Jumat, 16 Oktober 2020

Dilema

Edit Posted by with No comments


 Semua bungkam, semua terdiam.

Pada siapa lagi aku harus bertanya?
Perihal kamu yang entah seperti apa kini?

Bohong jika aku berkata bahwa tak ingin lagi tau sesuatu tentangmu
Terlebih ketika namamu tiba-tiba hadir beberapa waktu lalu
Aku diserang ragu, perlahan dilema membelenggu
Tapi, tetap saja aku tak bisa berbuat apa-apa untuk itu
Bahkan bertanya pada sahabatmu pun membuat lidahku keluh

Pikirku, tak mengapa apapun jawaban dari semua pertanyaanku tentangmu
Aku akan siap menerima dan memeluk semua luka itu
Yang penting aku tahu tentangmu, hingga aku bisa dengan ikhlas melepasmu
Tanpa pernah menaruh harap lagi akan masa depan bersamamu

Tapi nyatanya, aku harus kembali pada kecewa
Tak akan pernah ada yang akan memberitahu perihal kamu saat ini
Aku harus kembali menelan dilema
Kembali memendam rasa yang tak seharusnya ada itu dalam hati

Mungkin inilah jawaban dari Tuhan atas semua do'a-do'a
Bahwa kami memang tidak tercipta untuk takdir yang sama
Aku harus kembali melangkah
Mengerahkan segala upaya untuk merelakan dan lilah
Agar retas dilema dalam dada




/30/5/20

Pic : Tentang Rasa Mengikhlaskan


Sajak Tanpa Nama

Edit Posted by with No comments


 Ada seekor burung merpati yg hinggap di dahan pepohonan. Ia terdiam bertengger disana. Menatap langit hitam yang bergemuruh. "Ah, sepertinya, hujan akan turun," pikirnya.


Ia tak bergeming. Masih setia meringkuk di batang pepohonan itu. Menyembunyikan diri diantara rimbun dedaunan.

Tampak sepasang burung merpati lain terbang melintas di hadapannya. Ia hanya bisa menatap tanpa kata. Terlihat matanya seolah berkaca-kaca. Tapi bibirnya bungkam tanpa suara. Ia bertanya pada dirinya sendiri. "Katanya merpati tercipta berpasang-pasangan, tapi kenapa hanya aku yg sendiri?" Ujarnya dalam hati.

Sepasang merpati yg melintas itu tengah hilang dari pandangannya. Kembali ia sapukan pandangannya pada gerimis yang perlahan mulai turun membasahi bumi.

Hujan yang datang seolah menjadi lagu yg mengiringi kesedihannya. Air matanya pun tumpah ruah mengingat mungkin dosa-dosanya terlampau besar hingga Tuhan mengujinya untuk bersabar. "Ah, tak apa aku bisa. Tuhan tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya," gumamnya kemudian.

Seiring berhentinya hujan yang turun, berhenti pula gerimis-gerimis kecil yg tercipta dari kedua mata indahnya. Ia menghirup aroma petrikor yang menyejukkan. Ia kemudian mengepakkan sayapnya dan terbang. Melanjutkan perjalanan yang masih tak diketahuinya kemana ujung dari perjalanan itu. 

-Sajak Tanpa Nama-

Pasuruan, 31 Mei 2020


Jangan Bimbang

Edit Posted by with No comments


 Harusnya jangan datang karena itu bisa membuatku bimbang. Harusnya jangan datang jika tak berniat menjadikan aku sebagai tempatmu untuk pulang.


Aku sudah terlalu lelah berjuang. Meyakinkanmu bahwa perasaanku masih tetap sama dan tak pernah usang. Mencoba mengisyatimu lewat sajak-sajak kosong ini bahwa kamu masilah yang menjadi pemenang. Untuk perasaanku padamu yg utuh karena tak pernah sanggup untuk ku buang.

Jika memang kamu berniat menjadikanku rumahmu, kamu tahu kemana harus melangkah. Kamu tahu arah mana yang harus kamu ambil untuk menemukan dimana aku berada. Dan kamu tahu apa yang selama ini kusimpan dalam kedalaman ingin yang hanya bisa ku simpan sendiri dalam dada.

Allah akan menunjukkan kepadamu jalan menujuku. Jika memang aku adalah tujuan terakhirmu. Aku akan menunggumu dengan setia di tempatku. Tapi ku mohon jangan terlampau lama untuk menemuiku. Karena kamu tahu, pembunuh paling handal adalah waktu.

Bismillah, ikuti kata hatimu. Cari apakah yang berada disana benar namaku. Ataukah aku memang hanya selingan saja untukmu. Aku juga akan berjuang bersamamu. Meminta Allah menunjukkan jalannya untukku. Apakah memang benar kamulah yang selama ini menjadi takdirku. Ataukah aku memang benar-benar harus mengikhlaskanmu.

Untuk kamu yang hadir kembali dengan tiba-tiba dalam hidupku.




Asumsi dalam Diri

Edit Posted by with No comments


 Subuh itu aku membuka akun medsosku. Tanpa sengaja aku melihat namamu bertengger disana meminta pertemanan denganku. Rasa bimbang menghampiriku, apakah ku terima? Atau malah sebaliknya?

Ribuan kali aku melihat akunmu yang kamu kunci itu. Ribuan kali pula aku ingin memencet tombol pertemanan denganmu. Namun, aku berusaha sekeras mungkin untuk menepis keinginan itu. Lantas, tiba-tiba setelah sekian tahun kamu yang meminta berteman denganku. Kenapa?

Pertanyaan itu muncul di kepalaku, berulang-ulang ku dengungkan kata tanya mengapa itu. Beberapa asumsi berkelebat dalam otak kecilku ini.

Mungkin kamu hanya ingin membagi bahagiamu. Bersama ia, wanita yang kini bersanding denganmu. Wanita yang kamu percayai menjadi ibu dari anak-anakmu. Dan tentu saja wanita yang teramat kamu cintai.

Ribuan hari kamu menghilang dari chat grup kita. Dan kemudian kamu hadir dengan kabar yang sungguh membuatku terluka. Karena itulah pemikiran itu muncul dalam kepala. Mungkin kamu ingin membagi bahagiamu kepadaku, tanpa pernah tahu bahwa lukaku kembali menganga karena itu.

Namun, aku memencet terima pada permintaanmu. Entah sesakit apa hatiku aku akan menanggungnya. Kehilanganmu sebagai seseorang yang ku harap menjadi masa depanku, masih lebih baik daripada menghancurkan pertemanan kita bukan? Itulah pemikiranku.

