Ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dinalar dengan logika. Karena jika merunut pada logika sebagai dasar, tak semestinya saya memendam perasaan ini kepada kamu sekian tahun lamanya. Tak semestinya saya menyimpan perasaan untuk seseorang yang tidak pernah bisa saya miliki. Dan tak semestinya saya menyimpan perasaan pada seseorang yang hatinya masih terikat erat dengan masa lalunya.
Saya harus berhenti, tepat ketika kamu memberikan pengabaian atas keberadaan saya, ketika itu pula seharusnya saya sadar bahwa kamu telah mendorong saya pergi menjauh dari hidupmu.
Namun nyatanya perasaan saya tak sejalan dengan logika saya. Berkali-kali saya meminta kepada Tuhan untuk menghapus kamu selamanya dalam ingatan saya. Berkali-kali pula kamu malah sekelebat hadir dalam ingatan, bahkan kamu pun hadir sebagai bunga tidur ketika malam.
Seperti saat ini, ketika saya selalu kesakitan setiap bulannya ingatan saya kembali ke masa itu. Masa dimana saya pernah terbaring lemah dan kamu memandang saya dengan prihatin. "Apa yang bisa saya bantu?" katamu kala itu. Saya hendak mengutarakan keinginan saya, namun terlalu malu untuk mengatakannya. Akhirnya saya hanya bisa menggelengkan kepala. Kamu tersenyum dan berlalu pergi kemudian.
Beberapa menit setelahnya, kamu tersenyum melihat saya mengonsumsi apa yang dikonsumsi oleh seorang wanita ketika kesakitan setiap kali tamu bulanannya datang berkunjung. Saya pun hanya bisa tersenyum kikuk bercampur malu, karena akhirnya kamu tahu tentang apa yang tidak bisa saya utarakan beberapa detik lalu, ketika kamu berniat mengulurkan tangan untuk membantu saya.
Itu adalah sebuah ingatan kecil tentang masa lalu. Namun, tetap saja sekecil apapun ingatan itu, jika itu tentang kamu, selaksa air mata saya menetes tanpa pernah bisa saya bendung lagi.
Perlahan saya sadar bahwa itu hanya sebagian kecil hal yang tidak bisa saya utarakan kepada kamu. Ada hal lebih besar yang sampai detik ini saya tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan apa yang selama ini saya pendam dan hanya saya bagi dengan Tuhan. Bahkan ketika hanya berdua bersamamu, saya tidak bisa menatap kamu lebih lama dibandingkan tatapanmu. Karena ketika saya menatap mata kamu, saya akan berilusi bahwa ada diri saya dalam pekatnya hitam dikedua matamu. Saya akan berangan-angan bahwa saya-lah semesta bagi kamu.
Oleh karena itulah, saya tidak berani menatap mata kamu berlama-lama. Karena saya takut, takut akan tenggelam dalam angan-angan. Saya takut, takut akan berharap pada ilusi tak nyata. Karena keduanya baik angan-angan ataupun ilusi itu hanya akan mengantarkan saya pada sebuah kebahagiaan semu.
Pasuruan, 18 Januari 2020
0 comments:
Posting Komentar