan sang pemilik rumah yang masih menertawai kebodohan pemikirannya tadi itu.
"Mau kemana? Kabur...," ujar Will.
Alvi hanya mengedikkan bahu, acuh. Tapi ketika Will menyuruhnya mendekat untuk memberitahukan satu rahasia tentang Niken, mau tak mau Alvi pun kembali melangkahkan kakinya menuju Will.
"Niken tidak pernah pacaran. Kamu satu-satunya lelaki yang ia suka. Ia tidak pernah terlibat pergaulan bebas meskipun cukup lama tinggal di Amrik. Jadi dia masih...," 
Alvi memotong penjelasan Will. Karena ia tahu apa yang akan dikatakan lelaki itu kepadanya.
"Aku tahu...," ujar Alvi. Sementara William cengo mendengar perkataan Alvi itu. Ia mengernyit bingung kenapa lelaki itu bisa tahu padahal ia belum menyelesaikan penjelasannya. "Karena aku orang yang pertama melakukan itu padanya...," jelas Alvi santai dan melenggang pergi meninggalkan lelaki itu.
Sementara Will melayangkan bantal sofa ke Alvi setelah mendengar perkataan Alvi.
"Jadi, kemari setelah kamu baru nyampai di Amrik kamu dan Niken melakukan itu?" tanya William sembari berteriak karena lelaki itu melenggang pergi menuju kamar Niken. Ia dapat melihat lelaki itu hanya mengedikkan bahunya seraya menjadi jawaban atas pertanyaan Will.
"Dasar, awalnya sok-sok an pada nggak mau. Nyatanya lama nggak ketemu eh malah nggak tau malu langsung melakukan itu," gerutu Will. Ia pun kemudian mematikan televisi dan menuju ke kamarnya untuk menyusul sang istri dan anaknya yang tengah tidur siang.





0 comments:

Posting Komentar