Bahkan tak hanya itu akupun mengikuti akunmu kembali. Ku kesampingkan semua masalah hati. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku baik-baik saja. Tak masalah melihat kamu kini bersama yang lainnya. Meski sebenarnya aku tertatih mengikhlaskanmu pergi.

Aku tengah menangis karena sempat melintas asa dalam kepala kecilku bahwa kamu mungkin saja kembali untukku. Tapi, itu tidak.mungkin bukan? Karena sampai kapanpun kamu tidak akan menginginiku kembali seperti aku yang menginginimu untuk ada di sepanjang hidupku.


Relakan dan Ikhlaskan

Edit Posted by with No comments


 Apa yang kamu harapkan, pada seseorang yang tak pernah mengharapkanmu kembali. Apa yang kamu tunggu, pada seseorang yang telah pergi teramat jauh.

Telah banyak hari kamu lalui hanya dengan menunggunya. Memupuk harapan menjadi semakin tinggi hingga kamu pun lupa jika itu hanyalah kesemuan semata.

Ia adalah langit yang tinggi, sementara kamu hanya bumi yang letakknya jauh di bawahnya. Harusnya kamu sadar, bahwa dia tidak akan pernah melihatmu meski hanya sekelebat mata saja. Harusnya kamu sadar bahwa ia tidak ingin kamu mendekat walau hanya sejengkal saja. Lepaskan ia, sudah cukup selama ini kamu menunggunya.

Entah sudah berapa banyak air matamu menetes karenanya. Ia tidak akan pernah tahu. Ia bahagia dengan hidupnya sekarang. Ia mencapai segala apa yang ia inginkan. Dan ia tak akan pernah tahu bahwa kamu kini tengah berjuang. Berjuang untuk melupakan ia yang pernah kamu pikir akan menjadi masa depanmu di masa mendatang.

Do'a- do'a kerapkali kamu ucapkan di sepertiga malam. Berharap pada sang pencipta bahwa jika memang bukan ia orang yang diciptakan untuk memiliki takdir yang sama denganmu maka kamu meminta kepada Tuhan untuk menghapuskannya dalam pikiran dan juga hatimu. Kamu bahkan meneteskan air mata, memohon dengan sangat kepada sang pencipta agar tak ada lagi bayang dirinya di setiap kamu melangkah.

Terkadang kamu pun bertanya harus berapa banyak lagi kamu berjuang? Harus sekeras apa lagi usahamu agar bisa melupakan? Terlebih mengikhlaskan?

Kamu menangis akan kesedihannya. Tapi, apa ia melakukan hal yang sama? Sama sekali tidak. Bahkan untuk membalas pesanmu saja ia enggak untuk mengetikkan kata-kata. Ia terlalu nyaman dengan bahagianya sekarang, tanpa pernah tahu bahwa kamu tengah berusaha mengikhlaskan dia yang pergi menghilang.

Sudahilah masa penantianmu. Bebaskan dirimu yang hidup dalam bayang-bayang dirinya yg semu. Berikan kesempatan untuk yang datang. Buka hatimu untuk mau menerima dan merelakan, maka kamu telah sampai pada kata mengikhlaskan.

Bismillah...
Tuhanku, aku relakan ia karena-Mu. Karena tidak ada yang mencintaiku lebih besar dari rasa cinta-Mu.


Sebatas Katanya

Edit Posted by with No comments


 Harus sesibuk apa aku, agar bisa lupa kamu selamanya

Katanya aku harus menghapus semua kontakmu di handphoneku agar tak ada keinginan lagi untuk menghubungimu hingga akhirnya nanti aku bisa melupakanmu

Katanya aku harus berhenti mencari tahu tentangmu, tidak mencari tahu adalah hal yang paling tepat agar aku bisa dengan cepat melupakanmu

Katanya aku harus menyibukkan diri, menghabiskan hari dengan banyak kegiatan dan kesibukan, hingga tak akan ada jeda untuk mengingatmu, dan akhirnya perlahan-lahan aku pun bisa melupakanmu

Katanya...
Semua hanya sebatas katanya, namun realitanya?
Aku masih belum bisa lupa

Banyak cara sudah ku tempuh dari katanya pertama sampai entah katanya yang keberapa, tapi aku masih saja belum bisa lupa

Aku bahkan pernah meminta kepada Tuhan, jika kamu memang tidak diperuntukkan menjadi jodohku, aku ingin Tuhan menghapusmu dari daya ingatku agar aku bisa melupa kamu untuk selamanya

Aku bahkan mungkin lupa dengan wajahmu jika tidak melihat fotomu di buku wisuda

Aku juga mungkin tak lagi bisa mengenali suaramu jika nomor asing tiba-tiba menelponku

Tapi, hal itu tetap saja tak pernah berhasil mengikis namamu dari hatiku

Tetap saja kamu, yang ku cari ketika hatiku meragu. Tetap saja kamu yang ku ingat setiap kali masalah datang silih berganti. Dan tetap saja kamu yang ku harapkan menjadi mahramku di setiap angan akan pernikahan ku inginkan.

Ah....aku melantur lagi kali ini dan lagi-lagi aku meletakkan harapan yang fana

Kamu mungkin kini tengah bahagia dengan keberhasilanmu. Tengah tersenyum ceria dengan suksesnya pencapaianmu.

Kamu mungkin pula tengah sibuk dengan kekasihmu yang baru. Atau barangkali bukan kekasih melainkan keluarga kecilmu karena kamu mungkin telah menikah lebih dulu dariku

Insinuasi selalu saja ku selipkan di setiap pernyataanku. Ma'af jika aku terkesan sangat menghakimimu..

Tapi, terlepas dari semua itu, ketika beberapa waktu lalu aku tanpa sengaja searching tetang wanita itu, aku terkejut dan menangis seketika

Wanita itu akan menikah, tapi bukan denganmu, melainkan laki-laki lain. Lantas bagaimana denganmu? Apa kamu baik-baik saja? Aku menangis seketika membayangkan bagaimana kamu akan terluka.

Bohong jika ku katakan aku tidak merasa lega karena nyatanya terselip sedikit bahagia mendapati bukan kamulah mempelai pria nya. Namun, tetap saja hal itu tak menghentikan tangisku.

Aku tak lagi berani menaruh harap bahwa mungkin masih ada kesempatan, masih ada jalan untuk aku bisa bersamamu. Karena pemikiran bahwa kamu mungkin telah bersama dengan wanita lainnya selain wanita itu, selalu muncul dalam kepalaku.

