"Ada banyak hal yang ternyata terlewatkan. Masa lalu bukan hanya tentang kamu, tetapi tentang mereka pula yang peduli pada ku saat kamu menyakitiku. Dan sekarang aku merindukan orang-orang yang seperti itu kembali dalam kehidupanku."
Aku melihat foto-foto masa lalu di leptop kecilku. Si putih begitulah kerap aku memanggilnya. Bukan tanpa alasan aku menamainya seperti itu. Tentu karena warna leptop itu memang putih. Sederhana saja nama itu ku berikan. Sebenarnya aku memberi nama pada setiap barang yang ku punya. Contohnya saja sesepuh, itu adalah nama yang ku berikan pada leptopku sebelumnya, yang kemudian di gantikan oleh si putih karena sesepuh sudah mulai soak. Tidak hanya itu, aku pun memberi nama si hitam pada leptop kepunyaannya. Kamu pasti akan bertanya siapa-Nya disini bukan?
Aku biasa menyebutnya si jelek, cecumuk ato sebutan lainnya. Tapi, disini aku akan memperkenalkan dia kepada kalian dengan sebutan Mr. E. Jadi, ceritanya dulu aku memberikan nama untuk leptop milik Mr. E ini. Namanya si hitam. Tentu sama dengan leptop milikku, nama leptop ini juga di ambil dari warnanya, hitam. Sederhana. Bagi sebagian orang, mungkin memang sesederhana itu. Tapi, apakah mereka tahu apa makna dari nama itu?
Let's leave the vague talk. Back to si hitam dan si putih. Hitam dam dan putih keduanya jelas-jelas dua warna yang berbeda. Hitam melambangkan kegelapan dan kesuraman sementara putih melambangkan cahaya dan kesucian. Keduanya berbeda, tidak bisa bersama namun bisa saling melengkapi. Coba lihat saja realita alam, analogikan bahwa malam adalah hitam dan siang adalah putih. Malam selamanya tidak akan bisa bersamaan dengan siang. Mereka selalu datang bergantian. Ketika kita butuh cahaya maka siang akan menemani kita dengan teriknya sinar sang mentari yg menghangatkan. Disisi lain, ketika kita membutuhkan ketenangan kita butuh malam untuk merehatkan badan dan memejamkan mata.
Mereka datang bergantian dan saling melengkapi. Begitulah yang ku ingini ketika itu di masa-masa mendatang. Tentu bukan karena leptop itu akan saling bergantian dan melengkapi tapi lebih kepada pemiliknya. Aku pernah menaruh harapku pada pemilik si hitam agar suatu hari nanti sekalipun kami adalah dua insan yang memiliki berjuta perbedaan, kami selamanya tetap akan saling melengkapi. Baik suka, duka, senang, sedih, bahagia, kecewa, dalam segala rasa aku pernah berharap kami saling melengkapi dan saling menguatkan.
Tapi, nyatanya harapan memang selalu terlalu tinggi. Semuanya hanyalah asa pada ketinggian yang tak akan pernah teraih. Belum beranjak jauh ke masa depan, harapanku saat itu pupus begitu saja. Kamu tahu kenapa? Aku ceritakan sebuah kisah tentang masa lalu.
Kala itu aku pernah minta tolong padanya, dialah pemilik si hitam, atau sebut saja dengan Mr. E untuk mengantarkanku mengadu nasib di ibukota. Tapi, berulang kali aku mengirim pesan, berulang kali aku melakukan panggilan ke hp nya, ia tak kunjung membalas atau menjawabnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Kala itu, aku tidak punya keberanian untuk pergi sendiri ke ibukota. Selain karena masih asing, aku juga tidak tahu mana-mana takutnya aku nyasar karena tak tau arah dalam kelanaku sendirian. Dengan ketakutan tersebutlah akhirnya aku memutuskan untuk meminta tolong padanya.
Berulang kali aku melakukan hal yang sama. Dari menit ke menit aku menghubunginya, Tapi, sekalipun tak pernah ada balasnya. Hingga akhirnya, sahabatku pun merasa prihatin denganku. Ia mencoba membantuku untuk menghubunginya. Barangkali dengam begitu ia akan mengangkatnya. Tapi nihil sama sekali nihil. Disaat aku benar-benar butuh dia, butuh bantuannya, dia tidak ada. Dia acuh dan tak peduli padaku.
Aku hanya bisa terdiam. Dan berkata dalam hati. Ah, seperti ini lagi rasanya, diabaikan dan tidak dipedulikan. Aku tidak marah, tentu saja tidak. Karena aku tak pernah berhak untuk marah terhadapmu. Jika kamu memilih untuk mengabaikanku itu adalah keputusanmu dan tidak ada yang pernah bisa merubah itu. Tapi, kemudian aku melihat sahabatku bangkit dari duduknya, ia menghentakkan kakinya. Raut wajah kesal menyelimuti dirinya.
"Kenapa dia begitu? Disaat kamu butuh kenapa dia tidak ada?" Ucapnya dengan penuh amarah.
"Sudahlah, nggak apa-apa....," ucapku kemudian sembari mencoba meredam amarahnya.
"Nggak bisa gitu dong Fa, namanya nggak adil. Saat dia butuh kamu, kamu selalu ada. Selalu bantuin dia saat dia kesulitan. Dan bahkan kamu rela menunda waktu kepulanganmu hanya untuk dia. Untuk menemani dia mengerjakan tugas-tugasnya itu. Tapi sekarang, disaat kamu benar-benar butuh dia, untuk penentuan masa depan kamu, dia tidak ada. Bahkan tidak menjawab telpon sama sekali....," sungutnya.
"Mudah saja Cha, itu berarti aku bukanlah prioritasnya. Ada yang lain yang menjadi prioritasnya dan mungkin aku orang kesekian yang akan mendapatkan kepeduliannya atau barangkali tak akan pernah mendapatkannya barangsekalipun. Seperti saat ini, sekarang ini, ketika aku benar-benar butuh dia, dia acuh dan tak peduli padaku lagi....," ujarku sembari mencoba untuk tersenyum.
Sahabatku itu hanya bisa menatapku dengan iba. Ia orang yang paling tersakiti ketika aku diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Amarah dan kekesalannya memuncak begitu saja melihat lelaki itu menyakitiku. Dan aku hanya bisa memberikan senyuman terbaikku untuknya sebagai tanda bahwa aku baik-baik saja. Ia tak perlu cemas, aku bisa meski hanya sendiri tanpa lelaki itu lagi.
Ia pun merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Memelukku dengan kehangatan dan mengucapkan do'a-do'a keberuntungan untukku di perjalanan nanti. Yang akan aku lalui sendiri.
Sejenak, setelah mengingat tentang semua hal itu. Akupun akhirnya sadar, bahwa masa lalu bukan hanya tentang kamu (lelaki itu) yang menyakitiku, tapi juga tentang dia (sahabatku) yang peduli tentangku setelah kamu menyakitiku.
Dan kini, yang ada hanyalah si putih yang selalu menemani. Sementara si hitam juga kamu hanyalah sebait kisah masa lalu. Bersemayamlah dalam kenang, agar aku tidak selalu terbayang. Oleh kamu yang pernah menyakitiku dan menghilang tanpa pernah kembali pulang.
Pasuruan , 31 Januari 2020
0 comments:
Posting Komentar