Karenanya, yang tiba-tiba menghias wajahku adalah bening air mata, bukan senyum mengembang yang seperti kamu kira

Aku hanya berharap pada Tuhan agar ia senantiasa menjagamu, dimanapun kamu. Agar ia menguatkanmu atas segala permasalahan yang tengah kamu hadapi. Semoga kamu kuat, ikhlas dan tabah menerima semua kehendak yang mahakuasa.

Karena walau bagaimanapun, terlepas dari takdir yang tidak membawa kita di jalan yang sama, aku tetap ingin kamu bahagia selamanya

Dari seseorang yang masih setia memelukmu dengan rindunya


Ruang Ingatan

Edit Posted by with No comments


 Every thing that happens must have a reason. And God is omniscient of all that is best for our lives.

Ada alasan disetiap hal yang kita lakukan. Ada alasan mengapa kaki kita melangkah. Berjalan menuju tempat-tempat yang baru, juga bertemu orang-orang yang baru meski hanya sepersekian detik waktu. Semuanya ada alasannya, bahkan kenapa kita masih di beri nafas oleh Tuhan hingga detik ini juga ada alasannya. Begitupun kamu, ada alasan mengapa Tuhan pernah menghadirkan kamu di perjalanan hidup saya.

Saya rela, ikhlas bila akhirnya kamu kini bersama dengan yang lain. Mungkin, itu salah satu cara Tuhan mengajarkan kepada saya bagaimana caranya melepaskan. Mungkin, itu cara Tuhan untuk membentuk hati saya, menempanya begitu keras hingga menjadikannya menjadi sekuat baja. Mungkin pula, itu cara Tuhan menyadarkan saya bahwa tiada yang lain yang patut dimintai pengharapan kecuali "Ia", Sang Pemilik Kuasa atas semua mahluk ciptaan-Nya.

Saya sudah bisa menerima, menerima dengan penerimaan dan pemahaman yang baik. Tuhan, selalu memiliki alasan-Nya mengapa ia menjadikan perjalanan hidup saya menjadi seperti ini. Merasakan jatuh cinta tanpa pernah sekalipun mendapatkan balas untuk perasaan itu.

Saya sudah bisa, menganggap kamu sebagai bagian dari masa lalu. Tanpa perlu ku bawa lagi ke masa depan untuk ku simpan bersama angan. Saya juga sudah bisa tersenyum setiap kali kamu tiba-tiba hadir dalam ingatan. Tanpa perlu mendamba untuk bisa kembali merajut kenangan indah itu lagi bersama-sama.

Namun, satu hal yang tidak pernah bisa untuk saya lakukan. Menghapusmu selamanya dalam hidupku. Kamu akan selalu menjadi kamu, yang tersimpan dalam ingatanku. Kamu yang ramah. Kamu yang terkadang penuh amarah. Kamu yang sabar. Kamu yang terkadang memicu tengkar. Kamu yang pendiam. Kamu yang terkadang mencipta redam. Kamu yang lucu. Kamu yang terkadang hanya bisa mencipta pilu. Kamu yang penuh tawa. Kamu yang terlampau sering membuat perih luka yang menganga.

Semua masih teringat jelas dalam dalam ingatan. Bahkan meski waktu berlalu begitu cepat tanpa mampu terhitung tangan. Kamu, masih tersimpan dalam ruang ingatan. Suatu waktu, ruang ingatan membawaku ke masa lalu. Berjumpa kamu yang dulu, kamu yang hanya dengan aku, tanpa dia yang kini menjadi penggantiku. Kamu yang hanya melihat kearahku, tanpa pernah beralih pandang untuk mencari dia, seseorang yang kini menjadikan aku hanya sepenggal sejarah di kehidupanmu. Kamu yang hanya menjadikanku satu-satunya dihidupmu, tanpa pernah beralih untuk menduakanku.

Ruang ingatan terkadang membuatku meneteskan air mata. Menjadikan saya menjadi seorang objek yang tersakiti karena cinta yang tak pernah mendapat balasan yang sama. Kadang pula ia membisik telingaku untuk tak jatuh dan terpenjara oleh luka yang sama. Karenanya ia membangunkan diding tinggi nan kokoh, agar saya tak lagi terjerat pada cinta yang bodoh. Namun nyatanya, saya tak pernah mampu untuk itu. Saya tak pernah mampu untuk menghapusmu.

Biarlah ruang ingatan itu tetap berada disana. Ditempatnya, bersama kamu kenangan yang dijaganya. Selamanya, sampai saya menua dan ruang ingatan itu punah dengan sendirinya.

Pasuruan, 24 Maret 2020

Rupa Keadilan

Edit Posted by with No comments

 



Apa yang kamu harapkan? Meletakkan ingin pada angan? Meletakkan percaya pada seseorang? Nyatanya, yang kamu harapkan tak pernah menjadi kenyataan. Nyatanya, yang kamu perjuangkan beralih menjadi kenistaan.

Terkadang kamu bertanya pada diri. Inikah yang namanya keadilan? Sesuatu yang di gembar gemborkan tak sesuai dengan kenyataan. Hanya tersimpan dalam bibir namun nihil dalam pikir.

Jika ia mampu berpikir, harusnya bukan seperti itu wajah keadilan. Keadilan hanyalah sebuah topeng yang ia dikenakan, namun tingkah adalah rupa nyata.

Tidakkah ia pernah berpikir bagaimana perasaan seseorang? Ketika keputusan ia buat, beberapa hanya menyesap kepahitan. Tidakkah ia berpikir bagaimana perjuangan seseorang? Ketika keringat dan pikir yang ia curahkan nyatanya tidak membuahkan hasil. Nihil.

Jadi, jangan tanyakan kenapa beberapa orang memilih beralih. Karena rupa nyata keadilan tak pernah ia dapatkan. Seberapa keras pun ia berjuang.

Kami memilih berhenti, cukup sekian kami tersakiti. Kami memilih berhenti, cukup demikian kami mengabdi.

Kami memilih berhenti, cukup sampai disini rupa keadilan yang tak pernah kami dapati.

Pasuruan, 25 Februari 2020




Not In Wonderland

Edit Posted by with No comments

 


"Terkadang apa yang kamu harapkan tidak selalu menyentuh kenyataan. Terkadang realita terlalu jauh dari apa yang kamu angankan"

Not in wonderland? Ya, karena ini adalah kenyataan, kenyataan tentang kehidupanku yang tak lagi berada di dunia khayalan seperti ketika ada kamu. Inilah aku, duniaku dengan sebenar-benarnya aku yang mungkin tak akan pernah kamu tahu.

Entah apa yang aku tulis ini, aku tidak tahu. Terkadang aku hanya iseng menulis tanpa pernah peduli apa isi tulisan itu. Aku hanya menulis apa yang terlintas dalam pikir, juga apa yang terendam dalam hati. Itu saja.

Pernahkah kamu merasakan jatuh cinta? Mungkin sebagian besar orang akan berkata "ya, pernah". Begitu pula denganku. Entah berapa kali aku jatuh cinta aku tidak pernah tahu dan sadar. Aku hanya tahu setelah kehilangan orang yang benar-benar berarti bagiku itu untuk selamanya. Meskipun ia masih berpijak pada dunia yang sama denganku, namun ia menghilang bagai buih, hingga tak dapat lagi kujejaki langkah kakinya. Ia pergi untuk selamanya dari pandangan netraku, meski belum sepenuhnya pergi dari hatiku.

Kamu tahu, saat kamu memilih untuk mencintai seseorang maka kamu harus menguatkan hati kamu dengan dua hal. Menyerah atau berjuang. Dua hal itu akan selalu menjadi dilema ketika kamu jatuh cinta. Adakalanya kamu akan berpikir untuk menyerah, melepaskan cintamu agar dia bahagia dengan pilihan hatinya. Atau kadangkala pula kamu memilih untuk berjuang untuk mendapatkan cintanya, agar kamu bisa menjadi alasan dia untuk bahagia.

Aku juga pernah berada pada dilemma itu. Dan kamu tahu apa yang aku pilih? Aku pernah memilih untuk berjuang. Disaat berjuangpun aku harus menguatkan hati dengan dua hal pula. Mendapatkan cintanya dan menjaganya atau kehilangan cintanya dan harus mengikhlaskannya. Dan kali itu, aku kehilangan. Aku kehilangannya jadi aku harus mengikhlaskan dia untuk pergi. Aku tidak bisa berjuang lagi, karena seberapa keraspun aku berusaha semua hanya akan sia-sia. Karena semua itu adalah takdir, takdir bahwa dia memang diciptakan Tuhan bukan untukku.

Aku terlarut dalam kehilanganku. Aku terpuruk untuk kesekian kalinya. Aku memilih menutup diri dari dunia dan bersembunyi dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menata ulang hatiku yang sudah tak mempunyai bentuk lagi. Hingga kemudian akupun tersadar, dan bertanya pada diriku sendiri, "Sampai kapan aku seperti ini?"

Akupun memilih untuk berhenti, berhenti mengharapkan cintanya dan berhenti berharap bahwa dia akan kembali. Juga berhenti menutup diri dari dunia lagi. "Not in wonderland, kamu tidak akan pernah ada lagi dalam hidupku. Aku hidup di dunia nyata, jadi aku harus berani menghadapi realita didepanku," pikirku.

Hingga kemudian aku membuka akun itu lagi. Media sosial yang sudah lama aku tinggalkan. Juga teman-temanku, yang sudah lama tak pernah tahu bagaimana kabarku. "It's been a long time and finally I have courage to open this account again", tulisku saat itu. Dan mulailah hidupku yang baru, not in wonderland with you, I will live in the real world this time. A world without you, now and forever.

Pasuruan, 24 Februari 2020


Si Hitam Dalam Kenang

Edit Posted by with No comments

 

"Ada banyak hal yang ternyata terlewatkan. Masa lalu bukan hanya tentang kamu, tetapi tentang mereka pula yang peduli pada ku saat kamu menyakitiku. Dan sekarang aku merindukan orang-orang yang seperti itu kembali dalam kehidupanku."

Aku melihat foto-foto masa lalu di leptop kecilku. Si putih begitulah kerap aku memanggilnya. Bukan tanpa alasan aku menamainya seperti itu. Tentu karena warna leptop itu memang putih. Sederhana saja nama itu ku berikan. Sebenarnya aku memberi nama pada setiap barang yang ku punya. Contohnya saja sesepuh, itu adalah nama yang ku berikan pada leptopku sebelumnya, yang kemudian di gantikan oleh si putih karena sesepuh sudah mulai soak. Tidak hanya itu, aku pun memberi nama si hitam pada leptop kepunyaannya. Kamu pasti akan bertanya siapa-Nya disini bukan?

Aku biasa menyebutnya si jelek, cecumuk ato sebutan lainnya. Tapi, disini aku akan memperkenalkan dia kepada kalian dengan sebutan Mr. E. Jadi, ceritanya dulu aku memberikan nama untuk leptop milik Mr. E ini. Namanya si hitam. Tentu sama dengan leptop milikku, nama leptop ini juga di ambil dari warnanya, hitam. Sederhana. Bagi sebagian orang, mungkin memang sesederhana itu. Tapi, apakah mereka tahu apa makna dari nama itu?

Let's leave the vague talk. Back to si hitam dan si putih. Hitam dam dan putih keduanya jelas-jelas dua warna yang berbeda. Hitam melambangkan kegelapan dan kesuraman sementara putih melambangkan cahaya dan kesucian. Keduanya berbeda, tidak bisa bersama namun bisa saling melengkapi. Coba lihat saja realita alam, analogikan bahwa malam adalah hitam dan siang adalah putih. Malam selamanya tidak akan bisa bersamaan dengan siang. Mereka selalu datang bergantian. Ketika kita butuh cahaya maka siang akan menemani kita dengan teriknya sinar sang mentari yg menghangatkan. Disisi lain, ketika kita membutuhkan ketenangan kita butuh malam untuk merehatkan badan dan memejamkan mata.

Mereka datang bergantian dan saling melengkapi. Begitulah yang ku ingini ketika itu di masa-masa mendatang. Tentu bukan karena leptop itu akan saling bergantian dan melengkapi tapi lebih kepada pemiliknya. Aku pernah menaruh harapku pada pemilik si hitam agar suatu hari nanti sekalipun kami adalah dua insan yang memiliki berjuta perbedaan, kami selamanya tetap akan saling melengkapi. Baik suka, duka, senang, sedih, bahagia, kecewa, dalam segala rasa aku pernah berharap kami saling melengkapi dan saling menguatkan.

Tapi, nyatanya harapan memang selalu terlalu tinggi. Semuanya hanyalah asa pada ketinggian yang tak akan pernah teraih. Belum beranjak jauh ke masa depan, harapanku saat itu pupus begitu saja. Kamu tahu kenapa? Aku ceritakan sebuah kisah tentang masa lalu.

Kala itu aku pernah minta tolong padanya, dialah pemilik si hitam, atau sebut saja dengan Mr. E untuk mengantarkanku mengadu nasib di ibukota. Tapi, berulang kali aku mengirim pesan, berulang kali aku melakukan panggilan ke hp nya, ia tak kunjung membalas atau menjawabnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Kala itu, aku tidak punya keberanian untuk pergi sendiri ke ibukota. Selain karena masih asing, aku juga tidak tahu mana-mana takutnya aku nyasar karena tak tau arah dalam kelanaku sendirian. Dengan ketakutan tersebutlah akhirnya aku memutuskan untuk meminta tolong padanya.

Berulang kali aku melakukan hal yang sama. Dari menit ke menit aku menghubunginya, Tapi, sekalipun tak pernah ada balasnya. Hingga akhirnya, sahabatku pun merasa prihatin denganku. Ia mencoba membantuku untuk menghubunginya. Barangkali dengam begitu ia akan mengangkatnya. Tapi nihil sama sekali nihil. Disaat aku benar-benar butuh dia, butuh bantuannya, dia tidak ada. Dia acuh dan tak peduli padaku.

Aku hanya bisa terdiam. Dan berkata dalam hati. Ah, seperti ini lagi rasanya, diabaikan dan tidak dipedulikan. Aku tidak marah, tentu saja tidak. Karena aku tak pernah berhak untuk marah terhadapmu. Jika kamu memilih untuk mengabaikanku itu adalah keputusanmu dan tidak ada yang pernah bisa merubah itu. Tapi, kemudian aku melihat sahabatku bangkit dari duduknya, ia menghentakkan kakinya. Raut wajah kesal menyelimuti dirinya.

"Kenapa dia begitu? Disaat kamu butuh kenapa dia tidak ada?" Ucapnya dengan penuh amarah.

"Sudahlah, nggak apa-apa....," ucapku kemudian sembari mencoba meredam amarahnya.

"Nggak bisa gitu dong Fa, namanya nggak adil. Saat dia butuh kamu, kamu selalu ada. Selalu bantuin dia saat dia kesulitan. Dan bahkan kamu rela menunda waktu kepulanganmu hanya untuk dia. Untuk menemani dia mengerjakan tugas-tugasnya itu. Tapi sekarang, disaat kamu benar-benar butuh dia, untuk penentuan masa depan kamu, dia tidak ada. Bahkan tidak menjawab telpon sama sekali....," sungutnya.

"Mudah saja Cha, itu berarti aku bukanlah prioritasnya. Ada yang lain yang menjadi prioritasnya dan mungkin aku orang kesekian yang akan mendapatkan kepeduliannya atau barangkali tak akan pernah mendapatkannya barangsekalipun. Seperti saat ini, sekarang ini, ketika aku benar-benar butuh dia, dia acuh dan tak peduli padaku lagi....," ujarku sembari mencoba untuk tersenyum.

Sahabatku itu hanya bisa menatapku dengan iba. Ia orang yang paling tersakiti ketika aku diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Amarah dan kekesalannya memuncak begitu saja melihat lelaki itu menyakitiku. Dan aku hanya bisa memberikan senyuman terbaikku untuknya sebagai tanda bahwa aku baik-baik saja. Ia tak perlu cemas, aku bisa meski hanya sendiri tanpa lelaki itu lagi.

Ia pun merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Memelukku dengan kehangatan dan mengucapkan do'a-do'a keberuntungan untukku di perjalanan nanti. Yang akan aku lalui sendiri.

Sejenak, setelah mengingat tentang semua hal itu. Akupun akhirnya sadar, bahwa masa lalu bukan hanya tentang kamu (lelaki itu) yang menyakitiku, tapi juga tentang dia (sahabatku) yang peduli tentangku setelah kamu menyakitiku.

Dan kini, yang ada hanyalah si putih yang selalu menemani. Sementara si hitam juga kamu hanyalah sebait kisah masa lalu. Bersemayamlah dalam kenang, agar aku tidak selalu terbayang. Oleh kamu yang pernah menyakitiku dan menghilang tanpa pernah kembali pulang.

Pasuruan , 31 Januari 2020


Tidak Ada Logika

Edit Posted by with No comments


 Ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dinalar dengan logika. Karena jika merunut pada logika sebagai dasar, tak semestinya saya memendam perasaan ini kepada kamu sekian tahun lamanya. Tak semestinya saya menyimpan perasaan untuk seseorang yang tidak pernah bisa saya miliki. Dan tak semestinya saya menyimpan perasaan pada seseorang yang hatinya masih terikat erat dengan masa lalunya.

Saya harus berhenti, tepat ketika kamu memberikan pengabaian atas keberadaan saya, ketika itu pula seharusnya saya sadar bahwa kamu telah mendorong saya pergi menjauh dari hidupmu.

Namun nyatanya perasaan saya tak sejalan dengan logika saya. Berkali-kali saya meminta kepada Tuhan untuk menghapus kamu selamanya dalam ingatan saya. Berkali-kali pula kamu malah sekelebat hadir dalam ingatan, bahkan kamu pun hadir sebagai bunga tidur ketika malam.

Seperti saat ini, ketika saya selalu kesakitan setiap bulannya ingatan saya kembali ke masa itu. Masa dimana saya pernah terbaring lemah dan kamu memandang saya dengan prihatin. "Apa yang bisa saya bantu?" katamu kala itu. Saya hendak mengutarakan keinginan saya, namun terlalu malu untuk mengatakannya. Akhirnya saya hanya bisa menggelengkan kepala. Kamu tersenyum dan berlalu pergi kemudian.

Beberapa menit setelahnya, kamu tersenyum melihat saya mengonsumsi apa yang dikonsumsi oleh seorang wanita ketika kesakitan setiap kali tamu bulanannya datang berkunjung. Saya pun hanya bisa tersenyum kikuk bercampur malu, karena akhirnya kamu tahu tentang apa yang tidak bisa saya utarakan beberapa detik lalu, ketika kamu berniat mengulurkan tangan untuk membantu saya.

Itu adalah sebuah ingatan kecil tentang masa lalu. Namun, tetap saja sekecil apapun ingatan itu, jika itu tentang kamu, selaksa air mata saya menetes tanpa pernah bisa saya bendung lagi.

Perlahan saya sadar bahwa itu hanya sebagian kecil hal yang tidak bisa saya utarakan kepada kamu. Ada hal lebih besar yang sampai detik ini saya tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan apa yang selama ini saya pendam dan hanya saya bagi dengan Tuhan. Bahkan ketika hanya berdua bersamamu, saya tidak bisa menatap kamu lebih lama dibandingkan tatapanmu. Karena ketika saya menatap mata kamu, saya akan berilusi bahwa ada diri saya dalam pekatnya hitam dikedua matamu. Saya akan berangan-angan bahwa saya-lah semesta bagi kamu.

Oleh karena itulah, saya tidak berani menatap mata kamu berlama-lama. Karena saya takut, takut akan tenggelam dalam angan-angan. Saya takut, takut akan berharap pada ilusi tak nyata. Karena keduanya baik angan-angan ataupun ilusi itu hanya akan mengantarkan saya pada sebuah kebahagiaan semu.

Pasuruan, 18 Januari 2020


Rabu, 22 April 2020

Enam Belas

Edit Posted by with No comments

Alvi yang sudah menemani istrinya yang tertidur sehabis menangis itupun kembali ke ruang keluarga. Disana masih ada William yang tengah duduk di sofa sembari menonton televisi. Sementara Cathreen mungkin tengah tidur menemani Andrea yang tadi juga ikut menangis karena melihat Aunty-nya atau Niken menangis.
"Sudah tidur...," tanya Will pada Alvi yang kini mendaratkan bokongnya di sofa berdampingan dengan William.
"Sudah berapa lama ia mendapatkan surat-surat ancaman itu...?" tanya Alvi.
"Sejak di Indonesia. Sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengikutiku ke sini...," jelas William.
"Ken..kenapa....?"
"Ma'af Vi, aku tidak memberitahumu sejak dulu karena Niken melarangnya. Ia bilang, lebih baik kamu tidak tahu. Itu akan mudah untuk kamu melupakannya dan hidup bahagia..," jelas Will.
Alvi menggaruk gusar rambutnya. "Bagaimana mungkin dia berpikir seperti itu?"
"Aku mengenal Niken cukup lama dan aku tahu bahwa ia akan memberi keputusan yang rasional menurutnya meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri. Ia tidak ingin keluarganya yang sudah lama tidak diketahuinya itu menderita. Kamu tahu Vi, ketika ia mengetahui perihal keluarganya yang sebenarnya Niken sangat bahagia. Kebahagiaan yang mungkin sudah lama tak ia rasakan setelah orangtua angkatnya yaitu Tante Selvi dan Om Bram juga adiknya Viola meninggal dunia. Padahal, ia hanya bisa melihat keluarganya dari jauh, ia tidak mendapatkan kasih sayang yang semestinya dari kedua orang tua kandungnya. Tapi, ia bahagia dan ia menyembunyikan kebahagiaannya itu dalam kebencian. Ia tidak membenci orang tuanya yang tidak mengakuinya sebagai anak, ia hanya membenci karena memperlakukanmu sebagai alat untuk balas dendam. " jelas William," ucap Will.
William menghela napas dan kemudian melanjutkan ceritanya. 
"Dan karena kamulah, akhirnya ia menemukan tekadnya untuk menghentikan ayahnya. Ia belajar keras manajemen dan segala hal tentang bisnis, meskipun ia tidak pernah menyukai bidang itu. Salah satu hal yang sangat disukainya hanyalah bermain biola. Dan ia akan tampak sangat ceria setiap kali memainkan benda kecil yang digesek itu. Tapi, demi memutus kerumitan masalah keluarganya itu, ia melakukan apa yang tidak disukainya itu. Dan kemudian hadir di tengah keluarga kandungnya sendiri meski ia harus menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya. Ia juga bahagia ketika menikah denganmu, bukan tanpa alasan ia sangat menyukaimu. Aku bisa melihat binar bahagia dari matanya dulu, setiap kali Viola menceritakan tentang kamu kepada Niken. Namun, seolah Tuhan enggan membuatnya bahagia dalam waktu lama, kebahagiaan itu terenggut darinya. Setelah mendapati kenyataan bahwa ia menderita penyakit auto imun itu,"
Hening tercipta diantara keduanya. Alvi masih terdiam mendengarkan dengan saksama cerita William tentang istrinya. 
"Lantas, kenapa Irene bisa tahu bahwa dia menderita penyakit itu...?" Alvi pun akhirnya menanyakan pertanyaan yang sudah sejak tadi berkelebat dalam kepalanya.
William mengangkat bahunya. "Aku juga tidak tahu. Pasalnya, setelah didiagnosis penyakit tersebut oleh dokter di Indonesia tiga tahun yang lalu dia tidak pernah memberitahu kepada siapapun selain aku dan Cathreen. Bahkan Mamanya, Tante Ratih baru tahu penyakit tersebut tiga bulan yang lalu, ketika Niken memutuskan untuk meminta cerai darimu setelah mendengar gosip tentang kehamilan Irene,"
"Kamu sudah berusaha mencari tahu siapa orang yang membocorkan tentang penyakit Niken itu?" tanya Alvi lagi.
William menganggukkan kepala. "Sudah, tapi hasilnya nihil. Aku sudah bertanya pada beberapa dokter yang ku kenal bekerja di rumah sakit tempat Niken melakukan pemeriksaan tapi hasilnya Nihil. Mungkin, ada seseorang yang sangat berkuasa di sana yang bisa mengakses semua informasi pribadi dengan mudah, hingga Irene bisa mengetahui informasi tentang penyakit Niken yang seharusnya rahasia," ujar Will.
Alvi memutar otaknya mencari tahu kemungkinan-kemungkinan orang yang sangat berkuasa tiga tahun yang lalu. Seseorang yang berada di balik layar yang bisa membatu Irene untuk mendapatkan informasi rahasia itu. Dan satu nama melintas di kepalanya.
"Aku tahu orang itu...," cetus Alvi kemudian.
"Siapa?" tanya William penasaran.
"Siapa lagi kalau bukan Jacky, Jacky Malik Rusdiantoro. Keluarga Rusdiantoro cukup berkuasa saat itu. Jadi ia tentu saja bisa melakukan apapun dengan nama keluarganya untuk membantu Irene mendapatkan informasi rahasia itu," jelas Alvi.
"Untungnya buat dia apa?" tanya Will.
"Karena dia memiliki dendam kepadaku. Tidak hanya dia tapi seluruh keluarganya menaruh dendam kepada keluarga Keysnandra...," ujar Alvi.
"Jad..jadi bisa jadi dia...,"
Alvi menganggukkan kepalanya seraya memberi jawaban "iya" atas pertanyaan Will yang belum tuntas. 
"Kemungkinan besar mereka dalangnya. Mereka akan melakukan segala cara untuk menggoyahkan posisi Keluarga Keynandra dalam hal apapun baik itu di bidang bisnis perusahaan atau menghancurkan keluarga Keysnandra satu persatu. Seperti yang terjadi pada Tante Selvi dan Om Bram yang sudah dianggap sebagai keluarga Keysnandra, juga Viola saudara kembar Niken. Dan sekarang yang menjadi targetnya adalah Niken. Mereka berusaha untuk membuat Niken terpuruk akan kondisinya...," 
"Iya, bisa jadi benar. Karena saat itu pertama kalinya Niken mendapatkan surat-surat ancaman itu, ia sempat histeris dan depresi. Karena itulah aku menyiapkannya kamar dirumahku ini untuknya, agar ia tidak sendirian di apartemen dan membuat aku dan Cathreen tidak bisa menjaganya saat ia kembali mendapat teror-teror itu...," jelas Will. "Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya William.
"Aku akan menyuruh beberapa detektif mencari tahu kebenaran dugaan kita itu serta mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk bisa memenjarakan mereka dan keluarganya," jelas Alvi.
"Ya... aku setuju...,"
"Oh, ya kamu juga punya bukti-bukti yang sudah dikumpulkan Niken terkait dengan kematian Tante Selvi, Om Bram dan Viola kan?" tanya Alvi.
"Iya, aku tahu dimana Niken menyimpannya. Aku juga ikut serta membantunya mengumpulkan bukti-bukti itu jadi sedikit banyak aku tahu. Tapi, kami menghentikan pencarian bukti-bukti itu lagi sejak tiga tahun lalu, mengingat aku harus memprioritaskan untuk menjaga kondisi Niken dari..,"
"Ya, aku tahu. Tidak masalah, kita bisa melanjutkan pencarian bukti-bukti itu lagi. Terima kasih Will. Kamu menjaga Niken yang seharusnya menjadi tugasku...," ujar Alvi.
"Tidak masalah. Niken sahabatku, aku mengenalnya sejak kecil dan ia sudah seperti keluargaku sendiri. Jadi, kamu tidak perlu berterima kasih kepada sesama saudara...," ujar Will.
"Ekhm....,"
"Ya....?"
"Selain itu, aku juga minta ma'af padamu Will...," ujar Alvi.
William mengerutkan kening, ia bingung dan tidak mengerti maksud perkataan Alvi. 
"Minta ma'af untuk..?"
"Karena pernah berpikir buruk tentangmu. Bahwa kamu adalah selingkuhan Niken...," ujar Alvi.
Mendengar hal itu William hanya bisa tertawa. "Ya Tuhan, kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu..?"
"Ya namanya juga....,"
"Cemburu...," goda Will. Yang tentu saja membuat Alvi mendengus. 
Sementara William masih dengan tawanya yang tak henti-henti. Alvi akhirnya melangkahkan kaki kembali ke kamar yang ditempati Niken di rumah Will, tanpa menghiraukan sang pemilik rumah yang masih menertawai kebodohan pemikirannya tadi itu.
"Mau kemana? Kabur...," ujar Will.
Alvi hanya mengedikkan bahu, acuh. Tapi ketika Will menyuruhnya mendekat untuk memberitahukan satu rahasia tentang Niken, mau tak mau Alvi pun kembali melangkahkan kakinya menuju Will.
"Niken tidak pernah pacaran. Kamu satu-satunya lelaki yang ia suka. Ia tidak pernah terlibat pergaulan bebas meskipun cukup lama tinggal di Amrik. Jadi dia masih...," 
Alvi memotong penjelasan Will. Karena ia tahu apa yang akan dikatakan lelaki itu kepadanya.
"Aku tahu...," ujar Alvi. Sementara William cengo mendengar perkataan Alvi itu. Ia mengernyit bingung kenapa lelaki itu bisa tahu padahal ia belum menyelesaikan penjelasannya. "Karena aku orang yang pertama melakukan itu padanya...," jelas Alvi santai dan melenggang pergi meninggalkan lelaki itu.
Sementara Will melayangkan bantal sofa ke Alvi setelah mendengar perkataan Alvi.
"Jadi, kemari setelah kamu baru nyampai di Amrik kamu dan Niken melakukan itu?" tanya William sembari berteriak karena lelaki itu melenggang pergi menuju kamar Niken. Ia dapat melihat lelaki itu hanya mengedikkan bahunya seraya menjadi jawaban atas pertanyaan Will.
"Dasar, awalnya sok-sok an pada nggak mau. Nyatanya lama nggak ketemu eh malah nggak tau malu langsung melakukan itu," gerutu Will. Ia pun kemudian mematikan televisi dan menuju ke kamarnya untuk menyusul sang istri dan anaknya yang tengah tidur siang.





Lima Belas

Edit Posted by with No comments

Seperti yang dijanjikannya kepada Alvi kemarin, Niken membawa Alvi ke rumah William. Rumah tersebut tidak terlalu besar, namun memiliki halaman yang cukup luas dengan rumput yang terawat dengan rapi. Bunga-bunga di taman tersebut juga indah ditata sedemikian rupa hingga tampak begitu mengagumkan.
Niken membunyikan bel di rumah itu. Tak selang beberapa lama seseorang membukakan pintu rumah. Ia adalah seorang wanita yang berusia terpaut tiga tahun di atas Niken. Ia menyambut Niken dengan pelukan dan senyuman mengembang. Mempersilakan Niken untuk masuk ke dalam rumahnya. Sementara Alvi yang mengikuti Niken dari belakang hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya untuk menyapa.
"Siapa...?" tanya Alvi kepada Niken dengan nada berbisik.
"Cathreen. Istri Will...," jawab Niken.
"Istri Will, Indo...?" tanya Alvi lagi yang di jawab Niken dengan anggukan kepala. "Aku pikir istrinya bule...," ujar Alvi masih dengan suara lirih agar tak terdengar sang pemilik rumah.
"Will suka gadis lokal. Lagipula, Will juga bukan seratus persen keturunan Amrik. Neneknya Will aja yang asli orang Amerika," jelas Niken.
Alvi pun mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mengerti penjelasan dari Niken. Melihat Will, memang lelaki itu tidak tampak seperti bule asli. Wajahnya masih mirip orang Indonesia, hanya warna mata dan postur tubuhnya yang membedakan bahwa ia terlihat seperti orang asing.
"Aunty Ken....," sambut seorang gadis kecil dengan rambut keriting yang di kuncir dua. Ia berlari dan memeluk kaki Niken. Niken pun mengambil gadia kecil itu dan menggendongnya.
"Andrea sayang, Aunty kangen....," ujar Niken sembari menciumi gadis kecil pemilik pipi chuby itu. 
Will yang mengetahui kedatangan Niken pun segera menyambutnya. Ia merentangkan tangan untuk memeluk Niken yang sedang menggendong Andrea. Tapi, sebuah tatapan tajam menghentikan kebiasaan William kepada sahabatnya itu.
"Eh...aku nggak tahu kalau kamu bawa pawang...," ujar William terkekeh. Sementara Alvi hanya memutar bola matanya malas. Ia memang sudah beberapa kali melihat Will di Indonesia bersama dengan Niken. Bahkan lelaki itupun hadir ketika keduanya melangsungkan pernikahan. Tapi, hanya sebatas itu, Alvi tidak mengenal William lebih dari itu. Bahkan ia semula mengira bahwa Will adalah kekasih Niken, tapi apa yang dilihatnya hari ini mampu mematahkan prasangkanya itu.
Niken sudah duduk di sofa ruang keluarga Will begitu pula dengan Alvi dan William. Sementara Cathreen, berjalan ke dapur untuk menyiapkan minuman dan beberapa cemilan untuk tamunya.
"Sejak kapan kamu tiba di Amrik?" tanya William pada Alvi. Pasalnya Niken sang sahabat tidak memberitahu apapun perihal kedatangan lelaki itu.
"Kemarin...," ujar Alvi singkat. Sementara William yang mendengar jawaban dari lelaki itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. 
"Kenapa tidak di ajak kemari dari kemarin...?" tanya William lagi yang kini diajukan kepada sang sahabat.
"Eh ya quality time dulu lah. Sudah tiga tahun nggak ketemu...," jelas Niken.
"Alah..sok-sok an kamu quality time, kangen juga kan nggak ketemu dia. Disuruh pulang nggak mau, jadi emang pinginnya di jemput ya...," ledek Will kepada Niken. Sementara Niken yang mendengar ledekan dari sahabatnya itu hanya cemberut. Berbeda dengan Alvi yang tersenyum, ia dapat melihat semburat merah di pipi Niken setelah mendapat ledekan dari Will.
"Ya, namanya juga wanita Will, bilangnya nggak mau tapi sebenarnya mau kan...," Alvi menambahkan pernyataan ejekan Will kepada Niken tadi yang tentu saja membuat Niken lebih cemberut.
"So...kalian....?" William kembali bertanya, tapi ia tak melanjutkan pertanyaannya karena kedua orang yang tengah duduk di hadapannya itu telah menganggukkan kepalanya untuk memberi jawaban atas pertanyaan Will yang belum tuntas tersebut.
"Kami akan kembali ke Indo...," ujar Alvi.
"Itu bagus.. bawa aja dia nih, biar nggak ngerusuh aja disini...," ujar Will.
"Ih...siapa yang ngerusuhin kamu sih Will...," ucap Niken tidak terima dengan pernyataan sang sahabat.
"Lah apa namanya tidak ngerusuh. Tiap hari datang cuman untuk memonopoli Cathreen buat curhat, kadang nangis-nangis karena kangen sama lakinya...," ucap Will yang tentu saja membuat Niken bersungut karena membongkar rahasianya di depan Alvi. "Makanya, kalau kangen ya samperin. Jangan dipendem sendiri aja...," tambah Will.
"Ih...Will mah....," Niken tampak malu karena rahasianya yang selama ini selalu merindukan Alvi terbongkar di depan lelaki itu.
"Sudah..sudah Will berhenti meledek Niken, tuh lihat pipinya udah merah kayak kepiting rebus," bela Cathreen yang datang dengan membawa minuman dan cemilan. Ia pun kemudian mendudukkan dirinya tepat disamping William, sang suami.
"Eh, bener kan Yang, tiga bulan yang lalu dia datang nangis-nangis minta cerai aja dari Alvi karena cemburu...," ucap William yang sontak mendapatkan pelototan tajam baik dari Niken maupun Cathreen. "Ups...sorry keceplosan..," ujar William sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Eh...cemburu kenapa?" tanya Alvi kepada Niken, namun Niken hanya menundukkan kepalanya sembari memeluk Andrea yang ada di pangkuannya. Tak mendapatkan jawaban dari sang istri, ia pun kembali mengajukan pertanyaan itu kepada William dan Cathreen.
"Apalagi kalau bukan scandal kamu dengan sang model terkenal "Irene Turano"," jelas Will.
Alvi menghirup udara banyak-banyak. Kemudian ia mengarahkan pandangannya pada wanita yang duduk disampingnya itu. 
"Kamu percaya gosip yang tidak mendasar itu? Hubungan aku sama Irene sudah berakhir lama dan kamu sendiri tahu tentang itu. Karena sejak kamu memberi tahu kebenaran tentang Irene dulu dan aku membuktikan kebenaran tentang ucapanmu, hubungan diantara aku dan Irene berakhir saat itu juga. Jadi, nggak mungkin banget kalau aku yang telah menghamili Irene...," jelas Alvi.
Niken yang mendengar penjelasan Alvi pun menganggukkan kepalanya. Ia memang tidak mempercayai apa yang dimuat di berita gosip itu. Tapi, tetap saja pemikiran-pemikiran buruk itu bersarang di kepala cantiknya.
"Lantas kenapa kamu masih meragukanku...?" tanya Alvi. 
Niken lantas menyerahkan Andrea kepada Cathreen setelah memberi penjelasan pada gadis kecil itu yang telah duduk nyaman dipangkuannya sedari tadi. Ia berjalan menuju ke sebuah kamar di rumah William. Ia yang memang sering menginap di rumah William memiliki kamar tersendiri yang disediakan oleh sang pemilik rumah untuk gadis itu.
Setelah beberapa menit ia pun kembali dengan membawakan sebuah kardus kecil. Setelah sampai ditempat duduknya semula ia menyerahkan kardus kecil itu kepada Alvi ia kembali menundukkan kepalanya. Tak berani menatap wajah lelaki itu.
Alvi mengernyitkan keningnya, menerima kardus kecil yang diberikan oleh Niken. Perlahan-lahan ia membuka tutup kardus itu. Dan ia terkejut mendapati apa yang ada di dalamnya. Disana banyak sekali foto dirinya dan Irene. Dan foto-foto itu banyak yang foto lama, yang baru hanya beberapa dan itu tampaknya di foto dengan tidak begitu jelas karena mungkin diambil dari jarak yang jauh.
"In..ini.....?"
"Irene yang mengirimkan surat-surat ancaman dan foto-foto itu pada Niken...," jelas Cathreen.
"Jadi alasan kamu tidak kembali juga karena ancaman-ancaman ini...?" tanya Alvi yang di jawab anggukan oleh Niken. 
"Ya, Tuhan...,"ujar Alvi.
Kemudian Alvi pun merengkuh Niken dalam pelukannya. Gadis yang sudah tak gadis lagi itu meneteskan air matanya. Isak tangis begitu memilukan terdengar dari Niken. Dan Alvi hanya bisa mengusap punggung gemetar gadis yang ada di dalam pelukannya itu.
*****